Mohon tunggu...
Badrul Tamam
Badrul Tamam Mohon Tunggu... -

Alumnus Administrasi Bisnis Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Rusaknya Tatanan Alam di Kabupaten Gresik

18 Februari 2016   20:18 Diperbarui: 18 Februari 2016   21:14 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat saya pulang dari Kediri ke Panceng Gresik, saya melalui jalur pantura Manyar-Bungah-Sidayu-Panceng. Dalam perjalanan saya melihat perubahan yang cukup signifikan dalam sepuluh tahun terakhir. Bila jarang pulang seperti saya, kamu akan melihat bagaimana rusaknya tatanan alam di Kabupaten Gresik, khususnya di sepanjang jalur Manyar hingga Sembayat. Sebelumnya, wilayah di sepanjang jalan itu merupakan tambak ikan/garam, sekarang sebagian fungsinya menjadi gudang-gudang dan sebagian lainnya masih dalam pengurukan. Cukup semrawut, jarang pepohonan, dan terlihat tidak indah. Padahal, dalam UU No. 26 Th. 2007 tentang penataan ruang, pasal 48 ayat (1) disebutkan “penataan ruang kawasan pedesaan diarahkan untuk: a. pemberdayaan masyarakat pedesaan, b. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang di dukungnya, c. konservasi sumber daya alam, d. pelestarian sumber daya lokal, d. pertahanan kawasan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan, dan, f. penjagaan keseimbangan pembangunan pedesaan perkotaan”.

Saya yakin, tanah di pinggir-pinggir jalan itu tidak hanya berubah fungsinya, namun juga berubah kepemilikannya. Dari kepemilikan warga menjadi milik korporasi-korporasi. Warga di sana pasti diiming-imingi nilai jual tinggi untuk menjual tanah mereka. Semoga asumsi saya ini salah. Semoga warga di sepanjang jalur Manyar-Panceng tetap mempertahankan kepemilikan tanah-tanah mereka demi generasi mendatang.

Ketika tanah-tanah diuangkan, dan karena kurang siapnya sumber daya manusia, modal hasil jualan tanah yang seharusnya dijadikan modal produksi (usaha) pengganti tanah yang menghidupi mereka selama ini, hanya digunakan sebagai alat konsumsi; untuk bangun rumah, beli kendaraan bermotor, untuk haji/umroh dan belanja kebutuhan hidup lainnya. Lalu setelah itu yang terjadi apa? Sudah bisa dipastikan, bahwa masyarakat di wilayah itu perlahan-lahan akan mencari penghidupan di wilayah lain, mereka akan terasing dan terusir dari tanah mereka sendiri. Asumsi demikian bukanlah hal baru, namun itu sudah terjadi cukup lama di wilayah-wilayah industrialisasi.

Dan kenapa ini perlu dikhawatirkan? Karena pembangunan di Gresik sendiri nampaknya tidak mengacuh RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang jelas dan konsisten, mana wilayah industri, pertanian, atau permukiman warga. Sekilas melihat wilayah Kota Gresik dari google Map, dan membandingkan dengan amanat UU no.26 tentang tata ruang pasal 29 ayat 2 dan 3 yang menyebutkan ayat (2) “proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota” dan pasal (3) menyebutkan “proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota”. Dari itu jelas sudah tidak sesuai dan membahayakan kehidupan masyarakat, karena tidak seimbangnya ekosistem lingkungan.

[caption caption="Bagaimana kalau diperhijau lagi"]

[/caption]

Penataan ruang di Gresik tidak jelas arahnya. Bahkan untuk kepemilikan tanah-tanah masyarakat terkesan tidak ada pengaturan dan perlindungan sama sekali, semua diserahkan kepada hukum pasar, siapa yang membeli dengan harga tinggi maka akan dijuallah tanah itu, entah siapa yang membeli dan untuk keperluan apa? Kalaulah masyarakat disuruh tanding dengan para pemilik modal macam korporasi, sudah jelas kalah.

Saya berbicara demikian berangkat dari pengalaman warga desa saya sendiri, Pantenan Panceng Gresik. Ketika para pemodal besar sudah menjamah tanah di wilayah itu, warga diiming-imingi untuk menjual tanah-tanah mereka dengan harga tinggi dengan alasan tanah-tanah itu akan digunakan untuk pabrik. Akhirnya sebagian besar warga menjual tanah pertanian di wilayah Pelempungan (Krapyak)-Panceng dan sekitarnya. Bahkan, ketika ada yang tidak mau menjual, ada semacam intimidasi tidak diberi jalan dan sebagainya. Ini negara macam apa membiarkan masyarakat yang rata-rata ekonominya menengah ke bawah berbenturan dengan pemodal besar. Bila mereka sudah menjual tanah mereka, lalu bagaimana generasi mendatang 10-20 tahun mendatang, mau makan apa? Adanya wilayah pertanian saja yang merupakan basis dasar kehidupan ekonomi masyarakat belum sepenuhnya mampu menopang perekonomiannya, apalagi kalau tanah-tanah yang mereka miliki dipaksa untuk dijual.

Selama ini warga di sana sebagian besar menjadi TKI (Tenaga kerja Indonesia) di negeri seberang Malaysia dan merelakan meninggalkan keluarga mereka demi mencari kehidupan yang lebih baik. Kondisi demikian seharusnya menjadi tamparan pahit bagi para pejabat dan politisi di Gresik bahwa industrialisasi di Gresik itu tidak memberikan perbaikan berarti bagi kehidupan masyarakat Gresik, khususnya yang berada di wilayah pedesaan. Lihat saja pembangunan di sekitar wilayah Panceng Gresik, coba perlihatkan, di mana ada pembangunan yang signifikan di wilayah itu, yang sepenuhnya dikelola oleh negara. Dunia pendidikan, perekonomian, kesehatan dan sosial, selama sepuluh tahun terakhir, belum ada perubahan yang signifikan. Bukankah APBD Gresik terus meningkat, tahun 2015 2,4 T dan tahun 2016 3 T, lalu buat apa?

Di dunia pendidikan, untuk mendapatkan pendidikan tingkat SMA yang berkualitas, anak-anak desa harus berbondong-bondong pergi ke Sidayu, Kota Gresik atau Ke Paciran-Lamongan. Saya tidak mengatakan bahwa pendidikan setingkat SMA di sana kurang berkualitas, tetapi dari segi fasilitas jelas jauh berbeda. Pemerintahan Kabupaten Gresik jangankan untuk menyediakan sekolah-sekolah yang berkualitas, untuk menyediakan transportasi khusus anak-anak sekolah saja, saya yakin dengan sepenuh hati pemerintahan Kabupaten Gresik belum mampu. Coba lihat dalam sepuluh tahun terakhir, bagaimana kondisi anak-anak sekolah dari Panceng ke Sidayu atau ke Kota Gresik, harus terus berdesak-desakan dengan penumpang umum dalam angkutan bus Armada Sakti yang semakin tua dan reot. Banyaknya anak-anak desa yang sekolah ke kota menjadi bukti bahwa para orang tua di desa-desa sepakat bahwa pendidikan berkualitas masih belum sepenuhnya bisa didapatkan di desa.

Dalam dunia kesehatan pun juga tidak jauh berbeda. Di wilayah Kecamatan Panceng, seharusnya disediakan rumah sakit berkualitas. Maksudnya berkualitas di sini, dari segi ketersediaan gedung, peralatan medis dan tenaga medis harus memadai. Selama ini masyarakat di wilayah Panceng, ketika sekarat harus menempuh perjalanan panjang untuk dirujuk ke RS Ibnu Sina (Bunder) karena di wilayah itu tidak ada RS yang memadai (peralatan medis atau tenaga kesehatan). Pelayanan kesehatan selama ini hanya di topang 5 puskesmas, klinik kesehatan swasta PKU Muhammadiyah di desa sekapuk, Klinik Amalia (dr. Mohammad Sabri) di desa P rupuh, itu masih belum sepenuhnya memadai, baik secara peralatan medis maupun tenaga kesehatan seperti dokter spesialis.

Seharusnya negara (pemerintahan) Kabupaten Gresik menyediakan rumah sakit yang memadai, mengingat jarak cukup jauh dari kota. Jangan tutup mata dengan menganggap bahwa masyarakat di sana sudah terlayani dan tidak ada gunjingan soal itu. Diamnya mereka karena sudah skeptis soal negara ini. Ketika saya berbincang-bincang dengan teman-teman yang kebetulan bekerja di Malaysia, dengan bangganya mereka cerita soal kemajuan negara singgahannya itu, soal pelayanan kesehatan, perekonomian atau fasilitas-fasilitas umum dan kemudian dengan nyinyir mengkritik habis soal jauh tertinggalnya fasilitas-fasilitas umum kita dan bobroknya pengelolaan negeri ini. Jangan tanya soal nasionalisme mereka, puluhan tahun mereka terus menyumbangkan devisa bagi negara ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun