Keputusan kontroversial Badan Legislasi (Baleg) DPR RI terhadap putusan MK terkait batas usia calon kepala daerah dan syarat pencalonan kepala daerah.
Diketahui, putusan dalam rapat Baleg (21/08/2024) mesti mendapat perhatian luas masyarakat. Protes dan kritik dilakukan warganet Indonesia dengan membanjiri media sosial dengan gambar lambang burung garuda bertuliskan "Peringatan Darurat".
Banyak hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan oleh DPR karena sangat merugikan bagi rakyat, ditambah lagi jika keputusan yang diambil tidak merepresentasikan kepentingan rakyat.
Sementara itu, padahal sebelumnya DPR RI sama sekali tidak pernah secara kilat melakukan revisi UU kecuali untuk kepentingan kekuasaan politik tertentu.
Menurutnya, putusan MA itu tidak ideal dan tidak demokratis serta tidak berkepastian hukum. Karena tahapan pilkada saat ini tengah berjalan yaitu, proses pencalonan gubernur bupati dan walikota serta calon perorangan sudah dimulai.
Sementara ada upaya dari segelintir orang memakai MA persoalan krusial ini. Ini tidak tepat, "Kami melihat tidak ada alasan mendesak untuk merevisi UU Pilkada. Ini aneh karena dipaksakan secara kilat. Putusan MK seharusnya menjadi acuan yang mengikat semua pihak," sambungnya.
Lebih lanjut, Badri secara tegas mengkritik tindakan DPR yang dianggapnya sebagai pembangkangan terhadap konstitusi.
"Adapun dalam melihat problematika ini, putusan MK final dan mengikat semua, baik negara, lembaga negara dan warga. Sehingga putusan MK harus dijadikan rujukan bagi pasal-pasal yang terkait treshold dan batas usia calon di Pilkada serentak 2024". kata Badri.
Terkait peraturan syarat batas minimal usia calon kepala daerah dalam pemilihan umum kepala daerah (pilkada). Pemohonan tersebut dikabul dalam Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 yang diputuskan pada 29 Mei 2024.
 la menilai revisi undang-undang ini sebagai upaya politik semata dan tidak mencerminkan kepentingan rakyat. Keputusan terbaru Baleg DPR Rl mengubah batas usia calon kepala daerah sesuai dengan Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 dan menyesuaikan syarat pencalonan dengan ketentuan partai di DPR RI dan partai nonparlemen.
Maka perlunya perhatian khusus kita sebagai masyarakat sipil. Dengan terus mengawal isu-isu krusial, pengabaian tersebut terus dijalani oleh Presiden dan DPR dengan merevisi sejumlah ketentuan UU Pilkada dalam waktu singkat dan serampangan guna menganulir garis-garis batas konstitusional yang diterbitkan MK, maka seluruh komponen masyarakat jangan mengabaikan revisisi UU Pilkada pada putusan Mahkamah Konstitusi ini.
Sebab keputusan tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak yang menilai langkah tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H