Dr Daniel juga sempat mempertanyakan bagaimana pengalaman selama pengambilan gambar di Samosir. Gynee bercerita kalau mereka melakukannya dengan prihatin, misalnya tidak menginap di hotel tapi tidur di pelabuhan Tomok, tenda dan sebagainya. Tetapi untuk mengirit biaya mereka juga tak berterusterang kepada masyarakat kalau mereka sedang membuat film.
"Kita tau kalau terus terang kita bisa kenak biaya lagi. Sebab tau sendirilah masyarakat ini, kalau mendengar kita mau buat film, pasti kita kenak biaya besar jadinya," ujar Gynee yang didaulat untuk menjelaskan beberapa konsep dan pengalaman membuat film itu menggantikan sutradara yang tidak dapat hadir.
Ayub Badrin dalam sambutannya mengharapkan insan film di Sumatera Utara dapat terus meningkatkan kerjasama dan jaringan kepada pelaku kesenian lainnya untuk membangkitkan perfilman Sumatera Utara yang pernah menjadi salah satu barometer dalam perfilman nasional.
Sebelumnya, film 3 Nafas Likas yang berlatar biografis Mayjen Jamin Gintings itu dikatakan sudah pernah diputar di bioskop di Medan. Namun kabarnya tidak begitu banyak ditonton oleh orang Medan sendiri.
Tentu saja, satu alasan yang ingin dilihat beberapa penonton yang datang pada pemutaran film di TBSU malam itu. Malahan kedengarannya salah satu pemeran dalam film tersebut sengaja hadir. Namun akhirnya hanya duduk di kursi, menonton dua film pendek atau Indie dan mendengar diskusinya sebelum satu film pengganti berjudul: Komandan Jhon Tor.
Thomson HS yang juga hadir dalam acara ini menilai film yang disutradari oleh Robby Saputra dan berdurasi sekitar 10 menit itu cukup komunikatif.
Setting kerja lapangan kepolisian itu dibuat dengan nuansa humor. Komandan Jhon Tor mengarahkan anak buahnya ke suatu lokasi yang mencurigakan, bekas bangunan yang atap dan semua kosen pintu dan jendela sudah tak ada. Yang terlihat di sana mewarnai pencarian adalah mural-mural di tembok.
"Lokasi itu kalau tak salah ada di sekitar Jalan S. Parman Medan, yang pernah dijadikan sejumlah perupa muda Medan dengan nama grup Skala untuk pameran perdana setelah Galeri Tondi dan pemiliknya ke Inggris," ujar Thomson.
Humor di Episode Pertama "Komandan Jhon Tor" adalah pertanyaan yang tertulis dari seorang lebay di lantai atas bekas bangunan itu. Pertanyaan itu dalam bahasa Inggris: Will You merri Me? Tentu saja itu menghibur sejumlah penonton kemudian dengan cerita Komandan Jhon Tor yang tidak jadi bunuh diri dalam episode kedua karena ditolak pacarnya. Film ini memang betul untuk selera humor saja, di samping mengandung perkembangan informasi atas berita penolakan ojek-online.
"Kalau dimaknai dengan film 'Pohon Terkenal' yang baru-baru ini diputar di sebuah bioskop di Medan, soal kepolisian memang dapat menjadi sesuatu yang menarik untuk diangkat ke dalam film," ujarnya.
Wari Al Kahfi juga menjadi salah satu pemeran dalam film "Komandan Jhon Tor" itu. Begitulah.