Mohon tunggu...
Badja Nuswantara
Badja Nuswantara Mohon Tunggu... -

Lihatlah apa yang dikatakan, jangan melihat siapa yang mengatakan [Ali bin Abi Thalib]

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi "The Brave"

4 Desember 2017   13:51 Diperbarui: 5 Desember 2017   19:10 2729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah. Perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." -- Soekarno

Quote Soekarno terbukti benar. Hingga hampir berumur tiga perempat abad, bangsa ini belum mampu memerdekakan dirinya dari oknum-oknum anak bangsa yang bermental antek, bermental penjajah, tamak, serakah. PR berat bangsa, kekayaan negeri digerogoti oknum-oknum pejabat, aparat, politisi & pengusaha hitam. Para perampok, perompak & begal harta rakyat bertampang imut, berperilaku santun bahkan berpenampilan religius berkedok dakwah ternyata penjarah. Anasir-anasir busuk memanfaatkan kebodohan masyarakat, mengeksploitasi agama demi puaskan nafsu syahwat berkuasa, bertahta untuk menjarah harta negara.

Jokowi, BBM Bersubsidi dan Illegal Fishing

Di era SBY, Mabes Polri pernah membentuk tim khusus yang dikomandani Komjen Makbul Padmanegara. Tim kriminal khusus ekonomi beranggotakan perwira-perwira yang di BKO dari beberapa POLDA. Tim ini bertugas melakukan penyelidikan & penyidikan penyelewengan, penyelundupan BBM bersubsidi secara administratif di berbagai daerah di Indonesia.

Singkat cerita, ditemukan bukti kuat indikasi penyimpangan BBM bersubsidi antara lain di Sorong, Kalimantan, Surabaya dan Semarang. Namun yang terjadi, tim ini terpaksa harus berhenti tanpa merilis hasil penyelidikan. Bukan mereka tidak mendapatkan sesuatu, akan tetapi sindikat BBM bersubsidi terlampau kuat. Terlalu banyak oknum dan institusi yang terlibat menjadi hal yang sangat sensitif. Sindikat BBM bersubsidi dari hulu hingga hilir melibatkan oknum pejabat tinggi, petinggi aparat, oknum pejabat Pertamina, pengusaha hitam dan asing.

Penyelewangan, penyelundupan BBM bersubsidi juga menjadi bagian dari sindikat illegal fishing. Ribuan kapal Illegal fishing, lebih tepatnya mereka diundang untuk menjarah. Dilindungi, difasilitasi oknum pejabat & aparat. Bahan bakar kapal-kapal maling ikan disupply oleh sindikat BBM bersubsidi. Entah berapa ratus bahkan mungkin ribu trilyun kerugian negara selama bertahun-tahun.

Tim mabes Polri yang dipimpin Komjen tidak berdaya menghadapi mafia, sindikat BBM bersubsidi dan illegal fishing yang begitu menggurita. Pertanyaan besarnya, dimana posisi SBY saat itu? Kenapa SBY tidak bersikap mendukung langkah Mabes Polri? Tidak tahu atau sungkan atau TAKUT menghadapi sindikat? Wallahua'lam.

Pasca pelantikan Jokowi-JK, hal yang mencengangkan dan sangat fenomenal adalah tindakan Jokowi mencabut BBM bersubsidi. Yang terfikir dalam benak saya saat itu, "GILA! Jokowi punya serep nyawa berapa? Bisa bertahan berapa lama nih orang?" Betapa tidak, Jokowi harus menghadapi isu yang sangat seksi untuk digoreng yaitu pemerintah tidak pro rakyat. Jokowi harus menghadapi kawanan perampok yang kehilangan obyek jarahannya, terusik kenyamanannya, kekhawatiran diungkit kasusnya & dibongkar aibnya. Yang dibabat Jokowi tidak tanggung-tanggung. Mafia sindikat BBM dari hulu sampai hilir serta illegal fishing. Digebuk, disikat habis tak bersisa, dilibas dalam waktu yang bersamaan.

Keberanian, ketegasan dan keteguhan sikap Jokowi mengembalikan kedaulatan ekonomi NKRI bukan hanya memberantas penyelewengan BBM bersubsidi & illegal fishing. Uji nyali yang lain, salah satunya adalah negosiasi perpanjangan kontrak karya Freeport.

Jokowi ditelikung MOU antara freeport dengan pemerintah RI yang ditandatangani SBY beberapa hari menjelang serah terima jabatan presiden. Pada posisi sulit dan tidak mengenakkan, Jokowi teguh menegakkan konstitusi melaksanakan sumpah jabatannya sebagai presiden dengan segala konsekuensinya. Jokowi harus bersikap menjawab ancaman manajemen freeport mem-PHK karyawan lokal, harus bersikap menghadapi ancaman dibawa ke arbitrase internasional. Demi pembagian yang lebih adil & NKRI yang berdaulat, Jokowi "koppig" bergeming.

Sikap "koppig" Jokowi mewujudkan kedaulatan bangsa berimbas pada situasi politik saat ini. Sejarah berulang. Sikap Soekarno teguh tentang freeport, digoyang hingga akhirnya harus lengser. Hal yang hampir sama dengan cara yang berbeda saat ini dialami Jokowi. Tiap momentum digunakan para antek-antek asing untuk memprovokasi aparat agar terjadi kerusuhan.  Dari mulai isu penistaan agama, anti Islam, kriminalisasi ulama, pribumi, PKI, hutang, jual aset, antek aseng adalah bagian dari skenario besar menggoyang & mendeligitimasi Presiden Jokowi.

Provokasi tak henti dilakukan para anasir-anasir busuk negeri. Kita saksikan pengibaran bendera ormas terlarang HTI saat reuni 212. Hal yang disengaja untuk memprovokasi aparat agar bertindak keras. Kekerasan aparat akan dijadikan trigger & legitimasi gerakan kerusuhan dengan tagline Jihad melawan rezim anti Islam. Para oknum elit politisi negeri bukan tidak tahu situasi politik dalam negeri yang sebenarnya. Karena ketamakan, syahwat berkuasa, merekapun latah, berbondong-bondong turut serta aktif menunggangi aksi menggoyang Jokowi. Mereka tidak peduli bahwa tindakan mereka membahayakan negara.

Negara runtuh bukan karena investasi asing atau aseng. Indonesia bisa luluh lantak, hancur lebur karena ketamakan & kepandiran anak-anak bangsa sendiri.

Megawati telah memberi contoh sebagai negarawan yang bijak. Tak berfikir untuk kehormatan keluarga dan kepentingan pribadinya. Memilih Jokowi, semata-mata Megawati melihat kebutuhan dan kepentingan masa depan bangsa. Indonesia harus dipimpin dan ditangan orang yang tepat.

Kata seorang perwira menengah Angkatan udara, karena kecerdasan & nyalinya, Jokowi adalah presiden tergila yang pernah dimiliki Republik Indonesia.

Jokowi "The Brave" telah menunjukkan kelas, karakter & jati dirinya. Presiden yang tulus, santun, taat beribadah, menghormati ulama, sederhana, tidak pernah curhat walau dicaci & dihina, tidak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi, kepala rumah tangga yang baik, merakyat, memiliki etos kerja tinggi membangun negeri, demi bangsa tidak punya rasa takut dan tidak khawatir akan keselamatan diri & keluarganya.

Jokowi "The Brave" sebagai presiden adalah Satrio boyong pambukaning gapura. Satria yang meletakkan dasar kedaulatan ekonomi, pangan, pertahanan sebagai syarat mutlak mewujudkan Indonesia Hebat. Satria pembuka gerbang era keemasan Nusantara yang sesungguhnya.

Semestinya sebagai bangsa, kita harus bersyukur akan ketetapan Tuhan yang berkenan mentakdirkan Jokowi sebagai presiden RI. Bersyukur dengan cara bekerja bersama sesuai bidangnya, mendukung, mengapresiasi program kebijakan yang baik, mengkritik dengan solusi kebijakannya yang kurang dan perlu diperbaiki. 

 Jokowi tidak berambisi untuk yang kedua kali. Yang dia lakukan adalah memanfaatkan waktu sebaik-baiknya berbuat terbaik untuk negeri. Dua periode atau tidak, jabatan adalah ketetapan Tuhan. Kita yang harus berjuang Jokowi untuk kedua kalinya, karena Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu tidak berusaha untuk merubahnya sendiri.

Indonesia negara demokrasi. Ada saat berkompetisi, ada saat mengkritisi, ada saat mengapresiasi demi cita-cita bersama mewujudkan negeri yang gemah ripah loh jinawi.

Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun