"Terima uangnya, jangan pilih orangnya". Adalah kegagalan politik uang tanpa peranserta preman. Seringnya terjadi ketidakpastian penerima politik uang atau penerima komitmen belum tentu memilih calon tersebut. Maka tim berikutnya turun. Yaitu Tim preman yang bertugas memastikan dengan “mengintimidasi” warga yang telah menerima uang atau komitmen untuk jangan coba-coba merubah pilihannya pada hari pencoblosan.
Keresahan & ketakutan warga yang telah terbentuk, opini aparat tidak dapat menjamin keamanan akan mempengaruhi keputusan warga. Pertimbangan ikut ajakan preman kampung, selain merasa aman juga mendapatkan imbalan sesuatu.
Pada hari H pencoblosan, Tim preman dengan pasang wajah sangar berada pada lokasi TPS masing-masing untuk menjemput, mengabsen, mengawal dan memastikan ulang penerima uang itu tidak akan merubah pilihannya. Cara ini terbukti efektif dan telah berhasil memenangkan calon yang tidak dikenal sama sekali oleh masyarakat.
Semoga, SBY dan mungkin calon-calon pilkada yang lain diseluruh Indonesia hanya berhenti pada membangun opini, masyarakat butuh rasa aman. Tidak dilanjutkan pada politik uang dan intimidasi warga menggunakan jasa preman. Karena hal ini jelas akan merusak demokrasi Indonesia sebagai ajang, wahana untuk memilih pejabat yang jujur & bersih.
Jika niatnya suci untuk membangun bangsa, mengapa sebuah jabatan harus didapatkannya dengan cara keji, culas dan curang.
Agar terwujud demokrasi yang sehat dan semakin berkualitas. Perhatikan gerak-gerik RT/RW dan pergerakan preman lokal selama minggu tenang. Tidak ada pilihan lain. Jangan takut! Lawan kecurangan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H