Selasa, 5 Mei 2020 pagi, kita semua dikagetkan dengan sebuah berita: Didi Kempot meninggal dunia. Innalillahi wa innailaihi rojiuun. Sontak beranda media sosial warga net dipenuhi dengan ucapan bela sungkawa dan duka cita. Bukan cuma Sobat Ambyar, Sad Boys dan Sad Girls yang berduka, seluruh penggemar Didi Kempot juga merasa bersedih dan merasakan kehilangan.
Didi Kempot memang fenomenal. Kemunculan musisi asal Solo ini sebenarnya sudah lama yakni tahun 1989. Saat itu penyanyi yang bernama asli Dionisius Prasetyo ini mengeluarkan album pertamanya yaitu Cidro. Sambutan masyarakat saat itu biasa-biasa saja. Bahkan ada yang menganggap album itu gagal mengingat minimnya sambutan masyarakat.
Begitu juga dengan lagu Stasiun Balapan yang ia gulirkan pasca reformasi 1998. Saat itu lagunya memang terkenal dan banyak dinyanyikan orang. Namun pencipta dan penyanyi? Tidak terlalu terkenal, biasa-biasa saja saat itu. Siapa sangka, Didi Kempot dengan musik campur sarinya justru semakin meroket dua tahun belakangan. Penggemarnya bukan hanya dari kalangan orang tua atau yang segenerasi dengannya. Namun banyak dari kalangan anak-anak muda yang menjadi penggemarnya. Mereka inilah yang kemudian menamakan diri sebagai Sad Boys dan Sad Girls. Ini memang fenomenal. Â Â Â Â
Didi Kempot lahir di Surakarta, 31 Desember 1966 dengan nama Dionisius Prasetyo. Darah seninya mengalir dari orangtuanya. Bapaknya, Ranto Edy Gudel adalah seorang seniman tradisional yang dulu sering tampil di TVRI. Kakaknya juga adalah seorang seniman yakni Mamiek Prakoso, pelawak yang tergabung dalam Sri Mulat.
Saat SMP, Bapaknya membelikan sepeda untuk ke sekolah. Namun diam-diam, Didi Kempot menjual sepeda itu dan dibelikannya gitar. Sampai akhirnya dia minta maaf dan mengakui kepada bapaknya kalau sepedanya sudah dijual dan uangnya untuk membeli gitar. Mendengar pengakuan itu, Bapaknya tidak marah. Bahkan mengizinkan Didi Kempot untuk menekuni musik kalau memang itu sudah menjadi keinginan anaknya.
Tahun 1984 penyanyi berambut gondrong itu memulai petualangannya sebagai penyanyi jalanan. Berbekal Ukulele dan Kendang, Didi Kempot mulai mengamen di kota kelahirannya, Surakarta. Ia mengamen di seputaran Stasiun Balapan. Â Setelah tiga tahun mengamen di kota kelahirannya, Didi Kempot ingin mencoba petualangan baru dengan merantau ke Jakarta.
Tahun 1987, penyanyi asal Solo itu mulai mengadu nasib di ibu kota. Bersama teman-temannya, Didi mengamen dari satu tempat ke tampat yang lain. Mulai dari Slipi, Palmerah, Â Senen hinga Cakung. Selepas mengamen, Didi biasanya berkumpul dan nongkrong bersama teman-temannya di trotoar di pinggiran jalan. Dari situlah julukan Kempot disematkan yang merupakan akronim dari Kelompok Pengamen Trotar.
Suatu kali, ia dimarahi seseorang saat mengamen di sebuah rumah di Jakarta. Meski sempat memarahi, orang itu akhirnya memberikan uang yang ia sodorkan melalui jendela. Setelah Didi Kempot pergi meninggalkan rumah itu, tiba-tiba orang yang tadi memarahi keluar dari rumah dan menanggilnya. Didi Kempot kaget, orang itu tak lain adalah Mamiek Prakoso, kakak kandungnya.
Sambil mengamen di jalanan, Didi dan teman-temannya mencoba rekaman. Kemudian rekaman itu dititipkan ke beberapa studio musik yang ada saat itu di Jakarta. Setelah beberapa kali gagal, akhirnya usahanya mampu menarik perhatian Musica Studio. Maka setelah itu, tepatnya tahun 1989 mulailah Didi Kempot mengeluarkan album rekaman. Salah satu lagu andalannya adalah Cidro. Sambutan masyarakat Indonesia terhadap album ini bisa dikatakan biasa-biasa saja. Namun siapa sangka, album inilah yang mengangkat popularitas Didi Kempot di Suriname dan  Belanda.
Berkat kepopulerannya, Didi Kempot mendapat banyak undangan manggung termasuk dari  dua negara tersebut. Pada tahun 1993, Didi Kempot melanglang buana ke negeri seberang nun jauh di daratan Amerika Selatan, tepatnya di Suriname. Berkat lagu Cidro inilah nama Didi Kempot menjadi  sangat populer di negara beribu kota Paramaribo itu. Seperti diketahui, 14% dari penduduk Suriname adalah keturunan suku Jawa.
Ada kisah di balik penciptaan lagu Cidro. Konon lagu ini tercipta dari kisah nyata perjalanan asmara Didi Kempot yang kandas. Jalinan asmara yang dijalani dengan kekasinya itu tak mendapat restu orang tua wanita tersebut. Maka tak heran jika lantunan lagu Cidro begitu menyentuh hati dan perasaan. Berikut liryk lagu Cidro yang begitu menyayat hati.
Â
Wes sakmestine ati iki nelongso,Â
wong sing tak tresnani mblenjani janjiÂ
Opo ora eling naliko semonoÂ
kebak kembang wangi jeroning dodoÂ
Kepiye meneh iki pancen nabiskuÂ
Kudu nandang loro koyo mengkeneÂ
Remuk ati iki yang eling janjine
Ora ngiro jebul lamis waeÂ
Dek opo salah awakku iki,Â
kowe nganti tego mblenjani janjiÂ
Opo mergo kahanan uripku ikiÂ
mlarat bondo seje karo uripmuÂ
Aku nelongso mergo kebacut tresnoÂ
ora ngiro saikine cidro
Petualangan penyanyi yang biasa mengenakan blankon ini belum berhenti. Setelah Suriname, Didi Kempot kemudian menginjakkan kakinya di negeri Kincir Angin, Belanda. Di kota Rotterdam, ia menggarap dan merekam lagu Layang Kangen. Konon, lagu ini ia tulis sebagai ungkapan rasa kangen terhadap orang yang ia cintai saat ia berada jauh di luar negeri. Berikut lirik lagu Layang Kangen.
Layangmu tak tompo wingi kuwi
Wes tak woco opo karepe atimu
Trenyuh ati iki moco tulisanmu
Ora kroso netes eluh neng pipiku
Umpomo tanganku dadi suwiwi
Iki ugo aku mesti enggal bali
Ning kepiye maneh mergo kahananku
Cah ayu entenono tekanku
Ora maido sopo wong sing ora kangen
Adoh bojo arep turu angel merem
Ora maido sopo wong sing ora trenyuh
Ora kepethuk sak wetoro pengen weruh
Percoyo aku, kuatno atimu
Cah ayu, entenono tekaku
Kreativitasnya sebagai musisi tak bisa berhenti. Pada tahun 2000-an, berbagai lagu kembali ia ciptakan. Namanya kembali meroket di tahun 2013 setelah mengeluarkan album Kalung Emas. Disusul kemudian Suket Teki pada tahun 2016 dan yang paling anyar adalah TATU pada tahun 2019. Selain ia bawakan sendiri lagu Tatu juga dinyanyikan oleh Arda, penyanyi cilik tuna netra. Â Â
Perjalanan karier Didi Kempot yang panjang dan penuh liku, membuatnya tetap rendah hati. Meski sekarang bisa dikatakan sudah sukses, ia tidak sombong. Didi Kempot memperlakukan para penggemarnya layaknya sahabat. Dia juga tak jarang mengajak penggemarnya untuk bernyanyi bersama di atas panggung. Dia juga sering memberikan motivasi kepada para penggemarnya untuk tidak mudah menyerah dan terus berkarya.
Tanggal 11 April 2020, ia menginisiasi Konsel Amal dari Rumah yang bekerjasama dengan Kompas TV. Dari konser yang berlangsung tiga jam dan dipandu oleh Rosiana Silalahi itu berhasil terkumpul donasi 7,6 milyar. Dia menolak honor yang ditawarkan oleh panitia. Bahkan ia juga membiayai sendiri kegiatan konser dari rumah itu. Ia memang benar-benar meniatkan konser amal itu untuk disumbangkan kepada korban dampak covid-19.
Sebelum berpulang, ia menciptakan lagu Ojo Mudik, Jangan Mudik. Lagu ini berisi himbauan bagi para perantau untuk tidak mudik tahun ini karena ada wabah covid-19. Video klip lagu ini diambil di halaman Loji Gandrung, Solo. Dalam video klip itu, Didi Kempot berkolaborasi dengan Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, Dandim 0735 Surakarta, Letkol Infantri Wiyata Sempana Aji, dan Kapolresta Surakarta, Kombes Pol. Andy Rifai. Lagu ini rupanya lagu terakhir yang ia persembahkan kepada penggemarnya sebelum ia berpulang, Selasa, 5 Mei 2020.
Selamat Jalan, Sang Maestro Campursari Didi Kempot. Karyamu Abadi dan akan selalu dikenang.