"Pak Badiyo gak ikut Rafting?", tanya seorang teman.
Sejujurnya, kalau lihat teman-teman naik perahu karet menyusuri sungai, hati saya ini gak karuan rasanya. Pikiran melayang ke masa silam. Saat usia masih belasan, hampir tiap hari saya main di sungai. Bahkan sejak masih di SD.
Rumah orangtua saya dulu memang dekat dengan sungai Serayu. Sekitar dua ratus meteran lah. Di Desa Kembangan, Kecamatan Bukateja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Kampung itu dlewati sungai yang cukup besar, Serayu. Ya, sungai yang membentang dari dataran tinggi Dieng di Wonosobo mengalir melewati wilayah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan akhirnya bermuara di Cilacap.
Walaupun memang kondisi sungainya sedikit berbeda. Tidak ada batu-batu besar di sungai Serayu di kampung saya. Ini berbeda dengan sungai Cisadane di Caringin Bogor yang banyak batu-batu besar.
Dulu saat saya main di sungai gak pakai alat bantu apa pun. Kalau pun ada alat bantu, Â paling-paling pakai ramon. Tahu apa itu ramon? Ya, ramon adalah batang pohon pisang. Satu batang pohon pisang dipotong bisa jadi dua atau tiga bagian.
Ramon itulah yang dipakai anak-anak kampung untuk menyusuri sungai. Ramonan kata anak-anak di kampung saya dulu. Tapi itu jarang. Anak-anak kampung lebih sering bermain di sungai tanpa alat apapun. Â
Ya, tapi itu dulu, saat saya masih usia belasan tahun. Sekarang, saya harus sadar diri. Kondisi fisik sudah jauh berubah. Â Terlebih, jauh-jauh hari istri sudah wanti-wanti. "Gak usah ikut-ikut permainan ya! Permainan apa pun gak usah ikut. Inget usia kita, gak muda lagi!" pesan istri.
Terima kasih, istriku, Retno Utari sudah mengingatkan. Kalau gak, mungkin saya ini gatel liat teman-teman main rafting. Bawaannya pengin nyebur aja. Hahaha. Habis, inget dulu waktu masih anak-anak di kampung. Main di sungai itu mainan saya. Kalau kata anak sekarang, "Gue banget" itu. Hahahaha. Tapi ya sudah lah, apa boleh baut.
Salam,Â