[caption caption="Gua Pindul"][/caption]
Bagi penulis amatir dan pemula yang belum pengalaman seperti saya, menulis di Kompasiana itu ibarat menulis di dalam gua. Sunyi, sepi, senyap. Jangankan apresiasi dan komentar, yang sudi membaca saja nyaris tidak ada. Kalau pun ada, sepertinya mereka tidak sengaja. Hanya membaca sepintas sambil mereka lewat. Jika ditilik, direnung dan dirasa, memang terkadang menyakitkan. Tapi kita harus sadar diri bahwa mungkin tulisan kita memang belum berkualitas.
Maka sambil belajar dan memperbaiki kualitas tulisan, kita juga harus meluruskan niat. Niat dalam menulis. Jika niat kita menulis di Kompasiana karena ingin berbagi dan menyampaikan kebaikan, insya Alalh akan kuat dan bertahan. Namun jika niat kita menulis di Kompasiana karena ingin populer, terkenal seperti artis, atau biar diakui sebagai intelek dan cendekiawan, dan sejenisnya, ya siap-siaplah. Akan mudah untuk patah semangat, kecewa dan putus asa. Bukan tak mungkin, lambat laun akun Kompasiana dia tinggalah nama.
Berbeda jika seseorang menulis di Kompasiana karena ingin berbagi dan menyampaikan kebaikan, dia akan kuat bertahan. Menulis karena ingin berbagi itu menyenangkan. Berbagi informasi, berbagi ilmu pengetahuan termasuk berbagai semangat. Ingat semangat itu cepat menular. Maka jika kita punya semangat, berbagilah. Karena tanpa kita ketahui, banyak orang di luar sana yang sedang butuh semangat. Mereka akan sangat senang dan berterima kasih jika kita berbagai semangat.
Begitu juga jika kita punya informasi, berbaglah. Mungkin kita punya jadwal kualifikasi piala eropa, piala champion dan jadwal sepak bola lainnya. Apalagi jika kita punya jadwal sholat untuk bulan ini misalnya atau informasi tentang tanaman-tanaman yang berkhasiat obat atau obat herbal. Bisa juga daftar resep masakan, ini pasti banyak orang yang membutuhka. Atau informasi-informasi penting lainnya. Diantara sekian ribu teman kita di dunia maya, pasti ada yang membutuhkan informasi itu.
Apalagi jika kita memiliki keilmuan, keahlian atau kepakaran di bidang tertentu. Ahli di bidang IT misalnya. Di zaman informasi seperti searang ini di mana perkembangan teknologi informasi begitu cepat, betapa banyak orang yang membutuhkan hal-hal terkait IT. Atau mungkin ada yang pakar di bidang hadist karena lulusan UIN jurusan Tafsir Hadist Khusus misalnya. Akan banyak pembaca yang senang dan membutuhkan kupasan tentang berbagai hadits. Termasuk yang punya ilmu komunikasi. Komunikasi Pemasaran misalnya, dan ilmu-ilmu lainnya. Pendek kata, berbagilah. Tentu yang dimaksud berbagi dan menyampaikan kebaikan, bukan sebaliknya.
Jika penulis punya niat seperti itu, berbagi dan menampaikan kebaikan, maka dia akan kuat dan bertahan. Dia sadar bahwa tugasnya hanyalah sebatas berbagi dan menyampaikan kebaikan. Diterima atau tidak niat itu, bukan lagi kewenangannya karena itu sudah menjadi urusan Yang di Atas. Dia juga sadar bahwa niat baik belum tentu diterima dan dianggap baik. Karena itu dia siap jika niat baiknya justru mendapat celaan dan hinaan.
“Memangnya Anda ini siapa? Wong baru belajar menulis kemarin sore, sok tahu nulis ini nulis itu.” begitu kata orang. Ada lagi yang mengomentari, “Lha buat apa baca tulisan Anda, tulisannya ngga bagus, garing, tidak berisi. Tulisan ecek-ecek, ngapain dibaca” dan berbagai hinaan lainnya. Jadi jangankan berpikir untuk menjadi HeadLine, HighLight atau sejenisnya. Apalagi kalau cuma sepi pembaca, tak ada komentar atau rating, itu kecil. Dihina saja dia tidak peduli. “Biar Anjing Menggonggong, Kafilah tetap berlalu” begitu pepatah yang dia pegang.
Menulis dengan niat berbagi dan menyampaikan kebaikan itu bisa disebut sebagai penulis sejati. Dia itu memang ibarat pertapa di dalam gua. Senantiasa mencari ilmu baru dan juga sambil terus melatih ilmu kanuragan (menulis). Dia tidak terusik meski di luar gua penuh dengan hiruk piuk dan lalu lalang orang. Dia juga tidak tergiur dengan berbagai embel-embel duniawi: terkenal, ngetop, favorit, HL dan sejenisnya. Menulis hanya untuk berbagi dan menyampaikan kebaikan. Dia akan tetap menulis tanpa peduli apa kata orang lain tentang dirinya. Dia akan tetap menulis walau harus menulis di dalam gua, yang sunyi dan senyap, juga pengap.
Salam Menulis,
Foto: Gua Pindul (Koleksi pribadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H