Mohon tunggu...
BADINUR RASYIDIN
BADINUR RASYIDIN Mohon Tunggu... Freelancer - Trying to reach something

saya adalah gamers dan writer, mencintai segala sesuatu yang pedas :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"The Cruel World of Reality"

21 Juli 2019   07:02 Diperbarui: 21 Juli 2019   07:11 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
redbubbles.com (near cliff)

Hidup memang terkadang seperti cerita sinetron, terkadang benar benar ada antagonis yang selalu melakukan tindak jahat kepada Anda. Dinamika kehidupan berhasil membuat saya tertawa dalam kepedihan, tapi saya bersyukur atas guratan takdir yang di buat oleh Nya, manis getir hidup sudah saya cicipi. Dan detik demi detik masa ini seakan bagaikan khayalan saja. 

Sedikit kisah tentang perjalanan hidup seorang anak yang dari kecil ia memiliki 3 saudara, si kaka pertama yang selalu mengontrol dan mengekang, kaka kedua yang pemberontak memiliki keinginan untuk selalu bebas dengan jalannya serta kaka ketiganya yang jadi rekan si anak kecil ini walaupun sering terjadi pertengkaran antara kedua anak ini. 

Waktu berjalan dengan sangat cepat, hari harinya di penuhi dengan trauma trauma dan ketakutan akan amarah kaka pertamanya. Kaka pertamanya ini telah mengambil peran Tuhan di keluarga ini bahkan ayahnya pun tak sanggup untuk melawannya. 

Hingga si anak ini sudah memasuki jenjang sekolah menengah pertama, ia bersekolah di sekolah swasta karena memang tidak pernah di berikan edukasi tentang pentingnya pendidikan. Yang ada hanya bualan tentang spiritual spiritual bodoh, dengan iming iming bila melakukan ini akan mendapatkan itu, seakan tanpa berkerja pun uang akan datang dengan sendirinya. 

Tak tahu bagaimana cara bersosialisasi bahkan tak tahu cara untuk mencintai. Ia pernah jatuh hati kepada seorang wanita di sekolahnya tapi sayangnya karena kebodohan pengetahuan tentang cintanya, ia melepaskan wanita itu tanpa berpikir panjang. 

Di saat krisi ekonomi karena ayah anak ini berhenti berkerja ia harus menangung beban berjualan, sedangkan kaka pertamanya ini hanya menikmati hasil keringatnya saja. 

Sedangkan kaka keduanya berkerja di bengkel serabutan, seakan kemalangan tidak pernah lepas dari anak ini, hasil kerja keras kaka keduanya ini yang seharusnya bisa ia nikmati bersama keluarganya hanya di nikmati oleh tantenya saja. 

Memang sejak memutuskan untuk berontak kaka keduanya jarang datang kerumah jadi ia lebih memilih menitipkan uang itu melalui tantenya, satu kata yang terbayang di benaknya adalah tragisnya hidup ini. 

Lambat laun perekonomiannya kembali stabil, tapi seperti yang saya bilang di awal bahwa memang kehidupan ini sungguh lucu. Ketika kita sedang asyik asiknya menikmati kenyamanan hidup berkecukupan maka saatnya berganti lagi kedalam ujian. Begitupun si anak ini, kali ini entah karena apa tiba tiba ia harus pindah tempat tinggal ke pedesaan terpencil dari asalnya ia adalah anak kota. 

Tentu saja dengan keadaan ekonomi yang kembali minus lagi. Ia hanya makan sehari sekali itupun kalau ada, apabila tidak ada harus hanya puas dengan minum, anehnya kaka pertama dari anak ini hanya menyarankan untuk mendatangi kuburan sebagai solusi. Gila memang tapi apa daya ia hanya seorang anak kecil, yang belum bisa berpikir jernih. Hari hari di lalui dengan kepayahan yang sangat,  

Ia hanya berharap kapan akan bisa bebasa dari cengkraman kaka pertamanya ini. Dan bisa memulai kehidupannya sendiri tanpa takut akan kehadiran dari kakanya. 

Bahkan ia tidak bisa memutuskan suatu hal karena semua telah di putuskan oleh kakanya ini, apabila ia berpendapat maka hanya caci dan makian yang ia dapatkan, padahal dalam kenyataan kaka pertamanya ini sama sekali tidak berjasa apa apa dalam hidupnya. 

 

Sekian dulu untuk saat ini , terimakasih sudah mampir.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun