Tetapi itu dulu, siapa yang akan tetap terpaku pada kecantikan jika badan tidak menunjang?. Sudah banyak pengobatan yang diusahakan. Tapi tak berujung ada hasil yang memuaskan. Putus asa sudah barang tentu diujung mata. Tapi tiba-tiba ada lelaki tua yang datang melihat keadaannya. Ya, dia adalah Mbah Tawi, juru kunci desa. Mbah Tawi melihat kondisi Elok sambil mendengarkan kisah dari mana mulainya kemalangan ini terjadi. Pada akhirnya sampai pada titik mimpi yang diterimanya di malam jahanam sebelum acara pernikahannya. Sambil mengusap jenggot putihnya yang kira-kira sudah 3 cm itu, Mbah Tawi jadi ingat sesuatu.
"Begini, aku rasa perempuan tua yang kau lihat di mimpimu itu adalah Mbah Rebona. Dia adalah perempuan yang tidak menikah semasa hidupnya," ungkap Mbah Tawi dengan hati-hati. Suasana kamar yang kira-kira hanya berukuran 3x4 meter itu tiba-tiba menjadi tegang seketika.
"Dia tidak menikah bukan karena tidak mau, tapi karena pernah dilecehkan oleh laki-laki bejat dari seberang desa dan itu menjadi trauma baginya," lanjut Mbah Tawi menjelaskan.
Setelah berucap seperti itu, tiba-tiba bulu kuduknya berdiri dibarengi dengan kucuran keringat yang menetes melewati pelipisnya.
"Coba ceritakan silsilah keluargamu, nak," pinta Mbah Tawi dengan nada serak kepada suami Elok yang kala itu duduk di ujung kakinya.
Kaget tak kepalang, ternyata suaminya memiliki garis keturunan dari desa larangan. Disebut demikian karena memiliki riwayat menyayat dengan nenek moyang. Wajar saja Elok dan keluarga tidak mengintrogasi calonnya, karena memang mereka bukan asli warga desa. Tapi kalau kau bertanya apakah riwayat menyayat itu? aku pun tidak tahu. Lanjut... dengan mata agak terbelalak dan nafas yang sudah berantakan, Mbah Tawi memberikan saran.
"Coba kamu pergi ke jembatan yang menghubungkan desa ini dengan desa larangan. Di bawah jembatan itu ada sumur kecil, ambil segelas air dari sana," Mbah Tawi menegaskan untuk bersegera.
Dengan sedikit rasa heran tapi sudah tidak ada waku bertanya apalagi bergumam. Akhirnya dia segera pergi sambil membawa botol air yang kosong dan berharap ikhtiar kali ini dapat menjadi jalan bagi kesembuhan istrinya.
Setelah berjalan kira-kira 15 menit lamanya, bertemulah suami Elok pada sebuah sumur sesuai petunjuk Mbah Tawi. Dia lekas menimba dan meletakkan air tersebut ke dalam botol yang sudah dibawanya. Tak sabar membawa air ke rumah, akhirnya sampailah Ia.
Mbah Tawi yang sedari tadi masih menunggu di rumahnya, cepat-cepat meminta air sumur tersebut. Dengan gemetar mbah Tawi mendekatkan bibirnya ke bibir botol seraya membaca beberapa kata. Ah, entahlah mungkin itu semacam mantra. Kemudian, diberikanlah air itu untuk diminum Elok.
Suasana menjadi hening. Ibunya mulai memegang erat tangan Elok. Menatap dalam-dalam mata putrinya. Mengisyaratkan keinginan penuh akan datangnya sebuah keajaiban. Seraya pasrah dengan cobaan yang diberikan tuhan.