Mohon tunggu...
Namira ZahrahR
Namira ZahrahR Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Hi, I am a communication student who interested in Communication, and photography. In collage, I love to interact with others. I am highly motivated, confident, and energic. My skills are good at social media, and speaking in public.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketidaksengajaan adalah Sumber Rezeki

8 Desember 2023   00:21 Diperbarui: 8 Desember 2023   00:39 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bob atau Faizal Budiman merupakan laki – laki asal Bandung, lahir dan tinggal Bandung hingga saat ini. Kini ia sudah menginjak kepala tiga. Berlatarbelakang dan berkecimpung di dunia Seni di waktu yang lumayan lama namun ternyata “banting setir” menjadi seorang pengusaha dengan ketidaksengajaannya. Lahir di keluarga sederhana, tak disangka saat ini Bob sudah mencapai titik dimana orang – orang menginginkan posisi yang dialaminya. 

Sejak menginjak bangku SMA tahun 2008, Bob sudah tertarik dengan musik. Bergabung di sebuah komunitas Seni Musik yang berada di salah satu kampus di Bandung, Universitas Pasundan. Komunitas tersebut bernama Bandung Percussion Community. Bob mengakui pada saat itu memang sedang senang – senang nya dengan musik. 

Sempat goyah, Bob awalnya berniat untuk masuk ke Sekolah Tinggi Pariwisata NHI karena Bob juga merasa bahwa ia memiliki keahlian di tata boga. Namun seiring berjalannya waktu, Bob semakin menyukai Seni Musik. Bob juga sudah riset kampus kampus seni di Bandung. Yaitu Seni Musik Universitas Pasundan, Seni Musik Universitas Pendidikan Indonesia dan Seni Karawitan Institut Seni Budaya Indonesia. 

Namun sayangnya, di Institut Seni Budaya Indonesia tidak ada Musik Barat. Dengan rasa penasaran, Bob mencoba daftar di ISBI, dan ternyata ada musik yang menurutnya berbeda dan menarik, dan akhirnya ada sebuah ketertarikan di Budaya. Masuk tahun pertama di tahun 2010 dan mendapatkan gelar di tahun 2015. Sebelum kuliah Bob pernah menjadi Manager di sebuah Perkusi yang Bernama Pancasura Ethic Percussion and Ladies Percussion Community di tahun 2009. 

Source: Instagram Balaruna.music
Source: Instagram Balaruna.music
Pancasura ini adalah grup musik dan memiliki genre Ethic Percussion yang memadukan antara Jazz dan juga perkusi. Bob juga menjadi Manajer yang dimana Ia pun merupakan salah satu personal didalamnya juga. Bogasora Percussion. Impian Bob pada saat kuliah adalah membuat agensi yang di dalamnya berisis talent mahasiswa ISBI. Dan terealisasikan, bernama Touch and Play Percussion. 

Sayangnya, personil dari perkusi – perkusi diatas sudah tidak aktif lagi. Namun jika memungkinkan, mereka masih saling bertemu. Bob juga mengungkapkan bahwa personilnya merupakan kerabat terdekat bahkan hingga sekarang menjadi partner bisnis yang sedang dijalani. 

Ternyata pada saat menginjak perkuliahan, Bob sudah memikirkan persoalan dan ketertarikan bisnis. Sekitar 2013, Ia pernah merasa dan membayangkan bahwa suatu hari nanti, musik akan berhenti. Bob merasa sebagai musisi kedepannya pasti akan teregenerasi. Bob juga memberi ilustrasi bahwa semakin tua musisi maka akan semakin mahal juga bayarannya. Bob berpikir ditahap dimana aka nada masanya personil sebuah grup band akan melanjutkan hidupnya masing – masing. Dari situ, Bob memutuskan untuk memulai bisnis berawal dari Wearbobe secara ketidaksengajaan. 

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Pada tahun 2008 sedang gempar dan ramai diperbincangkan tentang Emo. Dengan kekhasan gaya pakaian yang mencolok dan rambut lurus menutupi ¾ wajah. Teringat disaat itu, Bob merasa malu karena hanya Ia yang memiliki rambut yang keriting. Akhirnya dengan perasaan itu, Bob mengakali dengan sebuah topi untuk menutupi rambutnya. Dan ternyata mulai menyukai topi vintage yaitu flat cap. Beruntungnya Bob menemukan satu produk topi yang menurutnya paling proper di suatu Mal di Bandung, Ciwalk. 

Namanya Mars and Venus. Ia membeli tiga buah topi dari brand tersebut yang dibandrol sekitar Rp. 120.000. Tentunya terbilang cukup mahal bagi Bob di usia bangku sekolah. Namun sayangnya, usut punya usut ternyata di tahun 2010, toko tersebut bangkrut dan akhirnya tutup. Sangat disayangkan, mencari lagi karena topinya sudah tidak layak dipakai bahkan ada yang hilang. Dari situlah, Bob berpikir untuk membuat topi sendiri untuknya. 

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Boo! Bob bertemu seorang penjahit topi pada tahun 2014. Dengan ketidaksengajaan (lagi) di sebuah gang di daerah Cigondewah setelah survei banyak dari beberapa penjahit topi. Hanya penjahit tersebut lah yang mampu membuat topi tersebut. Penjahit tersebut pun mengaku bahwa Ia bahkan belum berani menjual ke orang lain dan hanya dapat membuat untuk sample saja. Akhirnya, cocok hingga kini menjadi penjahit di Wearbobe milik Bob. Di tahun awal Wearbobe resmi untuk diperjual-belikan, Bob mengaku bahwa penjualan memang berasal dari orang – orang terdekatnya dahulu. Bahkan menjual paksa. Sampai – sampai terus menawarkan ke teman dengan tawaran diskon harga teman. 

Semua itu karena pada tahun 2015 – 2016 Bob masih berhutang kepada penjahit tersebut, apalagi kalau bukan keterbatasan modal yang Bob miliki. Dengan kebesaran hati, penjahit tersebut memperbolehkan untuk membawa topi – topi nya. Dengan rasa Iba dan kebesaran hati penjahit, melihat Bob sedang menempuh tugas akhir. Sambil berjalan dan topi – topi terjual hingga bisa balik modal kemudian membuat topi lagi. Ternyata puncak omsetnya ketika belum ramai kompetitor dengan produk serupa di tahun 2017 – 2018. Bob dari awal sangat concern pada produk yang Ia akan jual, sangat detail. Topi nya dimasukkan ke dalam pouch bag dulu, kemudian setiap topi akan mendapatkan stiker lalu di packing dengan boxnya. Ia menerapkan kekonsistenan dari dulu. Bahkan hingga saat ini, Wearboobe itu limited. 

Jika sudah dibuat, maka tidak akan direpeat. Karena Wearbob menggunakan bahan Wol yang dimana, di Indonesia tidak ada tempat yang membuat kain wol. Jadi, jika ingin warna yang komplit harus Import. Namun pada saat itu, Bob menemukan sejumlah kain wol di Cigondewah, tetapi ternyata sisaan dan hanya ada setengah roll. Dengan konsistensi menggunakan bahan yang bagus, maka Wearbobe memutuskan untuk menjadikan produknya limited. Ternyata demand topi – topi Wearbobe semakin tinggi di 2017. 

Toko Wearbobe/Dok Pribadi
Toko Wearbobe/Dok Pribadi

Bob tergiur untuk membuka gerai toko layaknya brand – brand lain. Namun kapasitas modal yang Bob miliki belum mampu. Bob sudah survei beberapa tempat untuk menyewa. Seperti Gudang Selatan dan Trunojoyo. Ternyata harganya tidak beda jauh. Bob masih belum kuat. Akhirnya Bob dan Robby (rekannya) memutuskan untuk menyewa sebuah toko di Pasar Kosambi karena harga sewa yang sangat murah, sekitar sepuluh persen lebih murah daripada yang lainnya. Lalu Bersatu dengan pedagang lainnya di lantai 1 Pasar Kosambi. 

Satu tahun berjalan, pada tahun 2018, Ia dan Robby memutuskan untuk menyewa dan membeli sejumlah tempat di Lantai 2 Pasar Kosambi yang kebetulan yang sudah tidak terpakai. Mulai dari membuat sebuah perizinan Kelola, dan meminta persetujuan ke warga sekitar hingga ke orang yang memilki wewenang. Dengan niatan untuk mengajak teman – teman brand yang belum memiliki toko dan modal yang minim untuk bergabung bersama. Akhirnya The Hallway menjadi sebuah kenyataan. 

Source: Instagram Bob
Source: Instagram Bob

Berangkat dari sebuah lorong kosong, Bob, Robby dan rekan lainnya telah yakin menjadi kan The Hallway menjadi wadah dan ide bagi para pemangku brand. Sayangnya, Pembangunan terpaksa harus dihentikan. Dari mulai Mei, Juni hingga Juli karena insiden kebakaran. Adapun memasuki tahun 2020 dimana pandemi mulai terjadi di Indonesia. Jika dihitung secara riil, maka pembangunan terhidung satu setengah tahun. Kemudian Launching di bulan Oktober 2020. Dimulai dengan tokonya, Wearbobe dan rekannya, Robby membuka toko sepatu. Hingga dari tahun ke tahun hingga hari ini terhitung ada 40 brand (tidak termasuk tenant FnB) yang menyewa tenant yang ada di Hallway Space dengan harapan untuk sama – sama berkembang di bidangnya. 

Source: Instagram Bob
Source: Instagram Bob

Terbilang pengusaha yang sudah sukses, Bob tetap ingin dipandang menjadi orang biasa dan bahkan Ia ingin orang – orang tidak mengetahui siapa Bob sebenarnya. Namun Bob sendiri mengakui pada saat awal merintis perilaku “Ingin dikenal” tentunya ada. Namun seiring berjalannya waktu, Bob semakin menyadari hal itu tidak perlu dilakukan. Kini Bob memiliki beberapa Usaha yang sudah dijalankan. Plot twist nya adalah sebuah bisnis ini adalah bergerak dibidang Food and Bevarages yang diawal sempat Ia mention bahwa memang dirinya merasa memiliki keahlian di hal tersebut. Sambil Wearbobe dan The Hallway berjalan, Bob mencoba untuk membuat Bakmi yang merupakan makanan kesukaannya. Dengan ketidaksengajaan lainnya, akhirnya Bob membuat Bakmi yang bernama Bakmi Badami. 

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Badami adalah produk Covid, produk Isoman karena pada saat itu, dirumahkan. Mencoba untuk share di Instagram dan membuat Pre – Order, akhirnya memutuskan untuk bisa reservasi di rumahnya sendiri. Dengan sistem reservasi inilah, menjadikan Badami terbatas. Namun tidak disangka permintaan semakin melonjak. Banyak diantaranya meminta Bakmi Badami untuk membuka Badami diluar bahkan tidak sedikit yang menawarkan untuk Franchise atau Kerjasama. Namun dengan idealismenya, Bob dan Istrinya, Kadit, tidak ingin menu Badami diketahui orang lain selain mereka. Namun untuk mengkabulkan permintaan, Bob membuat deck atau sebuah presentasi singkat yang memberikan gambaran terkait rencna bisnis apa yang sedang dilakukan. 

Source: Instagram Mi Upami
Source: Instagram Mi Upami

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Munculah Bakmi Upami. Bakmi Upami dibuat menjadi secondbrand dari Badami. Jadi Upami adalah sebagai bentuk contoh ke orang – orang jika ingin membuka kemitraan dan kerjasama, dapat dilakukan. Karena Badami memang tidak bisa. Memuncaknya beberapa usaha yang dilakukan oleh Bob, Ia menyadari bahwa kelancaran dari usahanya akan lebih efektif dengan adanya tim. Dahulu, Wearbobe selama bertahun – tahun Ia turun tangan sendiri. Namun dengan semua Ia lakukan sendiri, maka rezeki yang Ia dapat pun tidak meningkat signifikan. Ternyata semakin banyak orang yang bergabung menjadi timnya, Rezeki yang Ia dapatkan semakin banyak. Termasuk Upami, dengan awalnya hanya 3 orang, kemudian menjadi 6 orang. “Selain pekerjaannya menjadi lebih mudah, rezekinya pun menjadi melebar”, Ucap Bob.Adapun beberapa pencapaian yang Bob belum realisasikan. 

Membuat sebuah Compund Space dan berharap bahwa isi dari Compoun tersebut milik usahanya sendiri. Dengan beberapa ragam bidang seperti FnB hingga Fashion. Satu kesulitan yang hingga saat ini Bob alami adalah Malas. Rasa malas begitu erat kaitannya dengan kegiatan yang akan dilakukan. Masih juga menjadi musuh terberat. Bob mengaku bahwa Ia tidak luput dari kemalasan hingga saat ini. Namun Bob juga punya kunci ajaib yang dipegang olehnya, yaitu Konsisten dan tekun. Ia pernah membaca sebuah artikel. Artikel tersebut mengatakan bahwa kita memang harus mencoba ke berbagai titik untuk mencapai kesuksesan, sebagaimana Bob lakukan ketika Ia memutuskan untuk membuka Wearbobe, Hallway, Badami, Upami dan lainnya. Dengan konsisten, Bob menemukan dimana titik yang menjadi “turning point” untuk bisnis yang Ia jalani. Mana tahu ternyata Upami lebih melesat sekarang secara omset dibanding Wearbobe. Itu semua Ia lakukan dengan menerapkan sebuah kekonsistenan. Berbisnis sama dengan mempertaruhkan mental. Mental rugi khususnya. Bob tak mengulang berkali – kali soal mental rugi. Tapi selain daripada itu, ternyata, ada yang lebih penting, yaitu memulai. Ya benar, mulai. Ketika kita memang ingin berniat berbisnis, mulai dulu. Karena konsep akan terbentuk seiring berjalannya waktu. Setelah memulai, maka pertahankanlah, harus siap dan berani berteman dengan sepi, tetap pertahankan jika memang produk yang kita representasikan layak. Bob juga memiliki pandangan tersendiri kepada bisnis – bisnisnya. Ia menganggap bahwa bisnis itu anak Memang agak klise namun seperti itulah pandangan Bob. Dari awal memutuskan untuk mendirikan Wearbobe, bukanlah sebuah ‘bisnis’ yang benar – benar bisnis. Namun Bob melihat sosok atau seseorang. 

Source: Instagram Bob
Source: Instagram Bob

Meskipun tidak begitu besar, namun dapat bertahan hingga 8 tahun lamanya. Wearbobe juga mengihidupi. Berawal dari membesarkan Wearbobe, muculah ‘anak – anak’ lain. Hallway, Badami, Upami dan lain – lain. Dan yang tidak boleh dilakukan adalah meninggalkan. Bisa – bisa nyawanya hilang. Meskipun sudah bisa berduru dan berjalan sendiri, tetap harus ditengok. Diurus dengan cinta dari kecil, dikasih makan, dibesarkan, bertambah besar dan tetap harus diperhatikan perkembangannya. Jangan sampai ditinggal. 

Dengan menjalankan bisnis, Bob merasa adanya perkembangan dalam dirinya. Menjadi pribadi yang bertanggung jawab itu sudah pasti, namun Ia merasa bahwa sekarang semakin bisa melakukan banyak hal di satu waktu, atau disebut juga multitasking. Dapat mengatur waktu juga adalah keahlian. Tidak semua orang dapat melakukannya. Selain itu, secara personal, Ia menyadari jaringan koneksinya dengan orang lain semakin melebar dan kuat dan dari segi pengetahuan juga tentunya bertambah, yang sebelumnya tidak tahu, sekarang menjadi tahu. Dibalik semua huru – hara yang terjadi dikehidupan Bob, ada satu hal yang menarik. Faktanya, keluarga Bob sendiri tidak mengetahui kesibukan Bob hingga tahun kemarin. Hanya segelintir orang yang mengetahui termasuk Ibu nya. 

Bob memang tidak berniat untuk memberitahu karena Bob merasa bahwa keluarganya tidak memegang koin keberuntungan dan sendok emas. Meskipun dalam materi sudah cukup, namun perasaan itu melekat di diri Bob. Bob berpangku tangan dengan Ibunya karena orang tua Bob bercerai. Setelah sekian lama, ada suatu waktu yang mungkin sudah menjadi waktunya keluarga besar Bob mengetahui usaha yang Bob jalani. Pertanyaan yang terus berputar di kepala Bob mengenai Bisnis yang Bob jalani, membuat Bob memutuskan untuk mengajak mereka untuk akhirnya memberitahu yang sebenar benarnya. Pujian tak kunjung berhenti. Sampai Ia merasa tidak enak atas pujian – pujian yang Ia dapatkan dari hasil usahanya sendiri. Tapi dengan bangga, Bob bisa menaikkan derajat orang tuanya sekarang. Sayangnya, kisah cinta Bob tidak begitu mulus pada saat itu. Ia mengalami putus cinta di tahun 2018 setelah menjalani hubungan hampir 8 tahun lamanya. Dengan harapan dapat menikah di umur yang Ia telah targetkan. Harapannya di umur yang ke 30, Ia dapat menikah. Memang menjalani hubungan selama apapun tidak menjamin akan naik ke pelaminan. Namun takdir berkata lain. Ia bertemu dengan Wanita yang sudah menjadi Istri sekaligus teman dalam perjalanannya. Kadit namanya. Meski Kadit yang jatuh hati kepada Bob terlebih dahulu, nyatanya itulah cinta sejati yang mereka jalani hingga kini. Menariknya, Kadit memang tertarik dengan lelaki berdarah seni. Kenal di tahun baru 2020, tidak banyak basa – basi, pernikahan merekapun dilaksanakan pada bulan Oktober 2020. Bob merasa beruntung mengenal Kadit, pun sebaliknya. Bob juga banyak belajar dari Kadit. Tidaklah mungkin Bob menjadi Bob yang sekarang jika tidak bertemu dengan pujaan hatinya. 

Source: Instagram The Hallway Space
Source: Instagram The Hallway Space

Sungguh ada pelajaran yang dapat kita ambil dari kehidupan Bob. Tak banyak memang, namun setidak – tidaknya bermanfaat bagi para pembaca maupun penulis. One step closer, See you!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun