Mohon tunggu...
Badar Sabawana
Badar Sabawana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Penulis pemula yang membutuhkan bantuan untuk membuat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Trip

Kunjungan ke Samarantu

8 September 2024   14:31 Diperbarui: 8 September 2024   14:33 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Samarantu merupakan sebuah nama untuk salah satu pos di jalur pendakian Gunung Slamet via Bambangan, Purbalingga. Gunung Slamet merupakan gunung yang keseluruhan kawasannya masuk dalam perbatasan lima kabupaten, yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Banjarnegara di Provinsi Jawa Tengah. Di kawasan kaki Gunung Slamet terdapat dua objek wisata yang cukup terkenal di Jawa Tengah, yaitu sebuah objek wisata berupa air terjun yang diberi nama Air Terjun Batu Raden dan objek wisata berupa pemandian air panas yang diberi nama Air Panas Guci. Dengan hobi saya untuk naik gunung, saya tentu saja punya keinginan untuk mengunjungi pos Samarantu. Akhirnya penantian dan keinginan saya pun terwujud, pada 18 Agustus 2024. Pada tanggal tersebut, saya diberikan kesempatan untuk mengunjungi pos Samarantu, sebuah pos pendakian Gunung Slamet via jalur Bambangan yang terkenal akan cerita mistisnya. Saya pernah sekilas mendengar akan kisah-kisah mistis yang dialami oleh para pendaki ketika melewati pos Samarantu dan hal itu membuat saya tergelitik untuk melihat semistis apakah pos Samarantu ini.

Samarantu adalah pos yang pasti akan dilewati oleh para pendaki yang menuju atau turun dari puncak Gunung Slamet via Bambangan dan jalur ini merupakan salah satu jalur favorit para pendaki. Ketika saya melakukan pendaftaran, staf di pos pendaftaran mengatakan untuk tidak melakukan perjalanan menjelang maghrib melalui pos Samarantu, tidak mendirikan tenda dan bermalam di pos tersebut, serta menghormati adat istiadat masyarakat setempat. Ketika mendengar perkataan dari staf di pos pendaftaran, saya mulai membandingkan perkataan beliau dengan kisah mistis yang dialami para pendaki. Hal tersebut membuat saya mengerutkan kening dikarenakan, saya masih sulit percaya adanya hantu dan hal-hal yang berbau mistis. Walaupun saya juga bukan seorang yang cerdas dan menganalisa semua hal dengan akal pikiran yang sangat rasional juga sih. Saya bukan orang yang serasional itu sebenarnya. Tetapi untuk kasus yang melibatkan hantu khususnya pendakian di gunung, akal pikiran saya masih sulit untuk menerima dan mencerna hal tersebut.

Nama Samarantu sendiri sebenarnya diambil dari nama sebuah pohon yang pada jaman dahulu digunakan sebagai sebuah bahan untuk membuat alu yaitu alat untuk menumbuk nasi jagung. Pohon samarantu dipilih dikarenakan memiliki kekuatan yang cukup kuat untuk digunakan secara terus menerus. Hal tersebut berbeda dengan cerita mistis yang saya dengar dan saya baca berkenaan dengan nama pos Samarantu. Saya mendengar dan membaca bahwa nama 'samarantu' adalah sebuah nama yang artinya 'hantu yang samar', sebuah cocoklogi yang sangat 'bagus' menurut saya. Ketika saya mendaki Gunung Slamet, saya hanya berencana untuk melihat kondisi pos Samarantu saja sehingga saya memutuskan untuk mendirikan tenda di Pos V, Samhyang Rangkah. Ketika proses pendakian, saya sampai di pos Samarantu saat waktu menunjukkan pukul 15.30 sore. Pos Samarantu berada pada ketinggian 2.866 mdpl dengan kontur tanah yang cukup padat, tidak terlalu keras juga tidak terlalu lunak sehingga mudah longsor, vegetasi tumbuhan yang cukup lebat, minimnya area terbuka yang dapat digunakan untuk mendirikan tenda, dan banyak pohon besar yang usianya diperkirakan sudah cukup tua. Ketika saya sampai di sana, saya disambut oleh para "penghuni" pos Samarantu yaitu, lutung yang sedang bergelantungan di atas pohon dan burung jalak gunung yang sedang mengais makanan di tanah. Akan tetapi, saya belum bertemu satu "penunggu" lagi di pos Samarantu yaitu si babi hutan.

Larangan mendirikan tenda dan bermalam di pos Samarantu tidak dapat dilepaskan dari kondisi wilayah pos Samarantu itu sendiri. Dengan vegetasi yang lumayan rapat, banyaknya pohon besar, dan sedikitnya area terbuka di Samarantu merupakan alasan yang cukup bijak untuk tidak bermalam di Samarantu. Sedikitnya area terbuka membuat tenda sulit untuk berdiri dengan sempurna yang tentu saja akan berpengaruh pada kualitas tidur dan berdampak pada kondisi fisik kita di pagi hari. Banyaknya pohon-pohon tua memungkinkan untuk tumbangnya pohon-pohon tersebut dan menimpa para pendaki yang sedang beristirahat di bawah pohon. Berhentinya proses fotosintesis pada tumbuhan hijau ketika malam hari, membuat para pendaki yang bermalam akan 'berebut' oksigen dengan tumbuhan yang ada di sekitar mereka. Kemungkinan kekalahan para pendaki dalam 'perebutan' oksigen tanaman di sekitarnya cukup besar. Hal ini disebabkan kepadatan molekul CO2 atau karbondioksida jauh lebih padat dibandingkan dengan O2, yang ini kemudian menjadikan karbondioksida melayang lebih rendah di atas permukaan tanah yang dekat dengan posisi istirahat para pendaki. Kondisi tersebut semakin membahayakan para pendaki dikarenakan hemoglobin mengikat karbondioksida jauh lebih kuat dibandingkan dengan oksigen. So, saya menemukan sedikit alasan yang cukup masuk akal terkait dengan larangan bermalam di pos Samarantu dibandingkan dengan kisah horor yang mengitarinya. Terkait cerita mistis di pos Samarantu pada malam hari, teman satu pendakian saya dari Kota Purwokerto yang melakukan summit pada pukul 03.00 pagi dari pos III dan melewati Samarantu. Mereka tidak menemukan hal apapun terkait fenomena mistis di sekitar pos Samarantu ketika mereka melakukan perjalan ke puncak Gunung Slamet pada saat itu. Saya juga menyakan terkait fenomena mistis di Samarantu pada pendaki yang summit pada pukul 00.00 dinihari dari pos III. Dan jawabannya adalah tidak ada fenomena mistis apapun di sekitaran Samarantu. Mungkin mereka hanya kurang beruntung tidak dapat bertemu dengan 'penunggu' dari pos Samarantu, atau saya saja yang salah tempat ketika bertanya masalah ini.

Dilahirkan sebagai orang Jawa yang kental akan adat istiadat, tulisan dan opini saya ini tidak bermaksud untuk menghina kepercayaan dan adat istiadat masyarakat setempat. Saya hanya ingin mencoba untuk mengerti bahwa pemahaman dan persiapan kita yang salah ketika naik gunung, akan membawa kita kepada bahaya yang akan mengancam nyawa dan keselamatan kita. Terlepas dari segala macam mitos dan kisah mistis yang menyelimuti pos Samarantu, kunjungan saya ke Gunung Slamet via Bambangan dan melewati pos Samarantu, merupakan sebuah kunjungan yang membuka mata dan pikiran saya. Bahwa alam masih menyediakan banyak misteri yang akan memberikan kita banyak pengetahuan baru jika kita bersedia untuk menjelajahinya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun