[caption id="attachment_346264" align="aligncenter" width="360" caption="dok. Humas BWI"][/caption]
JAKARTA, BWI.or.id—Kementerian Agama dinilai terlalu gemuk. Dampaknya, beberapa tugas pokok Kementerian Agama belum bisa dilaksanakan dengan baik. Misalnya, muncul beberapa kasus dalam penyelenggaraan ibadah haji. Karena itulah, muncul wacana untuk membentuk Kementerian Haji, Zakat, dan Wakaf.
“Hal ini diperlukan karena begitu besar tugas Kementerian Agama sehingga terkesankan hanya terkonsentrasi pada persoalan haji saja,” kata Hafidz Taftazani, Wakil Ketua Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama (Asbihu-NU) dalam “Seminar Nasional Rekonstruksi Haji Menuju Perhajian yang Bersih dan Berwibawa” di hotel Royal Kuningan, Jakarta, Kamis (3/7/2014) sore.
Seminar tersebut menghadirkan pembicara, antara lain, Inspektur Jenderal Kementerian Agama M. Yasin, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil, dan mantan Duta Besar RI untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Manshur.
Wacana pembentukan Kementerian Haji, Zakat, dan Wakaf sebetulnya bukan hal baru. Sebelumnya, pada awal Juni 2014, sebuah komunitas pendukung salah satu calon presiden menyalurkan aspirasi agar calon presiden yang didukungnya nantinya membentuk Kementerian Haji dan Wakaf.
Namun, tampaknya wacana itu tidak akan mudah terwujud begitu saja. Pasalnya, sudah ada Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga independen yang dibentuk Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 untuk mengurusi perwakafan dan Badan Amil Zakat Nasional yang juga dibentuk undang-undang untuk mengurusi perzakatan nasional.[]
Penulis: Nurkaib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H