Saya pertama kali mendengarkan lagu-lagu Didi Kempot ketika masih usia SD. Saat itu lagu-lagu Didi Kempot begitu populer karena ada media baru bernama VCD. VCD Didi Kempot itu menarik karena original ditengah membanjirnya VCD bajakan. Saat itu seingat saya, sedikit sekali musisi Indonesia yang mengeluarkan rekaman dalam bentuk VCD. Jika ada video musik musisi Indonesia dalam bentuk VCD tentu saja dalam bentuk bajakan.Â
Di sinilah yang membuat karya Didi Kempot menjadi menarik kala itu, Didi mampu menghasilkan karya musik yang bisa dinikmati secara audio visual dengan harga yang bisa dijangkau masyarakat kebanyakan. Sewu Kutho, Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi adalah beberapa lagu yang populer kala itu. Lagu-lagu yang bagaimanapun akan menjadi bagian dari masa kecil saya.
Setelah era kejayaan VCD itu, nama Didi Kempot mulai sayup-sayup saya dengar. Didi tentu saja tetap berkarya tapi penggemarnya hanya orang-orang tertentu.
Waktu berlalu dan youtube mulai menjadi panggung eksistensi. Banyak musisi yang mencoba membawakan lagu orang lain untuk mengisi channel youtube mereka. Lagu-lagu Didi Kempot pun tak luput untuk dibawakan ulang. Saya sendiri kembali mendengarkan Didi ketika beberapa lagunya dicover NDX.Â
Dari lagu-lagu yang dicover NDX itu saya kembali mendengarkan lagu-lagu Didi Kempot. Didi masih sama seperti dulu, begitu anggun menyuarakan patah hati. Penantian dan kehilangan. Meski sejujurnya tidak ada lagu Didi Kempot yg full relate dengan saya, saya tetap menikmati lagu-lagu Didi Kempot.
Suatu hari, sebuah video viral seorang sobat ambyar menjadi viral. Dalam video itu beberapa laki-laki yang nampak begitu larut meresapi lirik lagu "opo mergo kahanan uripku, mlarat bondo seje karo uripmu ..." Beberapa laki-laki sobat ambyar yang nampak maskulin itu seperti menemukan tempat untuk melepaskan apa yang selama ini dipendam.Â
Dengan menyanyikan lagu Didi Kempot secara bersama-sama, mereka seolah mengatakan, laki-laki juga boleh menangis ketika patah hati. Video viral ini kemudan disusul video viral sobat ambyar yang lain. Nama Didi Kempot kembali banyak dibicarakan orang. Lagu-lagunya kembali didengarkan. Didi Kempot pun mulai banyak diwawancara di berbagai tempat dan kemudian muncullah sebutan The Godfather Of Broken Heart.
Didi Kempot seolah kembali menapaki puncak kejayaannya. Ia diundang di berbagai acara tv dan mengadakan beberapa konser. Dalam konser-konser itu tampak begitu hebatnya musikalitas seorang Didi Kempot. Di sebuah konser di Net Tv, Didi Kempot dengan iringan orkestra yang megah menyanyikan lagu-lagunya dengan mulus.Â
Jujur saja saya tidak pernah membayangkan seorang musisi campur sari melakukan apa yang dilakukan Didi Kempot saat itu. Ia bisa berkolaborasi dengan musisi berbagai genre dan menyatukan orang-orang dengan preferensi genre musik yang berbeda untuk menyanyikan lagu-lagunya. Apapun selera musikmu kalau patah hati lagunya Cidro ... "wes sak mestine, ati iki nelongso..."
Di momen-momen konser Didi Kempot di berbagai tv itu saya merasa Didi sudah tidak lagi sehat. Saat itu saya pikir, Didi Kempot hanya sudah terlalu tua untuk bisa melakukan konser sebanyak itu. Mungkin Didi sadar jika dirinya sakit tapi kecintaannya pada musik campursari seperti membuat Didi Kempot mengabaikan sakitnya. Didi Kempot seperti sedang membangun 'monumen' lewat konser-konsernya itu. Konser-konser mahakarya yang barangkali kelak akan dinikmati para penggemarnya ketika Didi Kempot pergi untuk selamanya. Konser-konser yang membuktikan jika musik tradisional jawa bisa sejajar dengan genre musik lain di negeri ini. Sebuah cita-cita yang selalu digaungkan seorang Didi Kempot sejak mulai berkarya.
Satu konser yang barangkali akan terus hidup dalam ingatan orang adalah konser amalnya ditengah pandemi Covid 19. Tidak butuh waktu lama untuk Didi Kempot mengumpulkan donasi dalam konsernya tersebut. Di tengah kondisi sulit di mana orang membutuhkan uang, Didi Kempot berhasil menggerakkan orang dengan lagu-lagu patah hatinya untuk berdonasi, berbagi pada sesama. Saya kira dalam konser inilah nampak sekali kebesaran nama seorang Didi Kempot. Ia musisi yang rendah hati dan tak sungkan untuk berbagi.