Namun secara garis besar, jalan di kota ini kondisinya mantap. Â Rasanya kendaraan berat jarang kami jumpai sepanjang perjalanan. Â Tak seperti di Pantura Jawa dimana tonase overload banyak melintas. Â Kami melihat lebih banyak motor yang melintas, itu pun jalannya pelan meski jalanan lenggang. Â Di Jakarta, jalan padat merayap saja motor pada dipacu kencang.Â
Di sela-sela pekerjaan saya mengagumi keindahan alam Bima. Â Sayang di beberapa tempat terjadi alih fungsi lahan. Â Dimana banyak pohon ditembang untuk ditanaman jagung atau tanaman lainnya.
Terlihat teman-teman sedang berdiskusi di lapangan. Â Masalah lahan memang termasuk masalah yang sensitif di Bima. Contohnya beberaapa saluran air ditutup warga karena dianggap berada di lahannya. Â Juga ada kasus jalan tak bisa diperlebar karena lahan dipagari warga. Â Pendekatan kepada masyarakat dan sosialisasi mutlak diperlukan. Â Selain itu, hampir tidak ada rumah makan yang buka. Â
 Potensi pariwisata di Bima ini luar biasa.  Hanya saja belum tergarap maksimal.  Â
Pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia diharapkan mampu mengangkat pariwisata Bima. Â Banyak pantai indah sepanjang perjalanan, namun aksesnya menuju ke sana masih sulit. Â
Selain kondisi medan yang berkelok-kelok, sarana penunjang pariwisata pun kurang.  Rumah makan pun jarang kami jumpai.  Selain itu kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan pantai masih minim.  Contohnya adalah pantai Wilamaci terlihat sampah teronggok  di pinggir jalan. Â
Jika di Kota Lombok dan Kota Bima mudah ditemukan masjid, lain halnya saat kami melakukan survei jalan. Â Jumlah penduduk yang sedikit dan lokasi perumahan yang berjauhan membuat pembangunan masjid menjadi mahal dan tidak efektif. Â
Bayangkan, hampir sepanjang perjalanan kami lebih banyak melihat pepohonan dan semak belukar dibanding rumah. Â Hingga mesjid pun jarang dijumpai di wilayah yang kami survei.
 Jika pun ada perumahan, jumlah penduduknya tak banyak.  Semakin jauh dari kota kita dapat melihat tingkat kesejahteraan masyarakat semakin rendah.  Supir kami yang bernama Salam juga tak berani mengendarai mobil di malam hari.  Â