Tak hanya manusia yang punya status, jalan pun punya status. Status menentukan jalan itu dikelola oleh siapa. Kadangkala ada masyarakat yang protes ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pusat di Jakarta, kalau jalan raya di depan rumahnya rusak. Ternyata jalan tersebut tidak dikelola oleh Kementerian PUPR tetapi oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi.
Ada juga kasus jalan yang seharusnya dikelola oleh pusat, ditangani perbaikan oleh Provinsi atau Kabupaten. Maksudnya sih baik ingin memperbaiki jalan yang rusak tetapi malah jadi temuan pemeriksa (KPK, BPK, atau inspektorat) akhirnya malah berujung ke masalah hukum.
Ada baiknya Kompasianer tahu jalan di sekitar kita dikelola oleh siapa? Â Sehingga akan jelas kepada siapa Kompasianer mengadu atau berkonsultansi.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan pasal 9, klasifikasi jalan berdasarkan status jalan terdiri atas :
- Jalan Nasional. Jalan  arteri  dan  jalan  kolektor  dalam  sistem  jaringan  jalan  primer  yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
- Jalan Provinsi.  Jalan  kolektor dalam  sistem  jaringan jalan  primer  yang  menghubungkan ibukota  provinsi  dengan  ibukota  kabupaten/kota,  atau  antar  ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi
- Jalan Kabupaten.  Jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk  Jalan Nasional maupun Jalan Provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
- Jalan Kota. Â Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota
- Jalan Desa. Â Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.sarkan statusnya :
Untuk jalan Nasional status jalannya ditetapkan oleh kementerian yang berwenang yaitu Kementerian PUPR melalui Surat Keputusan Status Jalan Nasional.
Terakhir kali adalah SK Nomor 290/KPTS/M/2015 tentang Penetapan Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional yang ditetapan pada tanggal 25 Mei 2015.
SK Jalan Nasional itu diperbaharui setiap lima tahun sekali. Artinya baru nanti tahun 2020 akan dikeluarkan lagi SK Jalan Nasional yang baru. Bulannya belum tentu Mei, bisa sebelum atau sesudah bulan Mei.
Sedangkan status jalan Provinsi ditetapkan oleh Gubernur sebagai kepala daerah. Sedangkan status Jalan Kabupaten oleh Bupati dan status jalan Kota oleh Walikota.
Status jalan yang dikelola oleh kepala daerah tersebut biasana disebut sebagai Jalan Daerah. Masa berlakunya SK Gubernur/Bupati/Walikota ini sama seperti jalan Nasional, yaitu selama 5 tahun.
Namun kadang agar ruas jalannya panjang, jalan lingkungan (perumahan) pun masuk ke dalam SK Jalan Kabupaten/Kota. Â Ada beberapa ruas jalan panjangnya hanya 100 atau 200 meter.
Dan daftar ruasnya jalan pendek ini pun banyak, ternyata masuk dalam jalan perumahan. Â Mestinya ini menjadi tanggung jawab developer bukan pemerintah daerah. Â Pemerintah daerah harus berani mencoretnya.
Sedangkan jalan desa menjadi tanggung jawab Kepala Desa. Â Jalan desa sendiri berada dibawah pengawasan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Bila ada jalan yang tidak berstatus maka akan masuk ke dalam Jalan Non Status. Â Biasanya kalau Jalan Non Status ini penting bagi Jalan Nasional, Kementerian PUPR akan menetapkannya melalui SK Jalan Non Status Nasional yang penanganan/pemeliharaannya dibiayai oleh APBN.
Contohnya, Â ada ruas jalan yang sebelumnya dikelola oleh Provinsi/Kabupaten/Kota yang akhirnya dalam SK selanjutnya tidak dimasukkan karena ketiadaan pembiayaan karena jalan rusak berat seperti ruas-ruas jalan daerah yang terhubung ke jalan Nasional seperti di Jalur Pantai Utara (Pantura) dan Jalur Selatan Pulau Jawa.
Seharusnya hal seperti ini didiskusikan dan dikonsultasi dengan Kementerian PUPR dan DPRD serta instansi terkait. Kadang ada ruas jalan yang tidak ditangani lagi oleh daerah (tidak dimasukkan dalam SK) namun tidak dilaporkan kepada Kementerian PUPR. Â Lalu jangan sampai terjadi tumpang tindih, misalnya ruas Jalan Nasional masuk ke dalam SK Â Jalan Daerah.
SK Jalan Nasional dalam 5 tahun bisa terjadi perubahan. Â Ada istilah downgrade dan upgrade. Downgrade artinya semula statuas Jalan Nasional turun menjadi Jalan Provinsi/Kabupaten/Kota.
Misalkan, ruas jalan dalam kota semula masuk dalam status Jalan Nasional. Dua tahun kemudian dibangun Jalan Lingkar Kota. Â Sehingga kendaraan besar dialihkan lewat jalan lingkar dan dilarang masuk ke dalam kota.
Jalan Nasional biasanya hanya memutuskan satu ruas penghubung. Sehingga jalan lingkar yang baru dibangun tadi di-upgrade (dinaikkan statusnya) menjadi  Jalan Nasional baru menggantikan jalan kota.  Jalan Nasional yang berada di dalam kota atas usulan Pemerinah Daerah dimintakan downgrade menjadi status Jalan Kota.
Di beberapa daerah Provinsi dan Kabupaten mereka mulai tertib administrasi. Pada plang nama jalan dicantumkan pula status jalan ini sehingga masyarakat tahu instansi mana yang bertanggung jawab untuk memeliharanya.
Paling gampang lihat saja SK Jalan yang ada. Â Bahkan beberapa daerah seperti Kabupaten Lombok Barat di NTB sudah memasukkan koordinat GPS (Global Positioning System)awal dan akhir jalan dan SK Jalan mereka. Â Sehingga gampang dilacak dengan mudah menggunakan GPS atau smartphone. Â Susahnya, tak semua pemerintah daerah mensosialisasikan status jalan di daerahnya. Â Kadang SK Jalan pun susah untuk didapat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H