Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Radio di Tengah Bencana

6 Juli 2017   22:14 Diperbarui: 7 Juli 2017   04:22 1170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Program radio di Indonesia pada umumnya dibagi menjadi empat jenis, yaitu: program informasi, program edukasi, program hiburan, dan program lain-lain (komersial, public service, announcement). Salah satu program radio yang dapat memanjakan khalayak pendengar adalah drama radio atau dalam bahasa Jawa disebut sandiwara radio.   Drama radio menurut ensiklopedia, wikipedia, adalah sebuah bentuk penyampaian cerita yang berbasis audio dan disiarkan di radio.

Sandiwara radio merupakan media yang memberikan peluang kepada pendengar untuk berimajinasi dengan daya khayalnya. Mendengarkan sandiwara radio sama halnya membayangkan dinamika dan romantika kehidupan. Karena cerita sandiwara radio tidak jauh dari kehidupan masyarakat yang digarap menjadi sebuah drama penuh daya tarik untuk melukiskan realitas. Sehingga kekhasan sandiwara radio diharapkan mampu mengambil hati pendengarnya dengan sajian konflik dalam alur ceritanya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)  memanfaatkan radio karena media ini berbiaya rendah dan jangkauan yang luas sehingga tepat untuk menjangkau masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Radio juga sangat efektif memberikan informasi kepada masyarakat yang terdampak bencana ketika jaringan listrik mati dan alat komunikasi lain tidak berfungsi.  Dampak bencana dapat dikurangi bahkan dihindari jika tersedia informasi yang akurat, bermanfaat, dan terkomunikasikan secara cepat.

Sebab itu BNPB kembali merilis sandiwara radio Asmara di Tengah Bencana (ADB) episode 2 yang mulai disiarkan pada Rabu, 7 Juni 2017. Seperti sebelumnya, ADB ini dimaksud sebagai sarana edukasi bagi masyarakat akan budaya sadar bencana.  ADB episode 1 mendulang sukses pada penyiaran pertamanya tahun lalu.  Terbukti sandiwara ini berhasil menyedot sebanyak 43 juta pendengar atau hampir 20 persen dari jumlah penduduk Indonesia.   Tingginya animo masyarakat inilah yang membuat BNPB melanjutkan ADB. 

bnpb2-595e52ec360227564169c2f2.jpg
bnpb2-595e52ec360227564169c2f2.jpg
S. Tijab begitu cerdas meramu cerita ADB.   Konflik yang terus dibangun (up and down) membuat pendengar semakin penasaran dengan cerita yang disajikan. Hal ini dapat menjadi salah satu strategi untuk mempertahankan pendengar.  Nasehat-nasehatnya disisipkan dalam sebuah kisah yang seru dan menarik.  Selain itu disisipkan pula 300 iklan layanan masyarakat.   Tidak terkesan menggurui atau memerintah namun melekat dalam ingatan.  Selanjutnya efek komunikasi verbal turut mempengaruhi.  Pendengar radio dapat menularkan ilmu yang didengarnya kepada keluarga atau orang lain dengan menceritakan fenomena alam yang didengarnya melalui ADB.  

Radio selain sebagai sarana hiburan juga sebagai sarana pendidikan dini mitigasi bencana.   Itu sebabnya BNPB merangkul beberapa stasiun radio di sekitar zona rawan bencana.  ADB episode disiarkan di 80 stasiun, terdiri dari 60 stasiun radio swasta dan 20 radio komunitas.  

Dalam UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, mitigasi bencana didefinisikan sebagai sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.   ADB kembali membangkitkan kesadaran akan kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pengetahuan ciri-ciri bencana dan larangan melakukan kegiatan yang merusak lingkungan atau keseimbangan ekosistem.  

Segmen Drama Radio

Sebaiknya drama radio yang disiarkan disesuaikan dengan kondisi suatu wilayah.    Misalkan daerah rawan bencana gempa bumi dan erupsi gunung api cocok dengan ADB.   Sedangkan daerah pantai yang rawan tsunami disiapkan drama terkait fenomena tsunami.   Sehingga setiap daerah sudah punya pengetahuan dini mitigasi bencana di wilayah mereka.    Jangan sampai mereka yang tinggal di daerah rawan tsunami punya pengetahuan terkait mitigasi bencana erupsi gunung api tetapi tidak tahu mitigasi bencana tsunami.   Sehingga sewaktu terjadi bencana tsunami mereka justru kebingungan tak tahu harus berbuat apa.

Berdasarkan catatan BNPB sebanyak 184,4 juta warga tinggal di daerah rawan gempa bumi, 3,8 juta warga di daerah rawan tsunami, 1,2 juta penduduk di daerah rawan erupsi gunung api, 63,7 juta jiwa di daerah rawan banjir, 40,9 juta juwa tinggal di daerah rawan longsor, serta 11,1 jiwa tinggal di daerah rawan gelombang tinggi dan abrasi.

sumber : materi BNPB
sumber : materi BNPB
Selain itu, peran radio seharusnya tak hanya pada saat sebelum bencana, namun juga saat dan pasca bencana.  Seperti yang terjadi saat bencana di Jepang.    Mengutip Japan After Shock (2011) dijabarkan bahwa radio menyiarkan informasi seperti korban selamat di pengungsian pernyataan pemerintah akan potensi gempa susulan, serta himbauan untuk menghemat listrik.   Siaran juga menceritakan kondisi pengungsi di penampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun