Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siap Survei Agar Siap Mudik

16 Juni 2017   15:38 Diperbarui: 16 Juni 2017   22:37 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pos Siaga Polres Mojokerto Kota (dok. pribadi)

Salah satu implementasi dari Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2004 tentang Koordinasi Penyelenggaraan Angkutan Lebaran Terpadu adalah  koordinasi antara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Korlantas Polri, dan Jasa Raharja untuk melaksanakan survei bersama Jalur Lebaran (Jaleb).

Saya sendiri pernah terlibat di dalamnya.   Sebagai PNS di Kementerian PUPR, saya ikut tim survei Jaleb pada tahun 2011-2014.   Biasanya kami berkumpul di Gedung Korlantas Polri.   Rapat koordinasi sebentar, lalu survei pun secara resmi dimulai.   Tim survei dibagi dalam tiga kelompok.  Kelompok 1 survei meliputi Banten dan Lampung.   Kelompok 2 meliputi Jalur Pantura Jawa.  Kelompok 3 survei wilayah Selatan Jawa.  

Tim Jalur Lebaran 2011 (dok. pribadi)
Tim Jalur Lebaran 2011 (dok. pribadi)
Masing-masing kementerian membawa mobil sendiri.  Kecuali Jasa Raharja, biasanya ia ikut naik mobil Korlantas karena hanya diutus satu orang.   Sedangkan Kementerian Perhubungan biasanya menggunakan mobil semi pick up dengan lampu sirine di atas atap mobil.  

Mobil yang dibawa pun harus prima.  Tahu sendiri kalau mobil forwarder polisi jalannya cepat.   Kalau tidak mahir, bisa-bisa menyerempet motor.  Itu yang pernah terjadi saat perwakilan Jasa Raharja memcoba membawa kendaraan.   Ia menyerempet pengedara motor yang membawa hasil panen dan ia sempat oleng.  Untung saja tidak apa-apa.

Forwarder dadakan (dok. pribadi)
Forwarder dadakan (dok. pribadi)
Lalu biasanya sampai kapan kami melakukan survei jalan setiap hari?   Tergantung.   Biasanya sampai jam 7 malam.   Selesai makan malam, biasanya langsung masuk ke kamar masing-masing.     Tapi kadang sampai tengah malam.   Lama survei Jeleb biasanya satu minggu penuh.    Maka tak aneh jika koper yang kami bawa gemuk-gemuk.   Belum lagi oleh-oleh yang kami bawa dari daerah yang disinggahi.   Ada salak pondoh, jenang kudus, kripik, bawang goreng, ikan asin, pokoknya rupa-rupa.   Sambil menyelam minum air...eh, dapat ikan asin juga.   Tapi kami kapok menyimpan durian, aromanya membuat kami mabuk sepanjang perjalanan.    Sesampainya di Solo, durian itu kami makan beramai-ramai hingga habis. Biasanya kami menginap di Pekalongan/Semarang, Surabaya, Solo/Yogyakarta, Tasikmalaya dan Purwokerto.

Kami juga punya pengalaman lucu, pindah hotel karena hotel tersebut terkenal hotel remang-remang.   Nanti apa kata masyarakat melihat polisi menginap di sana.   Awanya mau cari yang murah, akhirnya harus pindah hotel.

Satu hal, selama bertahun-tahun kami selalu survei  Jaleb di wilayah Jawa plus Lampung.   Namun tidak pernah survei di Bali.  Padahal Bali termasuk daerah yang diliput media selama Jaleb.   Mungkin atasan takut kita di sana bukannya survei malah berlibur, he..he...   Memang di Bali juga terjadi peningkatan jumlah kendaraan namun bukan dikarenakan arus mudik tetapi arus libur nasional.   

Pernah ada kejadian, kami makan garang asam di daerah Kudus.   Setelah makan, perjalanan dilanjutkan.    Awalnya konvoi berjalan lancar tapi lama kelamaan mobil forwarder dikemudikan lebih cepat dari biasanya.    Mobil yang dibelakang pun menambah kecepatan.    Tak lama kemudian mobil forwarder itu  langsung menuju pom bensin.   Mobil iring-iringan juga ikut masuk ke area pom bensin.   Tergesa-gesa polisi tersebut turun dari mobil forwarder sambil memegangi perutnya.

“Maaf, saya sakit perut.   Izin sebentar, Komandan.”

Ada-ada saja. 

Sesuai Inpres No.3/2004, Kementerian PUPR fokus pada memperbaiki, meningkatkan atau membangun sarana dan prasarana jalan dan jembatan.   Kementerian PUPR juga mempersiapkan sarana dan fasilitas untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan, bencana alam atau kejadian lain yang mengganggu kelancaran angkutan lebaran.

Kemenhub selain bertugas membentuk tim koordinasi,  juga mempersiapkan kebijakan khusus di bidang perhubungan untuk kelancaran dan keselamatan angkutan lebaran. 

Seperti rekayasa lalu lintas dan konektivitas jalan antar daerah dan sarana umum macam bandara, pelabuhan, terminal, termasuk jembatan timbang.   Ada lelucon, bahwa yang ditimbang di Jembatan timbang bukan truknya tetapi keneknya.   Biasanya di tempat ini rawan terjadi kemacetan.   Sedangkan Korlantas melakukan langkah-langkah yang dipandang perlu, dengan kegiatan pre-emtif, preventif, dan represif;

Pos Siaga Polres Mojokerto Kota (dok. pribadi)
Pos Siaga Polres Mojokerto Kota (dok. pribadi)
Peresmian tol Cipali ‘agak’ melegakan para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di wilayah Pantura Jawa Barat.  Karena mereka tidak lagi disorot seperti tahun-tahun sebelumnya.  Sekarang yang justru menjadi sorotan nasional adalah tol Cipali dan ruas jalan Pantura Jawa Tengah.   Bagaimana tidak kendaraan yang menuju Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur banyak memanfaatkan ruas ini.  

Lagu Bang Toyib menjadi sering dinyanyikan oleh PPK dan Kasatker.   Coba ajak mereka karaoke, lagu ini sering menjadi curhatan hati.  

Saya jadi ingat kata-kata mantan seorang Dirjen Bina Marga,“Saya kalau survei Jalur Lebaran sudah tahu kalau masuk wilayah Jawa Tengah.   Jalan di Pantura Jawa Barat mulus dan saya tertidur.    Begitu jalannya mulai bergelombang saya terbangun dan tahu kalau sekarang sudah masuk Jawa Tengah.”

Semua orang yang mendengarkan tertawa, kecuali PPK dan Kasatker Jawa Tengah.   Mereka justru salah tingkah.

Coba perhatikan berapa banyak kendaraan besar memiliki muatan sumbu terberat (MST) lebih dari 10 ton.  Padahal jalan nasional sendiri dirancang untuk memikul beban MST maksimal 10 ton.    Selain itu tanah dasar (yang menjadi pondasi untuk lapisan beton atau aspal di atasnya) memang jarang dilakukan perbaikan.  Padahal tanah dasar itu sudah ada sejak jaman Daendels.

Survey Jaleb Pantura Pati - Kudus, Jawa Tengah (dok. pribadi)
Survey Jaleb Pantura Pati - Kudus, Jawa Tengah (dok. pribadi)
Memang Pantura dijadikan anak emas dibandingkan Jalur Selatan.  Coba perhatikan di ruas Purworejo, Banyumas, dan sekitar.   Warna jalannya penuh warna alias belang-belang.   Karena pengerjaannya jalan selalu patching (penambalan).  Ada program di Ditjen Bina Marga bahwa tidak boleh ada lubang yang tidak tertangani dalam 5 hari.   Ada istilah salob alias sapu lobang. 

Apa bedanya dengan patching (tambal lobang)?  Salob itu penambalan yang bersifat sementara.   Biasanya lobang dibersihkan dari air dan langsung ditambal.    Sedangkan patching, lobang harus benar-benar bersih termasuk kerusakan sekitarnya juga dibersihkan.   Penangananya menjadi lebih luas dan berbentuk persegi.   Ibaratnya kalau menambal gigi, patching membersihkan lobang-lobang hingga yang paling kecil agar benar-benar bersih.  

Lho kok bukan disebut Jalur Pantai Selatan (Pansela)?  Jalur Selatan berbeda dengan Jalur Pantai Selatan.  Jalur Selatan merupakan Jakarta-Jogja melalui  Tol Cikampek-Tol Cipularang-Tol Padaleunyi kemudian berlanjut melintasi Tasikmalaya-Ciamis-Wangon menuju Jogjakarta. Sedangkan jalur Pansela meliputi jalur pantai dari Adipala – Ayah – Pertanahan – Mirit – Yogyakarta hingga menyusuri Pansela Jawa Timur.

Saat ini jalur Pansela sedang dikembangkan.  Tujuannya selain untuk mengembangkan obyek pariwisata, juga untuk pemerataan pembangunan.   Agar Pansela bisa mengejar ketertinggalannya dari Pantura.

Sedangkan peran Jasa Raharja apakah terkait dengan asuransi?    Bisa ya, bisa tidak.   Namun pada survei Jaleb lebih pada peranan mengatur rambu-rambu jalan.   Rambu yang memenuhi keselamatan jalan biasanya dibagian belakang rambu ada stiker Dishub.   Kadang pula ada stiker Dishub dan Jasa Raharja.  Itu artinya rambu-rambu tersebut berasal dari bantuan Jasa Raharja dengan tetap bekerja sama dengan Dishub.

Pernah lihat peta lebaran Jalur Mudik yang dikeluarkan Sonora atau Gramedia?   Coba perhatikan, ada lokasi yang rawan kecelakaan, rawan kemacetan, rawan longsor, dan rawan banjir.   Nah itu tugas kami untuk menentukannya titik rawan tersebut di peta    Biasanya kami meminta data-data terkait dari Balai Besar Jalan Nasional dengan embel-embel tidak pakai lama.  

Peta Lebaran
Peta Lebaran
Beberapa daerah macet karena ada pasar tumpah, obyek wisata, atau pekerjaan jalan yang belum selesai atau bottle neck.   Bisa juga karena bubaran pabrik seperti di daerah Pati (pabrik Dua Kelinci dan Garudafood) atau Kudus (pabrik rokok Djarum).   Ribuan pekerja keluar pabrik secara bersamaan saat usai jam kerja.    

Sedangkan lokasi rawan kecelakaan, biasanya Kementerian PUPR bekerjasama dengan Korlantas yang memiliki data-data di ruas mana saja yang sering menimbulkan korban.    Korlantas dan Ditjen Bina Marga biasanya melakukan survei bersama black spot (daerah titik rawan kecelakaan).

daerah rawan macet saat pembangunan FO. Peterongan, Jombang (dok. pribadi)
daerah rawan macet saat pembangunan FO. Peterongan, Jombang (dok. pribadi)
Selama ini ada dualisme peraturan dalam penentuan rambu lalu.   Mungkin kompasianer pernah memperhatikan guardrail (pagar pengaman jalan) yang memiliki ketinggian berbeda. Ini akibat adanya peraturan yang berbeda, Kementerian Perhubungan menetapkan kententuan guardrail yang lebih tinggi dibandingkan Kementerian PUPR.

Lho para pengguna jalan jadi bingung dong, peraturan mana yang dipakai?  Jangan khawatir, saat ini Peraturan Kementerian Perhubungan-lah yang dipakai sehingga semua rambu lalu lintas mempunyai standar yang sama.  Selain itu masih banyak rambu yang salah pakai.   Sebenarnya rambu penyeberangan jalan itu menghadap ke pengguna kendaraan atau penyeberang jalan?  Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan, rambu menghadap ke arah penyeberang jalan.  Maksudnya agar mereka tahu dimana lokasi untuk menyeberang. 

rambu-penyebrangan-5943953650f9fd633879f905.jpg
rambu-penyebrangan-5943953650f9fd633879f905.jpg
Temuan lain, ada tanda belok ke kiri tetapi belokannya justru ada di kanan.   Seperti tulisan di belakang truk saja : Ya Allah,jauhkanaku dari ibu-ibupake motor yanglampu seinnyaketapi beloknya ke kanan.  Hal yang terlihat sepele tetapi dapat berakibat fatal.

Hati-hati (sumber : sumbar1.com)
Hati-hati (sumber : sumbar1.com)
Beberapa kali survei jembatan, beberapa faktor menjadi perhatian kami.   Seperti baut-baut yang hilang serta sampah yang mengotori jembatan.   Pernah dengar kabar jembatan Cipunegara yang roboh pada 2004.   Salah satu sebabnya adalah beban kendaraan yang berlebih.  Jembatan Cipunegara adalah jembatan tua model CH (Calendar Hamilton) yang tak kuat menahan getaran beban berlebih dari kendaraan di atasnya.   Jika mobil melintas saja, tak menjadi masalah.  Lain halnya bila mobil terjebak macet di atas jembatan, getaran kendaaran mengurangi daya dukung jembatan.   Bagaimana kalau terjadi saat arus mudik Lebaran?  Wah, bisa terjadi kemacetan panjang.  Syukurlah semua jembatan CH akan diganti terutama di jalur utama Pantura dan jalur Selatan.

Tapi tak semata pada bangunan jembatan itu sendiri, kadang kerusakan terjadi pada jalan pendekat (oprit) jembatan.   Seperti yang terjadi pada tahun 2014, dimana oprit jembatan Comal ambles.   Terjadi kemacetan panjang di Pantura dan harga makanan naik sebesar 5 persen.

Oprit Jembatan Comal ambles (dok. pribadi)
Oprit Jembatan Comal ambles (dok. pribadi)
Saya sendiri mesti siaga di posko Jembatan Comal pada H+1 (hari kedua Lebaran).   Dari Bandung naik kereta api menuju Pekalongan.  Hampir semua kamar hotel di Pekalongan penuh.   Hari pertama terpaksa tidur di penginapan yang kurang bersih.  Badan rasanya gatal-gatal tidur di atas kasur kapuk (bukan kasur busa) dan sprei yang sudah lusuh.   Untunglah hari kedua dapat kamar di hotel yang  lebih baik.   Saya menginap di Pekalongan selama 3 malam. 

Kasihan juga melihat pemudik yang terjebak kemacetan selama berjam-jam.  Apalagi mereka yang membawa anak-anak kecil.  Sejak itu kondisi setiap oprit jembatan diperiksa secara detil untuk mengantisipasi kejadian serupa, tidak hanya difokuskan pada kondisi jalan saja.  

Meski melelahkan tetapi banyak pengalaman berharga yang didapat.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun