Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengenang Tommy Page, Harry Roesli dan Era 90-an

6 Maret 2017   12:23 Diperbarui: 8 Maret 2017   00:00 1329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tommy Page dan Majalah HAI (sumber : dunianostalgia80-an.blogspot.co.id)

Berita meninggalnya Tommy Page di usia 46 tahun  pada 3 Maret 2017 banyak mengejutkan penggemarnya, terutama remaja angkatan akhir 80an dan 90an.   Mungkin kalau remaja sekarang banyak yang tidak tahu siapa Tommy Page.   Saya salah satu penggemarnya waktu itu.

Debut album pertamanya yang mendapat sambutan di kawasan Asia (termasuk Indonesia) lewat lagu “A Shoulder to Cry On”, meskipun album ini tidak terlalu mendapat sambutan hangat di negerinya.  

Dahulu saking nge-fans-nya dengan Tommy Page, saya bela-belain pesan kaos Tommy Page “Shoulder To Cry On’ yang diiklan di majalah andalan remaja waktu itu HAI (tahun 1989).   Majalah ini menjadi barometer perkembangan mode dan musik anak muda waktu itu.   Maklum saja, saat ini informasi masih terbatas.   Siaran televisi pun baru ada TVRI.  Apalagi saat itu saya masih tinggal di Samarinda, Kalimantan Timur.   Kota yang jauh dari Ibukota Jakarta.   Guntingan majalah HAI yang memuat foto Duran Duran, A-ha, dan Tommy Page menghiasi kamar.  Rambutpun disisir kelimis model Tommy Page, dengan sedikit panjang di bagian depan.   Serasa paling ganteng saja, ha..ha..ha…

Saat pesanan kaos tiba, tak sabar untuk membuakanya.   Wow, kaosnya keren sekali.   Bahannya pun tebal dan kuat serta tak luntur.    Kualitasnya oke punya.    Kao situ sering saya pakai jalan-jalan.   Kasetnya pun selalu menjadi incaran untuk dipinjam, terutama teman-teman yang saat itu sedang jatuh cinta alias cinta monyet.  Belum ada yang namanya CD apalagi MP3.   Merekam langsung dari radio suaranya cempreng.   Banyak noise.   Saking seringnya kaset disetel di radio tape, sampai pitanya nyangkut.  

"Sepanjang hidup saya memimpikan punya lagu yang menduduki peringkat 1 tangga lagu. Saya ingin memuncaki Billboard,"  kata Page pada 2011.

Walau kenyataannya hanya satu lagu yang berhasil memuncaki  tangga lagu Billboard Hot 100 pada April 1990, lewat lagunya "I'll Be Your Everything".  Lagu yang juga menjadi kesukaaan saya selain “Shoulder To Cry On”.   Selain itu (maaf) tidak terlalu suka termasuk “Missing You” dan” I Falling In Love”.     Tommy Page juga pernah menjadi penyanyi pembuka New Kids On The Block (NKOTB) yang top banget waktu itu.   

Kedua lagu tersebut meninggalkan kenangan yang indah di masa – masa SMP dan SMA.   Mengingatkan saat berkumpul bersama teman-teman SMP sambil menyanyikan lagu ini.   Masih jomblo dan langsing (sekarang sudah punya dua anak dan ‘mengembang’)

Bahkan saya bela-belain membeli majalah MODE (majalah ini masih ada tidak ya sekarang?) yang memuat cerita tentang Tommy Page.   Sayang, saya tak pernah sempat menonton konsernya di Indonesia.     Seingatnya saya konsernya tak pernah ada di Pulau Kalimantan.  

Almarhum Harry Roesli pernah berkomentar bahwa Tommy Page hanya bermodalkan wajahnya yang ganteng saja, namun suaranya pas-pasan.    Komentarnya ini langsung menimbulkan protes dari penggemarnya di beberapa tulisan kolom surat pembaca.   Mungkin kalau ada internet, komentar Harry Roesli ini bakal jadi viral lho.   Kedua tokoh ini kini sudah tiada.   Harry Roesli sendiri meninggal pada Desember 2004.   Namun komentarnya pada Tommy Page masih saya ingat.

Rupanya hidup tak seindah syair-syair yang dinyanyikannya.   Hidup adalah cobaan.   Falsafat orang Jawa, Urip Iku Mung Mampir Ngombe, bahwa “hidup ini hanya sekedar mampir  untuk minum”.   Sebagian besar komunitas masyarakat Jawa percaya bahwa ungkapan tersebut bermakna bahwa hidup ini terlalu singkat.  Begitu  singkatnya kehidupan diibaratkan sesingkat manusia berhenti sejenak untuk minum.

Tommy Page diduga bunuh diri.   Seperti kata Diane Warrm, Why why why Tommy?…… Saya juga masih bertanya-tanya Why?   Tak adakah teman untuk berbagi atau berkeluh kesah, Bang Tommy? 

Life is full of lots of up and downs
 And the distance feels further
 When you're headed for the ground
 And there is nothing more painful than to let your feelings take you down
 It's so hard to know the way you feel inside
 When there's many thoughts and feelings that you hide
 But you might feel better if you let me walk with you
 By your side

 And when you need a shoulder to cry on
 When you need a friend to rely on
 When the whole world is gone
 You won't be alone, cause I'll be there
 I'll be your shoulder to cry on
 I'll be there

Life is Beautiful.  Setiap masalah pasti ada solusinya.    Tapi pada akhirnya keputusan akhir ada pada diri masing-masing.   Selamat jalan Tommy Page.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun