Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Industri Hulu Migas Bersolek, Tarik Investasi

17 September 2016   23:29 Diperbarui: 4 April 2017   16:18 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kondisi Industri Hulu Migas Kini

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, mengatur antara lain tentang penyelenggaraan kegiatan sektor minyak dan gas (migas), yang membagi kegiatan migas dalam dua kegiatan utama yaitu : kegiatan hulu migas (upstream) dan hilir migas (downstream).  Kegiatan hulu berintikan kegiatan mencari (exploration) dan mengangkat migas dari perut bumi dan menjualnya (exploitation).  Sedangkan industri hilir berkaitan pengelolaan migas, menyimpan, mendistribusi dan memperdagangkannya.

Selama bertahun-tahun industri hulu migas menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.      Namun sekarang industri hulu migas sedang dalam kondisi lemah dan lesu.   Harga jual minyak di pasaran dunia jeblok hingga 50% pada 2015, harga terendah dalam 15 tahun terakhir.   Tahun 2015 harga minyak Indonesia sudah turun lebih dari 50% sepanjang semester pertama tahun ini dibandingkan dnegan periode sama tahun lalu.   Kondisi ini menyebabkan kontraktor kontrak kerjasama migas (KKKS) memotong biaya investasinya  dari US$23,6 miliar menjadi US$20,2 miliar. Penurunan produksilifting (minyak siap jual) pun tak terhindarkan.   Hal ini selain disebabkan pengaruh harga minyak dunia, juga karena berkurangnya kapasitas produksi sumur minyak yang rata-rata sudah berusia tua.

Saat ini Indonesia hanya memiliki cadangan minyak sebesar 3,7 miliar barel atau berada di urutan ke 27.   Cadangan migas di Indonesia saat ini berada dalam kondisi krisis.   Jumlah cadangan energi Indonesia hanya 0,6% dari seluruh cadangan dunia.  Indikasi penurunan tersebut terlihat dari sumbangan sektor migas terhadap devisa negara yang terus menyusut.   

Sumber : SKK Migas
Sumber : SKK Migas
Tak ayal, sejak tahun 2008 Indonesia resmi menjadi net importermigas akibat tingginya konsumsi yang tidak dibarengi dengan produksi yang ada. Posisi ketahanan energi Indonesia semakin merosot dalam beberapa tahun terakhir.   Berdasarkan data yang dirilis Dewan Energi Dunia, peringkat Indonesia berada di posisi ke-69 dari 129 negara pada tahun 2014.    Posisi melorot jauh dari peringkat Indonesia pada tahun 2010 yang berada di pososi ke-29 dan 2011 bertengger di posisi ke-49.  

Realisasi produksi minyak bumi tahun 2009 – 2015 selalu lebih rendah dari target APBN-P.   Akibat tak tercapai target nasional ini, pemerintah harus mengimpor minyak yang semakin tahun semakin meningkat.  Hal ini menjadikan Indonesia sebagai net importer minyak terbesar di kawasan Asia Tenggara.    Wood Mackenzie (2013) dalam sebuah laporannya menyebutkan Indonesia akan menjadi negara pengimpor minyak terbesar di dunia pada 2018.  Defisit bahan bakar minyak (BBM) Indonesia akan melampaui gabungan defisit minyak Amerika Serikat dan Meksiko.

Indonesia akan terus menjadi net importir jika tidak dilakukan langkah-langkah untuk mendapatkan cadangan minyak baru.   Kapasitas kilang untuk pengolahan minyak mentah menjadi BBM di Indonesia mencapai 1 juta barel per hari (bph).   Barel biasa digunakan untuk menunjukan volume minyak, terutama minyak mentah.  Menurut standar Amerika Serikat (AS), 1 barel = 42 galon.   Setara dengan 158.9873 liter, dibulatkan menjadi 159 liter.    Sekitar 40% kebutuhan minyak mentah atau 350.000 bph berasal dari impor.     Minyak mentah yang diimpor Indonesia berasal dari berbagai negara di seluruh dunia, paling dominan adalah Arab Saudi, Rusia, dan Nigeria.

Bagaimana dengan kondisi permintaan gas dalam negeri?   Kondisi hampir sama juga terjadi pada sektor gas dimana permintaan gas nasional melebihi pasokan.   Hingga pada tahun 2012 memang ekspor gas masih lebih besar daripada kebutuhan permintaan domestik.   Akan tetapi pada 2013 keadaannya mulai berbalik, konsumsi domestik sudah mulai melebihi ekspor   Situasi ini diakibatkan terus meningkatkan permintaan domestik akan gas hingga lebih 6% tahun.   Tercatat pada 2014 defisit gas mencapai 1,733 MMSCF (Million Standard Cubic Feet atau juta standar kaki kubik) per hari.  

Padahal dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, kedaulatan energi dan ketenagalistrikan masuk prioritas ke-7 Nawacita, yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi denan dengan menggerakkan sektor-sektor strategis domestik.    Sektor energi merupakan tulang punggung perekonomian.     Kenyataannya ketahanan migas negeri ini sudah masuk “lampu merah”.   Perlu segera dilakukan langkah-langkah kongkrit untuk memenuhi kebutuhan migas dalam negeri.

Sumber : SKK Migas
Sumber : SKK Migas
Net Importir Tapi Kok Ekspor?

Masih butuh minyak, kok justru diekspor ke luar negeri?    Apa tidak salah?   Mengapa tidak digunakan untuk memenuhu kebutuhan dalam negeri saja?   Menurut situs resmi Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas), lifting migas sebesar 1,965 juta BOEPD (Barel Oil Equivalen Per Day/Barel Setara Minyak Per Hari) tersebut terdiri atas lifting minyak sebesar 815.000 bph dan lifting gas sebesar 1,150 juta BOEPD. Lifting minyak bumi sebesar 815.000 barel per hari ini, lebih tinggi dari angka yang diajukan Pemerintah sesuai dengan Nota Keuangan Presiden Joko Widodo tanggal 16 Agustus 2016 sebesar 780.000 barel per hari.   Namun tetap saja jumlah tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri yang mencapai 1,5 bph.  Sehigga masih ada kekurangan kebutuhan sekitar 685.000 bph yang dipenuhi melalui impor.   

Apalagi dariliftingminyak sebesar 815.000 bph, hanya sekitar 500.000 bph yang diolah di dalam negeri, sisanya adalah bagian milik perusahaan-perusahaan hulu migas yang menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), bukan milik negara.   Sedangkan minyak yang diekspor adalah jenis sweet oil.

Apa itu sweet oil?  Berdasarkan umur dan letak kedalamannya minyak bumi digolongkan menjadi empat, yaitu young-shallow, old-shallow, young-deep, dan old-deep.

  • Minyak bumi young-shallow biasanya bersifat masam (sour), mengandung banyak aromatik, sangat kental, dan kandungan sulfurnya tinggi.
  • Minyak old-shallow relatif tidak terlalu kental dengan titik didih yang lebih rendah, dan rantai paraffin-nya agak pendek.
  • MInyak bumi young-deep, relatif lebih kental dan pekat.  Biasanya dalam proses penyulingan membutuhkan beberapa tahapan pengerjaan.   Minyak bumi jenis ini relatif kurang disukai.
  • Minyak old-deep adalah minyak bumi yang paling baik untuk menghasilkan bahan bakar seperti bensin (gasoline). Oleh karena itu minyak jenis ini disebut juga sebagai “sweet oil”,jenis minyak yang paling diminati.

Oleh sebab itu sweet oil harganya mahal di pasaran dunia.    Jenis minyak inilah yang diekspor ke negara lain.   Selain itu, impor minyak mentah juga dilakukan karena rata-rata minyak yang diproduksi Indonesia adalah jenis minyak yang mahal.  Maka agar biaya produksi BBM lebih efisien, minyak yang mahal diekspor saja dan minyak yang lebih murah diimpor untuk diolah di dalam negeri.    Jenis dan harga minyak mentah yang diimpor tersebut beragam. Pembelian dilakukan Pertamina dengan pertimbangan mana yang paling efisien untuk diolah menjadi BBM.   Dari selisih harga ini, Pertamina berusaha memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri.   Minyak mentah yang diimpor Indonesia berasal dari berbagai negara di seluruh dunia, yang paling banyak berasal dari Arab Saudi, Rusia, dan Nigeria.  

Kondisi lain yang meyebabkan negeri ini harus mengimpor BBM adalah terbatasnya kapasitas penyimpanan kilang minyak di Indonesia.  Berdasarkan proyeksi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tingkat konsumsi BBM domestik  meningkat rata-rata 3,18% per tahun selama periode 2006-2030 dan saat ini sudah mencapai 1,5 juta bph.  Dari jumlah tersebut, kapasitas kilang di Indonesia sebesar 1,1 juta bph, itupun sebagian besar sudah beroperasi di atas 30 tahun sehingga hanya mampu mengolah minyak mentah menjadi produk BBM hanya sekitar 800.000 bph. Sedangkan kekurangan BBM sekitar 800.000 bph dipenuhi melalui impor, dengan kebutuhan dana untuk impor tersebut sebesar US$ 150 juta/hari atau senilai 1,95 trilyun rupiah/hari.  

Saat ini Indonesia hanya memiliki tujuh kilang, yakni Kilang Pangkalan Brandan dengan kapasitas 5.000 bph, yang ditutup tahum 2007.   Lalu ada Kilang Dumai dan Sei Pakning (kapasitas 127.000 bph dan 50.000 bph), Kilang Plaju (145.000 bph), Kilang Cilacap (548.000 bph), Kilang Balikpapan (266.000 bph), Kilang Balongan (125.000 bph), Kilang Pusdiklat Migas Cepu Jawa Tengah (45.000 bph), dan Kilang Sorong Papua Barat (10.000 bph).   Dampak lainnya adalah dengan kapasitas kilang dan kondisi stok BBM yang terbatas, Indonesia hanya memiliki cadangan operasional BBM milik Pertamina selama 21 hari.   Padahal setiap negara idealnya memiliki BBM sebagai cadangan operasional selama 90 hari berdasarkan Internasional Energy  Agency (IEA)

Bagaimana dengan ketahanan energi di negara tetangga?  Singapura dengan luas hanya 716 km2 dan populasi penduduk 5 juta jiwa, dengan konsumsi BBM domestik sebesar 148.000 bph, namun memiliki kilang minyak berkapasitas 1,3 juta bph.   Negara tetangga Malaysia kapasitas kilang minyak sekitar 722.000 bph, dengan produksi minyak mentah mencapai 825.000 bph, sedangkan konsumsi BBM domestik sebesar 650.000 bph, dengan populasi penduduk 30 juta jiwa.  Ketahanan energi Singapura untuk mengantisipasi pontensi gangguan suplai energi memiliki cadangan operasional selama 90 hari dan Malaysia selama 25 hari.   Bahkan Jepang memiliki cadangan operasional hingga 115 hari sedangkan Cina selama 90 hari.    

Mengurangi Impor Migas

Pertama, mencari sumber minyak baru.    Akhir tahun 2015 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Komite Eksplorasi Nasional menyatakan telah mengindentifikasi adanya tambahan potensi cadangan terbukti minyak 2,7 miliar barrel dan gas 14 trillion cubic feet (TCF).   Khusus minyak, angka tambahan tersebut berarti tambahan sekitar 72% dari cadangan terbukti saat ini.  Sedangkan untuk gas, angka tersebut setara dengan cadangan terbukti gas di Blok Masela.    Jumlah tersebut dapat meningkatkan produksi minyak ke level 1 juta bph.  Jumlah ini belum termasuk variable bahwa Indonesia terdapat lebih kurang 60 cekungan sedimen (basin) yang teridentifikasi mengandung hidrokarbon migas.    Dari jumlah itu baru 38 yang telah dieksplorasi, sisanya malah belum dieksplorasi sama sekali.     

Ladang Minyak Banyu Urip di Jawa Timur, bagian dari Blok Cepu, memiliki cadangan minyak terbesar (mengandung sekitar 450 juta barel minyak) yang belum dieksploitasi dan dapat berkontribusi secara signifikan untuk volume produksi minyak Indonesia. Proyek bernilai US$  2,5 miliar, yang dikelola Exxon Mobil dan Pertamina dengan kepemilikan saham masing-masing 45% (melalui anak-anak perusahaannya Mobil Cepu dan Pertamina EP Cepu), mulai beroperasi di 2015. Produksi diperkirakan untuk mencapai tingkat puncak pada 165.000 bph pada 2016.

Lebih lanjut lagi, Ladang Minyak Bukit Tua (bagian dari Blok Ketapang di Jawa Timur, dioperasikan oleh Petronas Carigali) mulai beroperasi di bulan Maret 2015 dan produksi mungkin meningkat menjadi 20.000 bph pada akhir 2015

Kedua, program pemanfaatan residu menjadi gasoline atau bahan bakar beroktan tinggi (residual fluid catalytic cracking/RFCC).    Program ini tengah dilaksanakan di kilang Cilacap, Jawa Tengah serta pengoperasian kilang Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI), di Tuban, Jawa Timur.   Sehingga akan mengurangi impor premium sebesar 30-42%, sedangkan impor solar akan berkurang sebesar 44%.    Program RFCC juga mengurangi impor produk kilang beroktan tinggi (high octane mogas component/HOMC) hingga 400.000 barrel per bulan.   Dengan pengurangan tersebut, Pertamina dapat melakukan efisiensi US$ 171 juta per bulan.    Menurut Vice President Corporate Communication Pertamina, Wanda Pusponegoro di Jakarta 29 Juni 2016 bahwa sebelum program RFCC ini Pertamina mengimpor premium 9 juta barrel per bulan dan solar 699.000 barel per bulan.  

Ketiga, program peningkatan kapasitas dan kompleksitas kilang di dalam negeri.     Saat ini Pertamina sedang melakukan persiapan membangunan kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur dan di Tuban, Jawa Timur.   Selain itu Pertamina tengah mengerjakan program rencana induk pengembangan kilang (refinery development master plan program/RDMP) guna meningkatkan mutu dan kapasitas produksi BBM.      Diharapkan dengan pembangunan kilang baru dan program RDMP akan mampu memenuhi kebutuhan BBM nasional tanpa harus melalui impor dari negara lain. 

RDMP diproyeksikan akan mendongkrak kapasitas pengolahan minyak mentah dari posisi saat ini sekitar 815.000 bph menjadi 1,68 juta bph atau dua kali lipat. Fleksibilitas kilang juga meningkat, yang diantaranya ditunjukkan dengan kemampuannya untuk mengolah minyak mentah dengan tingkat kandungan sulfur setara 2%, di mana saat ini kandungan sulfur pada minyak mentah yang dapat ditoleransi hanya 0,2%.

Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri. Perpres tersebut memuat skema pembangunan kilang minyak yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan badan usaha. Pembangunan kilang minyak oleh pemerintah dilaksanakan melalui dua cara. Pertama, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Kedua, melalui mekanisme penugasan dengan pembiayaan pemerintah dan penugasan dengan pembiayaan korporasi.

Sumber : Katadata dan Pertamina
Sumber : Katadata dan Pertamina
Kendala Investasi  Industri Hulu Migas.

Ada beberapa kendala yang membuat investor enggan untuk melakukan investasi di industri hulu migas di Indonesia pada saat ini, yaitu :

Pertama, harga minyak dunia yang anjlok.    Penurunan harga minyak mentah dunia yang berkisar antara US$ 30 - 40 /barel saat ini merupakan harga terendah dalam 15 tahun terakhir. Meski menyebabkan harga minyak menurun, kondisi ini justru merugikan pihak pelaku bisnis di sektor hulu migas nasional karena aktivitas eksplorasi dan produksi diprediksi akan menurun.   

Menurut Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, dalam rapat dengar pendapat Komisi VII pada tanggal 5 September 2016, situasi berdampak terhadap jumlah KKKS yang beroperasi di Indonesia.  Pada 2015 tercatat 312 KKKS yang beroperasi namun pada tahun ini turun menjadi 288 KKKS.    Mereka pun hanya fokus pada program kerja ulang sumur dan perawatan sumur.  

Para KKKS masih enggan untuk melakukan ekplorasi karena membutuh biaya yang besar.   Mereka memilih just wait and see.   Ini berpengaruh pada menurunnya aktivitas eksplorasi dan produksi disebabkan biaya yang cenderung mahal.   

Kedua, produksi minyak Indonesia terus menurun.   Cadangan terbukti kian merosot hingga di bawah 4 miliar barel dan kondisi sumur yang semakin menua.    Ironisnya, di tengah situasi itu, kontraktor migas justru enggan berinvestasi untuk eksplorasi. Padahal, tanpa eksplorasi, tidak akan pernah ditemukan cadangan migas baru. 

Di sisi lain, penurunan harga minyak ini diprediksi akan meningkatkan konsumsi migas.  Terjadi karena pasokan minyak dunia saat ini lebih tinggi dari tingkat permintaannya.     Rentang 2017-2026 akan ada 35 KKSK yang akan habis masa kontraknya.  

Sumber : SKK Migas
Sumber : SKK Migas
Berdasarkan data SKK Migas, sebagian besar cekungan produksi migas di Indonesia sudah masuk kondisi maturedan post mature. Hanya sebagian kecil cekungan migas yang berada pada growthdan emerging stage. Kondisi ini mendorong industri hulu migas untuk terus mencari cadangan-cadangan baru melalui kegiatan eksplorasi. Apabila melihat posisi Indonesia di industri hulu migas Asia Tenggara dalam 10 tahun terakhir, jumlah pengeboran eksplorasi di Indonesia masih menempati posisi tertinggi. Ini berarti, kegiatan eksplorasi di Indonesia menduduki posisi teraktif di Asia Tenggara, terlihat dari success ratio pengeboran di Indonesia berada di atas rata-rata Asia Tenggara. Namun dalam pembuktian besaran cadangan, Indonesia masih berada di bawah Malaysia.

Ketiga, ditemukannya shale oil.    Ditemukannya shale oilsebagai cadangan minyak baru di Amerika menyebabkan negara tersebut tidak lagi mengimpor minyak dunia, sehingga pasokan minyak dunia saat ini berlimpah.  Shale oil adalah minyak yang terkandung dalam sejenis bebatuan lunak. Minyak dalam bebatuan ini diekstrak dengan proses pemanasan atau teknik-teknik lain. Dengan ditemukannya cadangan shale oil yang melimpah, Amerika serikat memiliki cadangan minyak untuk memenuhi kebutuhannya selama ratusan tahun ke depan. Pasokan shale oil yang terus bertambah membuat harga minyak dunia terus turun. Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC), walaupun harga terus anjlok, tidak mau menurunkan produksi karena tidak mau melepaskan pangsa pasarnya kepada para produsen shale oil Amerika.    

Keempat, masalah kepastian hukum.    Misalnya, pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada masa eksplorasi. Sejak terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79/2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan Migas, wilayah eksplorasi mulai dikenai pajak pada kurun waktu 2012-2013. Ini untuk pertama kalinya dialami oleh industri migas. Padahal kerugian pada saat eksplorasi menjadi risiko perusahaan migas.

Tentu saja kebijakan ini mengejutkan bagi pelaku industri migas. Jumlahnya luar biasa besar. Total yang harus dibayarkan adalah US$ 220 juta (Rp 2,9 triliun) untuk 17 kontraktor migas. Masalah PBB ini menimbulkan ketidakpastian hukum dalam industri migas.Pemerintah memang menyadari pengenaan pajak eksplorasi tidak tepat dan tak lagi diberlakukan. Tapi pembatalan itu tidak berlaku surut sehingga pajak tetap dikenakan bagi perusahaan-perusahaan tersebut. Kasusnya sampai saat ini masih berjalan di pengadilan pajak. Kontraktor migas yang menghadapi masalah ini diharuskan tetap membayar 50% dari pajak yang ditagihkan supaya bisa mengajukan keberatan di pengadilan.  

Karena kasus ini, banyak perusahaan kemudian yang membatalkan penandatangan Production Sharing Contract(PSC). Lelang  blok migas pada 2013 gagal terlaksana karena para peserta mundur di proses penawaran. Munculnya peraturan pengenaan pajak eksplorasi ini menimbulkan ketidakpastian di industri migas, sehingga sampai saat ini minat untuk melakukan eksplorasi di Indonesia belum kembali pulih.

Sumber : SKK Migas
Sumber : SKK Migas
Tercatat secara kumulatif investor yang tidak dapat dikembalikan (loss) periode 2002 – Q2 2016 sebesar US$ 3,99 Milyar hilang begitu saja tanpa menghasilkan apa-apa. Dana ini dikeluarkan oleh perusahaan untuk melakukan eksplorasi pengeboran sumur-sumur migas di dalam negeri. Namun, kegiatan eksplorasi gagal, tidak menemukan cadangan migas, atau jika ditemukan pun tidak ekonomis untuk dikembangkan.

Uang yang sangat besar menjadi kerugian bagi pengusaha, tanpa diganti oleh pemerintah. Aturan yang ada di Indonesia, perusahaan bisa melakukan eksplorasi migas dengan biayanya sendiri terlebih dahulu. Jika kegiatan eksplorasinya berhasil, pemerintah akan mengganti biaya investasi yang telah dikeluarkan lewat cost recovery. Namun jika gagal, perusahaan tersebut harus menanggungnya sendiri.

Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis, SKK Migas Rudianto Rimbono menganggap uang yang hilang di industri migas ini bukanlah suatu kerugian.   Kegiatan eksplorasi memang memerlukan dana yang besar. Eksplorasi ini sangat diperlukan untuk memperoleh data sumber migas yang potensial untuk bisa diproduksi. "Ini part of the game (bagian dari permainan), bukan rugi."

Untuk membuat investor tertarik, perlu segera diterbitkan peraturan mengenai pengelolaan migas di laut dalam dan lapangan marginal.  Sebagai upaya mendukung pengembangan migas di laut dalam, seperti perpanjangan masa kontrak dan perhitungan imbal balik. 

Belum lagi masalah lahan pengadaan lahan yang menjadi persoalan yang cukup serius bagi industri hulu migas.  Pasalnya, kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan cadangan migas baru, tidak bisa dilakukan apabila proses pengadaan tanah masih menghadapi kendala, terutama KKKS.   Permasalahan  pengadaan tanah juga menyebabkan pelaksanaan komitmen pengeboran terhambat, sehingga kegiatan usaha hulu migas tidak bisa melakukan peningkatan produksi.

Kelima,perijinan yang banyak dan berbelit.  Sebagai sebuah industri yang padat modal dan berisiko tinggi, sektor hulu minyak dan gas bumi sangat membutuhkan iklim investasi yang mendukung. Salah satu hal yang kerap dikeluhkan investor adalah perizinan yang banyak dan berbelit yang menyulitkan mereka untuk berinvestasi dan melakukan ekspansi atas penanaman modal yang telah dilakukan.

Solusi yang cepat dan tepat mengenai masalah perizinan ini sangat dibutuhkan, mengingat saat ini pemerintah sedang menggencarkan eksplorasi demi peningkatan cadangan dan produksi migas nasional. Tanpa dukungan perizinan dari semua pemangku kepentingan, tujuan ini mustahil akan tercapai.

Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan secara total 341 izin yang harus dikantongi kontraktor kontrak kerja sama (kontraktor KKS) Migas untuk bisa melaksanakan kegiatan operasi.  Izin tersebut dibutuhkan untuk lima fase kegiatan, yakni survei awal, eksplorasi, pengembangan, produksi, dan pasca produksi. Proses pengurusan perizinan tersebar di 17 instansi, baik instansi pemerintah maupun swasta. Sebagai industri yang padat modal serta berisiko tinggi, sektor hulu minyak dan gas bumi sangat membutuhkan iklim investasi yang mendukung.

Sumber : bumn.go.id/pertamina
Sumber : bumn.go.id/pertamina
Kontraktor KKS Minyak dan Gas Bumi juga dihadapkan pada permasalahan waktu yang dibutuhkan untuk mengurus izin. Dari seluruh izin yang ada. proses pengurusan perizinan membutuhkan waktu bervariasi, mulai dari 3 hari kerja hingga 2 tahun. Imbasnya. Rencana kegiatan tidak bisa segera dilaksanakan karena harus menunggu selesainya proses pengurusan izin. Pelaku industri hulu minyak dan gas bumi pun meminta permasalahan perizinan di sektor ini harus segera dipecahkan agar kegiatan eksplorasi semakin marak dan produksi migas bisa ditingkatkan.

Keenam, imbal hasil atau interest rate of return (IRR) kecil.   Daya tarik industri hulu migas Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara kaya minyak lainnya, terlihat dari imbal hasil  yang kecil.   Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja mengatakan, hal itu disebabkan cadangan migas di Indonesia sudah menipis, ditambah kondisi geologi yang relatif lebih kompleks dibandingkan negara-negara di Afrika dan Timur Tengah.   Because it’s limited… we need ti optimize the exploitation.

Tak banyak kontraktor berani membenamkan banyak uang di saat seperti ini.  Kementerian ESDM pun mengakui bahwa dengan kondisi saat ini, industri hulu cukup tertekan.   Terlebih di beberapa pengembangan wilayah kerja, tingkat pengembalian imbal hasil juga sangat rendah, terkadang hanya mencapai 5%.

Sementara, imbal hasil industri minyak normalnya berkisar 15% hingga 30%. Bentuk cekungan hidrokarbon Indonesia dan sistem reservoir-nya yang kompleks dan relatif kecil memang merupakan tantangan bagi kontraktor migas yang beroperasi di negeri ini. Namun, semua tantangan tersebut tak bisa dihindari, karena Indonesia butuh hasil migas sebagai sumber pendapatan negara, juga untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

Imbal hasil investasi hulu migas yang menarik ada di angka 18-24% karena risiko industri yang tinggi. Namun, saat ini rata-rata imbal hasil investasi hulu migas di Indonesia hanya di bawah 8%.   Seperti eksplorasi yang dilakukan di wilayah deep water, seperti IDD Bangka atau lapangan Jangkrik, hanya memperoleh imbal hasil sekitar 5%. Kondisi ini jelas sangat tidak atraktif industri hulu migas di Indonesia.  Sebagai perbandingan, lapangan migas paling atraktif untuk investor bisa memberikan imbal hasil sampai 34%, meskipun rata-rata di lapangan hanya memberikan imbal hasil 24%.   Negara seperti Amerika Serikat, Meksiko, dan negara-negara Afrika saja untuk menarik minat investor memberikan IRR rata-rata 20-24%.

Ketujuh, waktu komersialisasi semakin panjang.   Di era booming minyak di Indonesia, waktu yang dibutuhkan dari masa penemuan migas ke komersialisasi 2 sampai 5 tahun.  Saat ini waktunya mencapai 10 sampai15 tahun.

Semakin panjangnya masa pengembangan ini berdampak pada beberapa blok migas besar di Indonesia saat ini yang sedang dikembangkan atau menunggu untuk dikembangkan. Beberapa contoh temuan besar itu seperti proyek Chevron IDD (Indonesia Deepwater Development) yang ditemukan pada awal 2000 saat ini pengembangannya menunggu proses perpanjangan PSC. Begitu juga Lapangan Abadi dengan kontraktor Inpex yang ditemukan pada 2000. Sedangkan lapangan Banyu Urip dengan kontraktor Exxon yang ditemukan 2001, baru  berproduksi tahun ini.  

Dengan rendahnya harga minyak dan biaya eksplorasi yang besar di wilayah Indonesia Timur, kontrak dengan durasi 30 tahun tidaklah cukup bagi perusahaan.

Dengan kondisi bisnis saat ini, maka durasi kontrak yang ideal adalah 50 tahun. Atau tetap 30 tahun dengan otomatis perpanjangan 20 tahun. Tanpa adanya perubahan ini, investasi eksplorasi di Indonesia akan tetap menjadi tidak menarik.

Bersolek untuk Menarik Investor

Ibarat seorang gadis yang bersolek agar disunting, demikian pula dengan sektor migas.   Industri hulu migas pun perlu bersolek agar investor mau datang dan menanamkan modalnya di Indonesia.   Ada beberapa langkah yang perlu dan harus dilakukan untuk menarik investasi  :

Pertama, kepastian hukum.  UU yang baru hendaknya memberikan hak otomatis perpanjangan PSC minimal satu periode bagi perusahaan yang sudah eksis. Sebab, akan susah bagi sebuah perusahaan migas menemukan dan memproduksi migas dengan jangka waktu PSC seperti saat ini. Saya sudah jelaskan sebelumnya, bagaimana contoh beberapa kontraktor migas yang sudah menemukan migas tapi kesulitan untuk melakukan komersialisasi karena pendeknya jangka waktu PSC. Yang saya inginkan ada di UU Migas yang baru adalah kepastian bagi kontraktor untuk bisa memperpanjang secara otomatis PSC paling tidak satu periode meskipun porsi lebih kecil dan split lebih rendah.

Thailand bisa menjadi salah satu contoh. Di negara itu kontrak konsesi tahap pertama yang habis bisa diperpanjang otomatis . Apabila ingin memperpanjang kembali setelah kontrak tahap kedua selesai, barulah harus mendapatkan izin dari pemerintah. 

Kedua, penyederhanaan perizinan.   Inisiatif untuk menyederhanakan perizinan di hulu minyak dan gas bumi telah ditunjukkan Kementerian ESDM yang telah mengurangi jumlah perizinan untuk sektor hulu migas dari 104 izin menjadi 42 izin. Kementerian ESDM juga telah menyerahkan perizinan tersebut ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Seluruh izin hulu migas yang dulunya harus melalui proses di Kementerian ESDM kini bisa diurus di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat dl BKPM.

Penyederhanaan perizinan ini merupakan bentuk perubahan mendasar dalam memperbaiki tata kelola migas.   Kementerian ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 23/2015 yang mengatur langkah pendelegasian tersebut.   Pendelegasian perizinan dari Kementerian ESDM itu akan diikuti dengan penyusunan proses bisnis dan prosedur operasi standar (Standard Operating Procedure/SOP)

Penyelesaian permasalahan perizinan, baik di pusat maupun daerah. Menjadi salah satu prioritas SKK Migas. Dari ratusan perizinan yang ada di sektor hulu minyak dan gas bumi sekarang, porsi terbesar ada di pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Agar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tergerak untuk ikut menyederhanakan perizinan, SKK Migas terus melakukan pendekatan dengan mengintensifkan komunikasi supaya pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota mendapatkan pemahaman yang utuh mengenai proses bisnis di hulu minyak dan gas bumi.

Ketiga, Menaikkan IRR.  Hal ini disadari penuh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Saat ini, menurut Kementerian ESDM merupakan era di mana setiap negara berlomba-lomba menarik investor untuk menanamkan modalnya, termasuk di sektor migas. Karena itu, kesediaan pemerintah untuk memberikan insentif, baik dari segi fiskal, perpajakan maupun kemudahan berusaha, menjadi sebuah kewajaran.

Untuk meningkatkan iklim investasi migas di Indonesia, Pemerintah berencana akan meningkatkan internal rate of return (IRR) proyek hulu migas di atas 15%. Oleh karena itu, rencana penyerahan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang rencananya pekan ini diserahkan ke Setneg, diperkirakan mundur.

Pelaksana Tugas Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan,  di Jakarta (29 Agustus 2016), menyatakan bahwa di Kementerian ESDM masih terdapat  hal-hal  struktural yang masih akan dibenahi dengan cepat seperti mengganti formula perpajakannya agar  IRR suatu proyek diharapkan di atas 15%. Formula perpajakan baru tersebut akan dibicarakan oleh Kementerian ESDM dengan Kementerian Keuangan dan Ditjen Pajak.

Merujuk ke sejarahnya, PP No 79 tahun 2010  disusun  ketika  ladang minyak yang ada itu ada yang sulit, gampang, dan setengah gampang pada saat eksplorasi. Dan selama sekian tahun berjalan, ladang minyak yang gampang sudah habis dan yang tinggal hanyalah di wilayah ladang yang sulit.   Bila ladang yang sulit ini hanya memberi IRR rendah,  tidak ada orang yang akan berinvestasi.   Sisa cadangan minyak terbukti Indonesia tahun ini tersisa hanya 3,7 miliar barel dan akan habis dalam tempo sekitar 11-12 tahun lagi.  

Sebenarnya masih banyak cadangan minyak yang dimiliki Indonesia, tapi lokasinya di laut dalam dan tempat-tempat terpencil.  Tanpa adanya insentif yang lebih dibandingkan pengeboran di darat, maka eksplorasi cadangan-cadangan migas tersebut tidak ekonomis untuk dikembangkan.  Melalui regulasi baru diharapkan dapat membuat kegiatan eksplorasi dan produksi minyak di laut dalam menjadi ekonomis.  Dengan tawaran keuntungan yang cukup menggiurkan, diharapkan investor mau mencari minyak di laut Indonesia.

Dalam diskusi di Gedung Migas, Jakarta pada tanggal 9 September 2016 yang dilansir dari Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, mengungkapkan salah satu insentif yang ditawarkan untuk pengeboran migas di laut dalam adalah bagi hasil (split) yang besar.  Selain insentif bagi hasil yang lebih besar untuk pencarian dan produksi migas di laut dalam, durasi kontraknya pun akan lebih panjang.   Durasi kontrak yang diberikan bisa lebih dari 30 tahun, mungkin sampai 50 tahun, lebih panjang dari masa berlaku kontrak migas di Indonesia sekarang.  Nantinya regulasi terkait insentif laut dalam akan dibuat dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Menteri (Permen).

Keempat, Insentif di sektor pajak.  Selain itu Pemerintah akan menghapus beberapa pajak yang dikenakan di sektor eksplorasi migas. Rencana penghapusan pajak tersebut akan dimasukkan ke dalam revisi Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas.    Dikutip dari kontan.co.id (2/08/2016) Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan, usulan pajak yang disampaikan kementeriannya ke pemerintah untuk dihapus ada dua.   Yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di bidang usaha hulu migas serta memangkas beberapa pajak daerah yang dikenakan dalam bidang usaha hulu minyak dan gas.

Keenam, melaksanakan keterbukaan informasi dan data terkait Wilayah Kerja (WK).   Hal ini untuk mengurangi risiko sekaligus meningkatkan minat investor.    Para investor pada dasarnya membutuhkan data yang selengkap-lengkapnya untuk memutuskan melakukan investasi atau tidak pada WK.  Selama ini terkesan Pemerintah masih tertutup dan merahasiakan data suatu WK.  Seharusnya Pemerinta melalui Kementerian ESDM memiliki data-data eksplorasi yang lengkap dengan data eksplorasi geologis.  Saat ini SKK Migas memiliki sejumlah aplikasi mulai dari lifting dashboard untuk Pemerintah Daerah hingga data eksplorasi suatu WK.     Data ini dapat digunakan untuk menarik investor saat pelelangan WK. 

Sumber : SKK Migas
Sumber : SKK Migas
Multiplier Effect.

Setiap US$ 1 juta yang diinvestasikan di sektor hulu migas maka akan menghasilkan multiplier US$ 1,6 juta, Gross Domestic Product additional US$ 0,7 juta, dan menciptakan peluang pekerjaan mencapai 100 orang.

Sumber : SKK Migas
Sumber : SKK Migas

Investasi di sektor hulu migas selain menaikkan kapasitas produksi dalam negeri juga menciptakan multiplier efek di bidang lainnya.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan salah satu sektor yang berpeluang berkembang bersama sektor hulu migas adalah industri perkapalan. Dalam sebuah diskusi dengan industri perkapalan baru-baru ini, Amien mengatakan bahwa industri hulu migas saat ini menggunakan lebih dari 650 kapal dengan docking(perawatan atau maintenance) kapal mencapai lebih dari 100 kapal per tahun.

Bisnis hulu migas melibatkan serangkaian aktivitas panjang mulai dari eksplorasi sampai tahap produksi. Selama operasi berjalan, sektor ini tidak hanya bergerak maju sendirian, tetapi juga menciptakan peluang bagi sektor-sektor lain untuk bergerak bersama.

Industri perkapalan hanya satu contoh industri yang bergerak maju bersama industri hulu migas. Masih banyak industri lain dari berbagai bidang dan skala bisnis, yang ikut menerima efek berganda (multiplier effect) dari kehadiran industri hulu migas.

Data dari SKK Migas juga menunjukkan bahwa dari total nilai seluruh komitmen pengadaan barang dan jasa industri hulu migas periode Januari - Juli 2015 sebesar US$ 2,53 miliar, persentase Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai 67,22% (cost basis). Selain itu, industri hulu migas turut menyediakan kesempatan bisnis bagi BUMN.   Dari tahun 2010 hingga 2014, keterlibatan BUMN dalam sektor hulu migas sudah mencapai angka US$ 4,5 miliar.

Industri perbankan nasional merasakanmultiplier effectdari indutri migas.   Terhitung mulai 2009, industri hulu migas diwajibkan untuk menggunakan bank umum nasional.    Khusus bagi kontraktor KKS yang sudah memasuki masa produksi, semua transaksi pembayaran wajib menggunakan bank BUMN atau BUMD. Hasilnya, pada periode April 2009 hingga Desember 2014, total transaksi pembayaran pengadaan melalui bank-bank tersebut mencapai US$ 44.91 miliar. Partisipasi BUMN dan BUMD ini diharapkan akan meningkat di masa mendatang sehingga multiplier effect industri hulu migas bagi bisnis negara lainnya dapat berjalan maksimal.

Mencari Energi Alternatif

We simply must balance our demand for energy with our rapidly shrinking resources. By acting now, we can control our future instead of letting the future control us.– Jimmy Carter.

Pemerintah perlu mencari sumber-sumber energi lain yang lebih murah dan mudah.  Selain itu dibutuhkan Roadmap Penyangga Cadangan Energi Nasional guna diversifikasi energi ke sumber energi terbarukan lain seperti geothermal (panas bumi), solar cell (tenaga matahari), dan biofuel.    Diharapkan energi terbarukan pada tahun 2025 bisa mencapai 26% dari kebutuhan energy Indonesia (sumber : Kementerian ESDM).

esdm-57dd723bd69373d04d995f65.jpg
esdm-57dd723bd69373d04d995f65.jpg
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional yang dirumuskan Dewan Energi Nasional (DEN), peran energi terbarukan dalam bauran pada 2025 ditetapkan sedikitnya sebesar 23%.  Kemudian meningkat menjadi 31% pada 2050.  Insentif juga perlu diberikan untuk  kendaraan yang menggunakan energi hibrida dan listrik.    Seperti Inggris dan negara-negara Eropa memberikan tarif pajak lebih rendah untuk warganya yang menggunakan moda transportasi berbasis listrik dan hibrida dibandingkan moda transportasi berbahan bakar minyak.  

Namun perlu diingat, bahwa dalam proyeksi hingga 2050 peran migas dalam bauran energi primer nasional maupun dunia masih tetap dominan walaupun pengembangan energi terbarukan terus dilakukan.    Selain itu, kendati ada kebijakan untuk mengutamakan industri dalam negeri, SKK Migas dan industri hulu migas sangat menekankan pada efisiensi dan kecepatan dalam proses pembuatan keputusan guna mewujudkan ketahanan dan kedaulatan energi Indonesia Industri hulu migas teruslah engkau bersolek.

Salam Hangat dari Tangerang.....

Facebook

Twitter

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun