Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

E-learning bersama HarukaEdu Menuju Masa Depan yang Lebih Baik

3 Juni 2016   23:49 Diperbarui: 3 Juni 2016   23:58 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka juga mencari dan melatih tenaga pengajar, memasarkan program dan merekrut mahasiswa, sampai dengan menjalankan dan melakukan administrasi perkuliahan. 

Hebatnya lagi HarukaEdu berhasil masuk dalam program Google Launchpad, sebuah program akselerator dari Google untuk startupaplikasi mobile. Program tersebut telah diluncurkan ke tiga negara baru, yaitu India, Brasil, dan Indonesia.

HarukaEdua mendapat bantuan dana dan biaya pelatihan selama dua minggu di kantor pusat Google di Silicon Valley, AS.  Selain itu HerukaEdu memiliki akses ke engineering, resource, dan mentor dari Google saat dan setelah program berjalan.    Lalu berkesempatan bekerja langsung dengan Google selama enam bulan dan bantuan lainnya.  Jadi aplikasi yang dikembangkan HarukaEdu sudah diakui secara internasional.    HarukaEdu meluncurkan program e-learning berstandar internasional pertamanya September 2014, yang merujuk kepada Online Learning Consortium

Proses pembelajaran dibagi atas 75% secara online dan 25% secara tatap muka di kelas, yang terdiri dari pertemuan pertama, Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS).Pertemuan Pertama bertujuan untuk mempertemukan siswa dengan dosen dan siswa lainnya, sehingga komunikasi dan kerja sama selama masa kuliah dapat dilaksanakan dengan lebih baik.

Saat ini HarukaEdu telah menjalin kerjasama dengan tiga perguruan tinggi, yaitu London School Public Relation (LSPR), Universitas Wiraswasta Indonesia (UWIN), dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIE Indonesia).  Serta HarukaEdu baru saja menjalin kerjasama dengan President University.  DIharapkan tahun-tahun mendatang akan lebih banyak universitas terlibat dan semakiin banya jurusan yang tersedia.   Saya berminat tuh kalau ada kuliah online magister hukum.  Jadi nanti dibelakang embel-embel nama saya ada titel SH MH.  Maunya sih.  Man supposed God disposed.

Dengan jumlah total penduduk sekitar 250 juta jiwa, Indonesia adalah negara berpenduduk terpadat keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat).  Dari jumlah tersebut sekitar setengahnya berumur di bawah 30 tahun.    Jika kedua faktor tersebut di atas digabungkan, indikasinya adalah Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar, yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan.   Persaingan akan menjadi lebih berat lagi bagi para pencari kerja.

Berdasarkan keterangan dari Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, M. Nasir, Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia  masih berada di angka 30%, yang berarti 7 dari 10 orang Indonesia pada rentang usia 19-23 tahun tak mampu melanjutkan ke perguruan tinggi. Sementara angka ideal untuk menuju negara industri APK harus berada di angka 60%.

Sedangkan survei yang dilakukan HarukaEdu terhadap  1.200 responden yang merupakan pekerja di Jakarta, 70 persennya ingin melanjutkan sekolah lagi. Sedangkan, 54 persen ingin melanjutkan sekolah sambil kerja dengan waktu yang fleksibel, yakni via online.  Selaras dengan data demografi pengguna internet di Indonesia, mayoritas pengguna adalah mereka yang berusia 18-35 tahun dengan latar belakang karyawan atau wiraswasta.   Sayang sekali jika akses terhadap internet ini tidak digunakan untuk meningkatkan kualitas diri dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan aplikasi e-learning.

Apalagi sejak  disepakatinya ASEAN Economic Community, MEA 2015, kompetisi akan semakin ketat dan berat.   Mereka denga kemampuan yang tinggi dengan latar pendidikan yang tentu saja lebih baik, lebih berpeluang untung memenangkan kompetisi.   Sebagai gambaran, saat ini baru 7,2 persen masyarakat Indonesia yang memiliki gelar S1, sedangkan Malaysia sudah 24 persen. Dan kalau kita lihat di salah satu situs pencarian kerja yang besar, lowongan kerja untuk tingkat S1 enam kali lebih besar dari yang lulusan SMA.    Maka tak aneh mereka yang berpendidikan S1 lebih berpeluang untuk sukses.  

Selaras dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 dikutip dari materi Nangkring Bareng HarukaEdu bersama Kompasiana.com bahwa dari 111 juta orang angkatan kerja dewasa, hanya sekitar 8 juta atau 7 persen yang memilki gelar sarjana.  Sementara itu sebanyak 32 juta angkatan kerja hanya lulusan sekolah menengah atas.

Saya saja yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil merasakan dampaknya juga.  Di kantor sebagian besar bergelar S2, sudah jarang PNS yang hanya bergelar S1.   Sedangkan PNS yang hanya tamatan SMA memilih untuk melanjutkan kuliah untuk kenaikan golongan dan jenjang karir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun