Selama bekerja sudah beberapa kali bertugas untuk melakukan survey lapangan di provinsi Jawa Tengah. Mulai dari lintas Pantura Jawa yang ramai, lintas tengah (yang dingin), lintas selatan, dan lintas penghubung.
Biasanya dari Jawa Barat kita akan tahu masuk Jawa Tengah ketika masuk di Kabupaten Brebes. Terasa jalan mulai bergelombang.
“Wah kita sudah sampai di Jawa Tengah ya?” tanya teman saya yang sejak dari Indramayu tertidur.
“Kok tahu?” saya balik bertanya.
“Jalannya mulai bergelombang.”
Tapi itu beberapa tahun yang lalu. Dalam beberapa tahun belakangan wilayah Brebes dan Tegal selalu dilakukan pemeliharan berkala atau peningkatan. Sebaliknya jalan Pantura Jawa Tengah yang sekarang mengalami kerusakan. Untungnya tol Cikopo – Palimanan sepanjang 116 Km menyelamatkan Pantura Jawa Barat. Sebagian kendaraan besar sudah masuk ke ruas tol yang baru dibuka menjelang Lebaran 2015 kemarin. Keluar dari tol langsung masuk Pejangan, Jawa Tengah.
Selama melakukan perjalanan dinas ke Jawa Tengah lewat darat memang paling favorit lewat Pantura. Selain jalannya sudah 4 lajur dan ramai, di kanan kiri jalan juga banyak tempat singgah baik hotel, masjid, atau tempat kuliner. Jadi tak perlu khawatir untuk masalah perut. Favorit pemberhentian di Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Kudus.
Kalau di Tegal tidak ada Warteg (Warung Tegal) karena semua warung sudah pasti di Tegal. Biasanya rumah makan di Tegal ditulis Warung Nasi. Kalau di Pekalongan banyak tempat makan di sekitar alun-alun. Ada hotel baru di dekat Pekalongan Mall (atau Plaza?) yang resik dan menjadi langganan. Atau kalau naik kereta menginap di dua hotel yang berada persis di seberang Stasiun Pekalongan. Nah kalau masih siang, biasanya kita lanjutkan perjalanan sampai ke Ibukota Provinsi Jawa Tengah, Semarang.
Di Semarang jangan ditanya, surganya wisata kuliner dan hotel. Mau hotel kelas bawah sampai bintang 5 ada semua. Saya biasanya menginap di Hotel Ciputra, Hotel Crown atau Hotel Horison karena dekat Simpang Lima. Kemana-mana dekat. Mau ke Masjid Agung dekat, mau ke Gramedia dekat, mau beli oleh-oleh juga dekat.
Nah kalau ada urusan dengan Universitas Diponegoro (Undip), saya menginap di Hotel Plaza atau Hotel Serrata. Kalau di Hotel Plaza tinggal menyebrang jalan dan dari Patung Kuda tinggal naik taksi, angkot, atau ojek. Kalau dari Hotel Serrata agak lebih jauh.
Nah kalau mau cari makan di Pantura Jawa bagian Timur biasanya kita cari Garang Asam. Segar banget. Tapi hati-hati kalau tidak kuat pedas bisa mulas-mulas. Jalur Pantura Jateng bagian Timur lebih sepi ketimbang Pantura Jateng bagian Barat, dan jalannya pun lebih mulus. Bisa mampir di Demak, Pati, Lasem (kota Pecinan tempo doeloe), sampai Bulu (Bts. Jatim). Saya sendiri tidak pernah menginap di daerah ini. Biasanya dari Bulu langsung kembali ke Semarang.
Sedangkan Lintas Penghubung (yang menghubungkan Lintas Pantura dengan Lintas Tengah atau Lintas Selatan) jalannya biasanya lebih kecil. Seperti penghubung dari Tegal – Slawi – Ajibarang jalannya kecil dan berkelok-kelok. Sepertinya sulit kalau mau diperluas lagi karena di kanan bukit di kiri sudah jurang. Harap hati-hati di kawasan Ciregol karena rawan longsor dan rawan kemacetan. Kabarnya ruas jalan ini akan direlokasi karena gerusan Sungai Cipedes. Namun menunggu kesepakatan dengan Perhutani karena relokasi akan menggunakan lahan mereka.
Kalau lintas penghubung Semarang – Solo atau Semarang – Jogja sih sudah bagus. Biasanya kalau lewat lintas penghubung ini banyak tempat wisata kuliner yang enak (lain kali akan kita bahas). Biasanya saya memilih menginap di Hotel Trio Magelang atau bablas langsung ke Yogyakarta. Biasanya di Jogja kami menginap di Hotel Jambu Luwuk,Hotel Phoenox, Merapi Merbabu, Wisma Joglo, ah... banyaklah, sampai saya lupa nama-namanya. Di sini juga surganya kuliner, murah-murah lagi. Demikian pula Solo, betah deh menginap di kota ini.
Lain halnya dengan Lintas Selatan yang berdekatan dengan Yogya. Pernah suatu saat kami memutuskan untuk tidak mampir di Yogya tetapi melanjutkan perjalanan ke Pracimantoro – Giritontro –Giriwoyo (Kabupaten Wonogiri) ternyata tidak ada rumah makan. Cari warung nasi pun susah. Selain itu daerah karst ini sepi dan jalannya masih dua lajur. Jarang kami berpas-pasan dengan mobil lain hingga tiba di perbatasan dengan Pacitan (Jawa Timur).
Demikian pula dari Yogyakarta ke arah barat. Sepi juga. Pernah saya memilih menginap di Hotel Purworejo Plaza (hotel sederhana dan lebih mirip wisma), jam delapan malam sepi banget. Warung dan rumah makan di dekat hotel sudah tidak ada yang buka. Jalanan pun sepi. Tidak ada angkutan umum yang lewat. Apalagi dengan berfungsinya Jalan Lingkar Utara dan Selatan, tambah sepi saja kota ini. Saya juga baru tahu tidak ada bioskop di kota ini (dulu pernah ada tetapi dibakar massa) Akhirnya sejak itu saya memilih untuk menginap di Yogya saja. Bukan apa-apa, malam-malam saya suka iseng pengen cari makanan khas daerah setempat.
Enaknya Lintas Selatan lebih sejuk dibanding Pantura. Namun jalan di Selatan, dari Yogya – Purworejo – Kebumen – Banyumas lebih sempit dan gelap di malam hari. Waspada juga di perlintasan KA Sumpiuh yang rawan macet dan rawan kecelakaan. Kalau dari Banyumas ke Purwokerto lumayan ramai. Cobalah menginap di Hotel Niaga – Purwokerto. Karena dekat dengan Stasiun besar Purwokerto, hotel di daerah ini cukup banyak dan berbintang. Biasanya pihak hotel di dekat stasiun melayani antar jemput tamu 24 jam. Saya pernah menginap di sebuah hotel di dekat stasiun, jam satu dinihari saya minta dibangunkan untuk mengejar jadwal kereta di Jakarta. Ternyata jam dinihari di lobi ramai oleh penumpang yang baru dijemput di stasiun. Selain itu ternyata tak hanya saya yang akan ke stasiun, ada tiga tamu lain yang akan naik kereta dengan tujuan Jakarta dan Bandung.
Lintas tengah akan saya ceritakan pada tulisan selanjutnya. Lintas tengah lebih ke jalur wisata alam. Ada daerah Batur dan Dieng, lalu melihat gunung kembar Sindoro dan Sumbing. Saatini juga sedang dibangun pelebaran jalan Lintas Pantai Selatan,mulai dari Adipala – Ayah – Congot – Wawar. Tujuannya untuk lebih mengembangkan daerah wisata (terutama pantai) di pesisir Selatan.
Juga pengalaman piket di lokasi ambruknya oprit (jalan pendekat) Jembatan Comal pada Lebaran 2014, Bencana banjir di Pantura Jawa Tengah, lokasi longsor Ciregol, Bencana alam Longsor Karangnongko, dan jembatan ortotrophic di Pantura yang ternyata kurang cocok. Pokoke tunggu saja postingan selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H