Mohon tunggu...
baby joewono
baby joewono Mohon Tunggu... -

Aktifitas saya melemparkan gagasan/ajakan2 saat harus bicara/ceramah. Juga mengajar Public Speaking utuk semua kalangan. Bahagia saat bisa ketemu orang banyak di berbagai forum untuk berbagi, entah sebagai pembicara atau moderator. Sekarang lagi belajar menulis...smg apa yang tertulis bisa bermanfaat bagi yang berkenan membaca...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kampanye Tanpa Biaya Cukong, Bisakah?

23 Mei 2010   07:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:02 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih-lebih belakangan ini, kita banyak sekali dengar 'guyonan' nyata yang pahit tentang peserta kampanye atau yang sudah terpilih jadi pemimpin. "Biaya kampanyenya pasti guede sekali..jadi kalau udah menjabat, ya pastilah mengeruk sebanyak mungkin buat ngembaliin modal atau  kasih fasilitas pada cukong yang udah nyokong dana kampanyenya;". Tidak ada kemenangan tanpa biaya. Tidak ada kampanye tanpa modal. Tak ada kampanye tanpa cukong. Nah lu.....!

DI banyak media, sekarang disebut utang politik. Konon, kata banyak media belakangan ini, terjadi pada Presiden dan Ical (Abu Rizal Bakrie) yang salah satu pengusaha terkaya di negeri ini. Rakyat memang tidak tahu persis, tapi logika, sumber-sumber yang ada, dan perkembangan politik yg terjadi, membuat itu tercuat dan jadi terbuka.

Di tahun-tahun terakhir, biaya, gegap gempita dan keriuhan kampanye semakin menggila. Semua peserta semakin jor-joran membabi buta dengan segala cara. Tujuannya, jangan sampai kalah dari lawan dan agar jadi pemenang. Biaya organisasi pendukung, rapat-rapat besar, tim sukses, promosi, kunjungan, biaya pendukung bayaran, kampanye langsung.....tak terbayangkan jumlah angkanya. Pilkada saja pasti besar, apalagi pilpres. Pernah kata sebuah media massa biaya kampanye pilpres sebuah partai menembus angka triliun. Fantastis. Demi menang sebagai pengelola negeri milik rakyat. Jadi, sepertinya menang bukan lantaran rakyat benar-benar percaya dan memang bisa dpercaya. Tapi bisa jadi karena promosi citra yang hebat. Rakyat memilih yang mereka rasa paling bisa dipercaya diantara para calon yang ada, meski dengan rasa ragu-ragu dan hanya pasrah. Apakah sebenarnya mereka memilih bandit atau malaikat. Cuma berharap dan pasrah...akan keadaan negeri mereka sendiri.

Tentang para calon pengelola negeri, kampanye , dan rakyat. Apakah rakyat diberitahu bahwa semua kegiatan partai dan kampanye itu perlu uang sangat banyak? Apakah diberi tahu biaya partai dan kampanye itu dari mana? Diberi tahu bahwa sebagai pengelola negeri kelak pemenang harus mengembalikan hutang politik yang sangat banyak kepada penyumbang/cukong yg membiayai? Berupa fasilitas, jabatan atau apapun. Dan semua itu tentu akan menggunakan milik/uang/sumber daya milik rakyat? Dibayar pakai apa lagi kalau bukan pakai milik sumber daya milik rakyat? Apakah Rakyat diberi tahu semua itu? Apakah begitu? Apakah pernah?

Reformasi sudah pernah dimulai. Banyak korban sudah ditelan. Tapi keadaan bukan semakin baik. Pemilihan, terutama pilpres, semakin tidak rasional. Entah biaya dari mana/siapa, entah nanti harus mengembalikan hutang politik, entah nanti bayar pakai uang rakyat. Yang penting paling bisa memikat rakyat, dan menang. Kenapa jadi begini hasil reformasi?

Kampanye dengan menawarkan  visi, pekerti, rekam jejak, kinerja, dan memegang kepercayaan rakyat dengan membiarkan rakyat mengawasi langsung (dengan sistem yang dibentuk terbuka, tidak perlu lewat DPR), apakah tidak bisa dilakukan?  Haruskah kampanye itu mebyar-mebyar dengan biaya cukong? Yang kelak harus dikembalikan dengan milik rakyat......?

Demikian sekilas pendapat...mohon maaf bila banyak kekurangan. Salam...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun