Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Panusu dan Kesetiaan Imannya di Komunitas Katolik

24 Juni 2019   05:49 Diperbarui: 24 Juni 2019   05:55 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panusu dan Sr. Franselin, pemimpin St. Damian, berbincang dengan Panusu di bandara Komodo Labuan Bajo sebelum pulang kampung. (dokpri)

Saya membaca ungkapan belasungkawa atas kepergian Panusu kemarin sore. Panusu bukan siapa-siapa? Seorang pelaut. Ia melintasi laut, menjangkau pulau-pulau di negeri ini dan akhirnya akhirnya berlabuh karena serangan penyakit aneh menurutnya kala itu.

Panusu bukan siapa-siapa. Pria Sulawesi yang terdampar di Pulau Longos, Manggarai Barat. Hidup terisolir karena menderita penyakit yang kemudian teridentifikasi sebagai kusta.   

Di tengah ketakberdayaan, ia terus melakukan ziarah pencaharian. Pencarian untuk memperoleh kesembuhan. Singkat kisah, ia mendengar nama seorang biarawati Katolik dan ia akhirnya dipertemukan dengan sang pelayan  orang kusta-cacat ini.

Biarawati itu adalah Sr. Virgula SSpS. Putri dari keluarga berada di negeri Jerman yang memilih untuk membaktikan diri sebagai biarawati dan pelayan orang kusta-cacat di Manggarai sana.

Kisah perjumpaan Panusu dan Sr. Virgula pernah dikisahkan Panusu dalam buku Ziarah Pembebasan. Ia menceritakan bagaimana "Mama Lula" merawatnya tanpa sungkan dan tak merasa jijik sedikit pun. Ia membersihkan luka-lukanya dan melakukannya  secara rutin dengan segenap cinta.

Tentu Sr. Virgula mungkin tak menanyakan agama Panusu. Kalaupun ia bertanya hanya sekedar untuk diketahui demi perlakuan  dalam pelayanannya. Sr. Virgula tak pernah membujuk atau memaksa mereka untuk menjadi penganut Katolik meskipun itu ia bisa lakukan dengan posisi tawarnya yang tinggi. Sr. Virgula melayani mereka tak atas dasar agama,  pelayananannya adalah pelayananan kemanusiaan.

Panusu tak sendirian di sana. Ada pula Abdul, seorang muslim asal NTB. Abdul pernah mengungkapkan niatnya untuk menjadi Katolik tetapi Sr. Virgula mencegahnya. Itu tadi. Pelayanannya adalah pelayanan kemanusiaan. Ia tak mau dengan pelayanan dan kasihnya menyebabkan orang meninggalkan imannya.

Kisah Sr. Virgula, Panusu, dan Abdul adalah gambaran nyata yang seharusnya menjadi contoh bagi para pemimpin dan rakyat negeri ini kala agama dijadikan "komoditas" untuk berbagai kepentingan apapun yang bertentangan nilai-nilai kemanusiaan.

Kita mudah temui  pemberitaan yang mengeksploitasi agama dan kemudian mencedarai nilai-nilai kemanusiaan. Kita dipertontonkan oleh  kelompok-kelompok yang mempolitisasi agama untuk kekuasaan duniawi. Kita menyaksikan betapa orang  mengkaplingkan surga sebagai milik mereka semata dan  melabelkan kelompok yang lain sebagai komunitas kafir dan sejenisnya. Terakhir,  eksploitasi berlebihan perpindahan keimanan tokoh atau artis dan kemudian berujung saling menghujat dan mengklaim paling benar. Padahal, soal keimanan (agama) adalah ranah privasi seseorang. Orang bebas menentukan sikap imannya -- apapun alasannya.

Apa yang dilakukan Sr. Virgula adalah sebuah sikap yang berlandaskan CINTA KASIH. Cinta Kasih tak mengenal sekat atau batas, atribut suku atau agama. Cinta Kasih melampui dimensi kehidupan di dunia ini. Cinta Kasih adalah sebuah perwujudan kemanusiaan yang berlandaskan Kasih dan Kebesaran Tuhan.

Dengan merawat dan memperlakukan Panusu atau Abdul dengan istimewa tanpa masksud untuk menggoyahkan iman mereka. Ia mengharapkan mereka menjalankan kehidupan sesuai dengan ajaran agamanya. Mereka bebas sholat meskipun mereka berada di tengah mayoritas anggota komunitas Damian yang beragama Katolik.

Sikap dan keteladanan Sr. Virgula mungkin sangat berbeda dengan manusia jaman ini. Berbuat baik karena ada maunya. Mengharapkan timbal balik. Dan, itulah yang terjadi jaman ini ketika agama menjadi jualan atau barang dagangan bagi orang-orang sesat. Orang begitu mudah terjerumus dengan rayuan atau tawaran duniawi, lalu meninggalkan keyakinannya.

Keteladanan Sr. Virgula adalah pembuktian kualitas imannya. Kualitas itu mengutamakan sikap dan tindakan hidup berdasarkan keyakinannya. Kuantitas (jumlah penganut agama) bukan hal yang utama. Keutamaan adalah seberapa banyak dan seberapa dalam ia menolong orang dari penderitaan. Karena keimanan atau keyakinan adalah ruang privasi dan siapapun tak pantas merenggutnya dengan alasan apapun.

Akhir kisah Panusu di St. Damian berakhir dengan perpisahan. Ia kembali ke Sulawesi. Berpisah dengan rekan-rekannya di St. Damian. Kabar itu saya baca dari wall facebook salah seorang anggota Damian beberapa bulan yang lalu. Dari wall yang sama, saya menemukan kisah perpisahan yang berbeda. Perpisahan untuk selamanya. Panusu meninggalkan kita semua dan kembali ke pangkuan Sang Khalik dengan tetap seorang beriman Islam meskipun puluhan tahun hidup dan dirawat di tengah umat Katolik.

Selamat jalan Panusu.

Doa kami untukmu.

Tambolaka, 24 Juni 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun