Orang non Kristen akan berpikir memilih mikul salib dan mati di salib adalah keputusan Yesus yang paling bodoh dalam hidup-Nya. Mereka  pula mempertanyakan ke-Allah-an Yesus. Tuhan kok tak dapat menyelamatkan diri?  Jika Dia adalah Tuhan seharusnya Ia dapat menghardik segala ujian hidupnya termasuk peristiwa penyaliban ini.
Yesus dapat melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya termasuk menyelematkan diri dari jeratan Golgota. Tetapi bagi orang Kristen, apa yang dialami Yesus adalah puncak yang paripurna dari visi kedatangan-Nya di dunia ini. Itu sudah dinubuatkan oleh para nabi dan Bapa-Nya sendiri mengatakan hal itu bahkan akan lahir seorang Putra Allah, Sang Emanuel, dan penebus dosa umat manusia.
Logika bertanya mereka itu ada benarnya sebagai manusia awam atau tak beriman Kristen. Apakah dengan memilih mati di salib adalah satu-satunya jalan misteri penyelamatan itu? Tidak adakah lagi bentuk penyelamatan lain tanpa mengorbankan nyawa-Nya? Khan Dia sendiri adalah Tuhan.Â
Dalam refleksi penulis, jalan salib hidup Yesus yang berujung kematian di Golgota adalah kepenuhan dari janji-janjinya semasa hidupnya. Ia memang datang untuk menyelamatkan dosa manusia.
Ketokohan, visi dan kepemimpinan Yesus tertulis dalam Perjanjian Baru. Karena itu mendapat berbagai sebutan atau panggilan. Tentu sebutan atau panggilan itu berlandaskan pada konteks sikap dan tindakan Yesus  pada jaman itu. Yesus sebagai Gembala yang baik. Yesus sebagai Guru yang baik. Yesus sebagai Tabib Ilahi dan masih banyak lagi.
Sebagai Gembala yang baik, sejatinya kedatangannya untuk mengembalikan domba-domba (manusia) yang tersesat dalam dosa. Manusia adalah kawanan domba dan Ia adalah penggembalanya.
Yesus sebagai Tabib Ilahir, Ia mampu menyembuuhkan orang sakit hanya dengan bersabda dalam satu kata atau kalimat saja serta menjamahnya. Kisah penyembuhan orang sakit dan bahkan membangkitkan Lazarus merupakan kesaksiaan iman tentang ke-Allah-an Yesus. Hanya Allah dan Putra-Nya yang dapat melakukan kuasa membangkitkan orang mati.
Sebagai Guru, Yesus memang selalu tampil di rumah ibadat dan mengajarkan Kabar Gembira, tentang Kasih Bapa-Nya. Pula di padang, ia mengajar sambil memberikan makan ribuan orang.
Yesus adalah Putra Allah, ya pada hakikatnya ia memiliki kuasa yang diberikan Bapa kepada-Nya. Mujizat-mujizat dilakukan-Nya. Mujizat-mujizat ini tak dapat dilakukan oleh orang awam sekalipun seorang nabi.
Yesus adalah pemimpin. Seseorang disebut pemimpin karena ada orang yang dipimpinnya. Seorang presiden disebut pemimpin karena ada rakyat. Seorang gubernur disebut pemimpin karena masyarakat yang dipimpinnya. Begitu seterusnya turun hingga level organisasi terendah apapun. Ada pemimpin, ada anggota yang dipimpin.
Begitu pula Yesus. Ia adalah pemimpin. Ia memiliki pengikut yang setia seperti para rasul. Ia memilih pengikut yang fanatik karena ajaran dan sikap hidup-Nya. Dalam perspektif Paskah, dalam kacamata penulis, Paskah tak hanya menggambarkan peristiwa Yesus yang solider terhadap manusia (dari wujud kemanusiaannya) atau cinta-Nya tanpa batas kepada umat manusia. Â Paskah pula peristiwa iman tentang misteri penyelamatan manusia dari dosa. Dalam perspektif yang lain, Paskah adalah gambaran nyata Kepemimpinan Yesus terhadap umat manusia.
Kepemimpinan yang sejati adalah pemimpin yang rela mati. Mempertaruhkan nyawanya bagi orang yang dipimpinnya. Bukan sebaliknya, memprovokasi masyarakatnya untuk melakukan tirani. Lalu rakyat dijadikan tamengnya.
Kepemimpinan manusia sangat bertolak dengan kepemimpinan Yesus. Jika kepemimpinan Yesus melayani, maka kepemimpinan manusia dilayani. Yesus sendiri pernah bersabda, "Aku datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani."
Pernyataan Yesus ini sangat jelas tergambar dalam peristiwa Kamis Putih. Sebelum menghadapi sakratul maut, Ia memanggil para muridnya dan membasuh kaki mereka satu per satu. Peristiwa inilah yang hendak diwariskan Yesus kepada para muridnya. Karena Ia tahu hidupnya di bumi tak lama lagi.
Peristiwa pembasuhan kaki tak boleh dipandang sebagai peristiwa biasa. Pembasuhan kaki adalah peristiwa transformasi kepemimpinan dan nilai-nilai yang melekat padanya. Pemimpin itu melayani, bukan dilayani. Yesus menjadi contoh bagi yang lain terutama para murid yang meneruskan karya pewartaan Kabar Gembira di muka bumi.
Perspektif Kepemimpinan Yesus menurut Paskah yang melayani bertolak belakang dengan kepemimpinan modern. Rakyat kerap menjadi korban keserakahan pemimpin. Rakyat sering dibenturkan demi  melanggengkan kekuasaan. Rakyat menjadi sarana pemimpin meyalurkan nafsu kekuasaan. Ia tak peduli resiko yang harus ditanggung pengikutnya, asalkan libido kekuasaan tersalurkan.
Itulah sebabnya  Sri Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik, selalu menyerukan perdamaian di negara-negara konflik. Ia meminta para pemimpin untuk mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan daripada nafsu kekuasaan belaka.Â
Dengan mencium kaki pemimpin Sudan Selatan adalah kerendahan hati Paus guna mewujudkan perdamaian. Ia menaladani kepemimpinan Kristus, sosok yang digantikan perannya di bumi. Sebagai manusia, Paus Fransiskus tetaplah seorang manusia biasa, tetapi secara struktur hierarki Gereja Katolik ia adalah gembala di bumi serta Yesus adalah sumber keutamaan kepemimpinannya.
Paskah adalah bukti kepemimpinan yang bermanikan cinta penuh pengorbanan dan hidup  Sang Kristus. Kematiannya di kayu salib bukan akhir dari segala-galanya. Salib adalah jalan menuju keselamatan. Dari penderitaan menuju kebahagiaan. Dari kefanaan menuju kehidupan kekal.
Yesus dengan segala kuasa-Nya dapat saja berbuat sesuatu. Ia bisa mengutuk. Ia bisa meminta para murid-Nya bangkit melawan. Memancing pengikutnya melawan para serdadu yang menyiksanya. Sekalipun Ia tahu jauh sebelum akan dijual oleh Yudas, Yesus mengampuninya. Petrus, si batu karang, yang menyangkalnya, Ia tetap menerimanya sebagai murid.
Yesus  menghadapi kenyataan salib itu dengan jiwa kasatria. Ia memilih lebih baik satu orang (diri-Nya) yang mati, daripada ribuan nyawa melayang. Pengorbanan Yesus adalah wujud pemimpin dan kepemimpinan sejati. Model kepemimpinan yang tak mudah kita jumpai di dunia ini.
Sebagai pemimpin Yesus, ia sadar orang-orang di sekitarnya. Orang-orang yang berada di dekatnya. Para rasul. Si Yudas yang menjualnya. Si Petrus yang menyangkalnya. Tapi Yesus tak pernah meninggalkan mereka. Dan Yesus pun tak terjebak oleh mereka. Keputusan-Nya adalah keputusan-Nya.
Keunggulan Yesus ini justeru tak dimiliki oleh para pemimpin masa kini. Mereka mudah percaya mendengar bisikan yang kebenarannya diragukan. Mereka mudah menerima hasutan yang justeru merugikan dirinya sendiri dan bangsanya. Mereka tak mampu lagi membedakan mana pengikut yang munafik, mana yang tidak.Â
Mana yang harimau berbuluh domba dan mana yang tidak. Kepemimpinan Yesus mampu mengenal dengan baik pengikutnya. Mana yang setia, mana yang tidak. Mana yang Yudas, mana yang bukan. Mana yang Petrus, mana yang bukan. Tapi Ia tetap mencintai mereka.
Paskah adalah peristiwa kebangkitan Kristus dari alam maut menuju kehidupan kekal. Paskah adalah peristiwa terang. Paskah adalah kemenangan atas maut. Kepenuhan hidup Yesus di bumi.
Ia telah menjadi Guru yang baik, Tabib Ilahi, Gembala yang baik dan seterusnya. Ia memberi teladan hidup sebagai pemimpin yang solider, penuh kasih dan memiliki daya pengampunan. Dan, Paskah adalah puncak rangkaian transformasi kepemimpinan Yesus dan nilai-nilainya  kepada para murid-Nya. Paskah tak hanya tentang kisah wafat dan kebangkitan Kristus, Paskah adalah tentang Kepemimpinan Yesus Kristus sebagai pemimpin yang sejati. Pemimpin yang melayani. Itu warisan-Nya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H