Hati saya semakin yakin, akan lewati juga kali ini. Karel dan pemandu sesekali masuk ke batang kali guna mengecek kedalaman air. Pak Uron meraih tali dari anaknya lalu melilitkannya pada sebatang tiang pagar buatan yang ditancapkan di tepi kali.Â
Ia melembarkan tali itu kepada Karel. Satu per satu kami meyeberangi kali. Kesempatan pertama dilakoni Dewi. Dituntun oleh pemandu, lalu melangkah naik di atas bongkahan batu besar.Â
Satu tantangan lagi. Ia harus melewati celah kali dimana kedalaman air setinggi pinggul orang dewasa. Dewi tampak ragu-ragu. Karel memberikan ujung tali kepada Dewi.Â
Ia sambil memegang tali dan tangan Karel, akhirnya sampai juga tepi tangga alam. Giliran berikut Yati. Yati tampak lebih gugup lagi. Suntikan semangat dari kami, memupuk keberaniannya melewati rintangan ini. Kesempatan ketiga, Kiki.Â
Melihat Yati dan Dewi sudah di seberang, Kiki menyeberangi kali itu dengan yakin. Setelah Kiki, kesempatan saya. Karel memberikan punggungnya. Ia meminta saya memeluk dari belakang sambil memegang tali.Â
Sama seperti kawan-kawan lainnya, tiba juga di seberang dengan selamat. Un dan Primus menyusul. Kami semua senyum sumringah. Kegembiraan memecah belantara sepanjang tepi kali. Tentu saja kami semua happy. Kegelisahan pun sirna.
Perjalanan yang melelahkan dan menentang maut. Tak terbayangkan sebelumnya. Kami berada di tempat yang isolir. Tak terkoneksi jaringan telepon. Kami hilang kontak dengan pak Adelino yang menunggu kami di Waingapu.Â
Dua jam terjebak banjir, kegelisahan pak Adelino menjadi. Ia bahkan berniat hendak menghubungi polisi, katanya saat  kami tiba di hotel. Penyelamatan yang dilakukan pak Uron dan putranya membebaskan kami dari penyanderaan banjir.Â
Seandainya perjalanan ini tak dihantaui banjir, perjuangan saya ke air terjun Tanggedu tak seberapa dengan jejak tualang saya ke air terjun Wallaman (200 meter) di Giringun Park, Queensland, Australia.Â
Saya harus berjibaku dengan medan yang berliku, terjal dan menantang sejauh 2 kilomoter. Dibandingkan dengan air terjun Tanggedu, track tersulit tak sampai 200 meter. Gerimis dan banjir mengubah segalanya. Sukacita perjalanan senyap, diliputi kegelisahan.Â
Perjalanan yang benar-benar melibatkan seluruh perasaan. Kegembiraan, kegelisaan dan selaksa perasaan lainnya menyatu di dalamnya, dalam rangkaian kisah pertualangan kami ke air terjun Tanggedu. Sumba menjanjikan harapan bukan tanpa ujian atau tantangan. "Mata wai amahu pada njara hamu"menggambarkan Sumba tiada duanya di bumi ini. Sumba benar adanya. "Mata air emas, padang pengembalaan kuda terbaik" sebagaimana makna tersirat dan tersurat dari kalimat dalam bahasa setempat di atas.