Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

[Sumba] Melanglang Bumi Savanah, Sasar Air Terjun Tanggedu hingga Terjebak Hujan dan Sebrangi Kali Pakai Tali

1 April 2019   11:05 Diperbarui: 1 April 2019   19:45 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istirahat sejenak di bawah rindangan pohon di tengah padang (Foto: Primus Metboki)

Pula ibu-ibu yang pulang dari pasar. Kepada mereka, kami menanyakan arah air terjun Tanggedu. Mereka menjawab dengan ramah.

Tak jarang pula kami menjumpai rumah-rumah tak berpenghuni. Sepi. Kami duga penghuninya sedang berkebun atau keluar kampung, entah ke kota atau lainnya.  

Sampai pada sebuah pertigaan yang ditutupi dengan batu, setelah melewati jalan yang sempit, suara dari google map mengabarkan, "anda telah sampai tujuan". Karel memarkir mobil. 

Kami semua bergegas turun dan mencari mata air yang dimaksud. Tak jauh dari jalan terdengar gemuruh air yang mengalir. Dugaan kami mata air tak jauh lagi tapi kami tidak temukan rupanya.

Kuda-kuda khas Sumba (Sandalwood) sedang merumput (Foto: Primus Metboki)
Kuda-kuda khas Sumba (Sandalwood) sedang merumput (Foto: Primus Metboki)
Karel dan Primus berinisiatif untuk mencari informasi dari penduduk di sekitarnya. Kami tetap menunggu dan berteduh di bawah pohon yang berdaun rimbun. Sepasang suami istri datang dari arah berlawanan. 

Kami menyapa dan menanyakan posisi air terjun. Pria itu mengatakan jaraknya masih sepuluh kilometer lagi. Ia juga sudah menyampaikan hal yang sama kepada Primus dan Karel. Beberapa detik pria itu pamit, Karel datang menjemput kami. 

Sementara Primus menunggu di salah satu rumah warga di kampung itu. Mobil berbalik arah dan bergerak ke arah air terjun Tanggedu dan menjemput Primus yang sedang menunggu. 

Seorang pria setengah baya diajak sebagai pemandu atau guide kami. Ia adalah Ketua RT di kampung tersebut. Sepanjang jalan ia bercerita tentang situasi Tanggedu. 

Tentang jalan yang tidak memadai. Tak diaspal utuh. Katanya, alasan keterbatasan dana. Prioritas pengaspalan hanya pada medan-medan yang sulit. Tiga kilometer dari Ketua RT tersebut, hamparan padang rata sejauh mata memandang. Segerombolan sapi tampak melahap rerumputan, begitu pula kuda-kuda milik warga.

Pada saat tiba di dataran yang rata ini, pikiranku langsung melayang ke Tablelands, Queensland, Australia. Dataran tinggi yang luas dan rata serta entah berapa tingginya daripada permukaan laut. Hawanya dingin. Karena letaknya di atas dataran tinggi. 

Inilah yang membedakan dengan dataran sabana Tanggedu. Padang Tanggedu dibiarkan terlantar. Satu atau dua kelompok penduduk mengolahnya menjadi lahan kebun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun