Situasi ini harus direspon oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu di Indonesia untuk menemukan format debat yang tepat. Format debat yang tak hanya mengatur tentang tata tertib para kandidat dan pendukungnya. Format yang mempertimbangkan apa yang harus dilakukan oleh para pendukung atau studio di penonton agar debat ini berlansung dalam nuansa ilmiah.
Tentu saja debat berbeda dengan kampanye terbuka. Debat menjadi ruang pertanggungjawaban ilmiah para kandidat. Mereka tak sekedar berbicara, tetapi memunculkan data-data yang mendukung pembicaraan. Untuk itu suasana ruang debat pun harus kondusif. Sikap para pendukung pun harus menunjukkan sikap yang ilmiah.
Secara jujur penulis tak sejalan dengan peraturan yang memperbolehkan para pendukung meneriakan yel-yel. Karena cara-cara ini hanya akan mendistorsi pesan yang disampaikan dan mengganggu konsentrasi para kandidat.
Alangkah lebih bagusnya, para penonton debat belajar pada permainan tenis lantai. Pada saat pemain sedang bermain, para penonton dalam keadaan senyap sementara mata terus bergerak seiring pergerakan bola tenis. Saat bola mati, aplaus memecahkan kesunyian. Karena apa?Â
Tiba saatnya demokrasi Indonesia semakin matang. Rakyatnya pun semakin dewasa apalagi para pemimpin, legislator dan sebagainya. Hal ini justeru tidak terjadi di ruang debat, di gedung rakyat, di studio TV dan sebagainya. Siapa lebih keras berbicara, dialah penguasanya. Siapa yang lebih banyak berbicara, dialah rajanya. Penguasa dan raja panggung.
Saya membayangkan suasana debat ketiga lebih menarik. Para penonton lebih tertib. Tak lagi memotong pembicaraan kandidat yang bukan jagoannya. Bukan lagi teriak yel-yel seperti di ajang sepakbola. Karena setiap kata dan gestur lawan adalah pesan. Pesan itu tersampaikan dan maknanya membekas apabila suasana ruang debat pun mendukungnnya.Â
Alangkah indahnya jika yel-yel diganti dengan tepukan tangan pada setiap akhir para kandidat berbicara. Saya percaya cara ini demokrasi akan lebih bermartabat. Karena demokrasi adalah sikap saling menghargai dan mengapresiasi satu sama lain selain mendapatkan pendidikan politik. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H