Kesempatan pun tiba, kembali ke kota Soe. Â Menjadi instruktur salah satu kegiatan dengan para Operator Sekolah.
Kota Soe, kota yang saya jejaki kaki pada tahun 1989, 30 tahun silam. Saya masih duduk di bangku kelas 6 SD. Sebagai hadiah rangking kelas, paman memberi dua pilihan naik pesawat atau beli jam arloji -- sebutan jam tangan bagi orang Flores.
Saya memilih naik pesawat. Maka berangkatlah saya dan paman berlibur ke Kupang. Kota Karang. Kota Kasih. Beragam sebutan kota yang terletak di ujung selatan Pulau Timor ini.
Kami berangkat dari Maumere, menumpang pesawat Bouraq. Jaman itu belum ada Lion, Transnusa dan lain-lain. Dua maskapai saja yang melayani rute penerbangan dari dan ke Maumere. Hanya Bouraq dan Merpati.
Dua minggu saya melewatkan liburan di Kupang. Sementara paman saya sibuk dengan urusan atau tugas utamanya. Dua hari sebelum pulang ke Maumere, tanta Beth mengajak kami jalan-jalan ke kota Soe.
Saya masih ingat momen itu. Kami naik mobil hartop merah. Keluar dari rumah di Oebobo, kami melintas jalan yang melingkari kampus utama Undana yang baru di Penfui. Dari warna atap bangunan, tampak jelas bahwa bangunan-bangun tersebut baru dibangun.
Setelah makan siang, kami pamit dan pulang ke Kupang. Tapi, oleh tanta Beth, ajak kami berwisata ke Buat. Buat adalah kawasan hutan lindung sekaligus Taman rekreasi. Di sana terdapat taman dan arena bermain bagi anak-anak.Tersedia pula kolam. Ada pula danau yang berpenghuni buaya.
Perawakan Buat kini tak seperti dulu. Pepohonan masih kecil. Saya masih ingat ada taman bunga dan apel. Selebihnya saya lupa, selain rasa dingin yang menguliti tubuh. Belum lagi kabut datang menyerbu dan hujan terus menetes dari langit kala itu.
Memang tak banyak diingat detail perjalanan kami ke Buat, tetapi mendengar Buat memori saya bergegas putar kembali 30 tahun silam. Tentang perjalanan saya dari Maumere ke Kupang. Tentang dua opsi yang ditawarkan paman atas keberhasilan saya di kelas.
Memori saya tentang Buat sama kuatnya memori saya tentang kota Soe. Sampai suatu waktu saya tak pernah membayangkan akan kembali ke Kupang dan kota Soe yang pernah saya kunjungi dalam liburan cawu waktu itu.
Ada kerinduan untuk bersua lagi dengan Buat. Taman wisata yang asri dan penuh kenangan. Sejak saya bekerja di Kupang, tak sekalipun kesempatan datang ke Kota Soe dan apalagi Buat.
Kadang kala apa yang kita bayangkan dalam benak dan selalu mengusik benak kita akan mendekati kenyataan. Meminjam istilah Rhonda Byrne, penulis buku The Secret, inilah yang disebut dengan "Kekuatan Pikiran". Saya rasakan itu dan bila detik ini saya kembali Soe dan Buat bukan sebuah kebetulan. Melewati proses berpikir yang kemudian mengendakan dalam pikiran itu sendiri dan semesta mewujudkan sesuatu yang ada dalam pikiran itu.
Sesuatu yang terus menerus dipikirkan akan terwujud di kemudian hari. Itulah yang terjadi pada diri saya. Begitu kuat kenangan tentang Buat, semesta seperti menarik saya untuk menggapai impian itu melalui orang lain.Â
Maka ketika ada tawaran Ibu Loni dan Pak Charles kepada saya untuk menjadi instruktur kegiatan di Soe, Buat langsung menyeruak di benak. Tak hanya para pimpinan dan rekan-rekan dari UPT Tekomdik yang mewujudkan impian tersebut, kegiatan tersebut mempertemukan lagi dengan sahabat sealmamater atau seperguruan tinggi di Yogyakarta kala itu, yang adalah peserta kegiatan tersebut. Bak gayung bersambut, kenangan saya tentang Buat  terulang lagi pagi tadi. Nama sahabat saya,  Ontel Fallo, yang menghantar saya ke buat pagi tadi.
Sepanjang malam itu, tidur saya selalu terjaga dan sesekali lihat jam yang ada di handphone. Pukul setengah enam, panggilan telepon masuk, Ontel mengabarkan ia akan menjemput saya di hotel. Saya bergegas basuh muka dan ganti pakaian lalu menunggu Ontell di depan hotel. Ontell tiba di hotel pada pukul enam tepat.
Kota Soe masih sepi. Matahari menyinsing dari timur. Menghangat tubuh setelah sepanjang malam diselimuti dingin. Satu dua kendaraan lalu lalang. Kami menyusuri kota yang masih 'tidur', hingga pertigaan menuju Buat.
Setiba di sana, Buat telah banyak berubah. Pohon-pohon tinggi dan rimbun. Sayang pada saat kedatangan kami, gerbang taman rekreasi masih yang ada kolam dan aerana bermain masih ditutup. Hal ini  dimaklumi karena kami datang  pagi sekali.
Suasana hening terasa di tengah rimbunan dedaunan. Rerumputan bak permadani menghalasi bumi. Hijau menyejukan mata. Butiran embun memantul kristal ketika ditimpah cahaya matahari yang menelisik celah-celah pohon.
Pagi ini, setangkup rinduku terbayar. Menikmati keheningan alam, siulan burung dan lengau sapi. Deru kendaraan yang lalu lalang tak mengusik keheningan pagi yang tercipta.
Bila Anda sempat dan mampir di Kota Soe, bertandanglah ke Buat. Di sana Anda akan menemukan sensasi alam Timor yang tiada duanya. Sayangya, saat kedatangan kami, terdapat tumpukan sampah plastik yang berserakan, menodai keindahan yang dihadiahkan Tuhan kepada manusia.
Bila Anda merindukan suasana musim gugur di Eropa, datanglah ke Buat kala musim panas. Saat itulah dedaunan meranggas, jatuh berguguran ke tanah. Dedaunan berubah warna coklat dan kekuningan mengalasi bumi. Pepohonan 'bertelanjang', tanpa dedaunan yang membungkusnya. Saat itulah Anda akan menemukan sensasi Eropa ala Buat, Soe, TTS, Nusa Tenggara Timur. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H