Apa yang dikemukan oleh Ketua Dewan Pers merupakan fakta yang tak terbantahkan. Kehadiran media online di satu sisi akses informasi semakin terbuka. Di sisi lain, keberadaannya menampilkan wajah pers yang negatif di mata masyarakat.
Pada Hari Pers hari ini, kiranya menjadi tonggak refleksi insan pers, pemerhati dan pemilik media untuk benar-benar mengelola media secara profesional dan bertanggungjawab. Semua pihak segera sadar bahwa media adalah sarana pewartaan atau seruan profetis masa kini yang mengedepankan kebenaran. Â
Untuk itu, sukses atau tidak pewartaan yang dilakukan oleh media online, sangat ditentukan oleh peran para wartawan. Memperhatikan temuan Dewan Pers, sejak bermunculan media online bermuncul pula wartawan instan tanpa basis pengetahuan jurnalistik. Ketiadaan pengetahuan ini berdampak pula pada kinerja wartawan itu sendiri dalam mengungkapkan fakta. Kebanyakan wartawan media online bermental cari gampang (easy going). Mereka lebih sering duduk di depan layar komputer daripada terjun ke lapangan untuk melakukan investigasi. Bermodalkan data dan informasi dari media digital dan media online lain, seorang wartawan mendapatkan berita yang dapat dipublikasi di medianya. Parahnya lagi, wartawan tanpa melakukan parafrase atau menyadur berita tersebut. Kadang kala kesalahan pengetikan (typo) sama sekali tak diperhatikan. Belum lagi soal, teknik menulis dan penyajian beritanya jauh dari kaidah jurnalisme. Media online yang dengan segala kemudahannya turut melemahkan naluri investigatif wartawan  -- meskipun tak semua media online atau paling tidak media online yang masuk dalam 0,04 persen yang dianggap profesional dan layak tersebut.
Selamat Hari Pers Nasional. Semoga media mengambil peran "kenabian" yang terus menyerukan kebenaran demi kebaikan masyarakat bersama (bonnum commune).***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H