Transformasi Dani dari dunia musik ke dunia politik di saat popularitas keartisannya semakin redup, produktivitas musiknya menurun serta badai yang menghantam rumah tangganya. Untuk mengangkat atau menaikan kembali popularitas, Dani tampil bak orang hebat berpolitik di antara barisan politisi kawakan yang memang berseberangan dengan pemerintah saat ini.Â
Tak banyak pikiran atau ide-ide politik yang dicetuskannya, selain cuitan, vlog dan 'orasi' yang merendahkan orang lain. Menyerang pribadi pemimpin negara dan kelompok masyarakat tertentu. Ia sama sekali mengabaikan  hal-hal substansial yang berkaitan kebijakan pemerintah dan kenegaraan.
Pertanyaan lagi, apakah Ahmad Dani terdakwa karena pikiran atau ide gagasannya yang membahayakan negara? Jawabannya, tidak. Dalam persidangan, JPU mengatakan Dani didakwa bersalah atas tindakan ujaran kebencian yang dilakukannya. Lagi pula, disebutkan pada paragraf sebelumnya, cuitan, vlog dan 'orasi' Dani tak mengandung gagasan atau ide yang mengancam keberadaan negara.
"Membuat ujaran tidak sepantasnya buat video vlog massa elemen dan singgah di media sosial dalam video 1.37 detik," Â ujar Rahmat Hari Basuk salah satu JPU yang dikutip Detik.com (Kamis (7/2/2019).
Kasus ini sama sekali berkaitan politik apalagi bersifat politis. Kasus ini memang menjeratnya hanya persoalan ujaran kebencian. Secara kebetulan pula Dani adalah seorang "politisi" dan terjadi di tahun politik, kesan itu boleh saja muncul tapi tidak dibenarkan pula adanya kriminalisasi politisi.
Dalam pandangan penulis, pengklaiman Ahmad Dani sebagai Tahanan Politik adalah sesat nalar seorang Ahmad Dani sendiri. Ia sama sekali bukan sosok yang ditakutkan seperti Sri Bintang Pamungkas, Pramoedya Anantoer, dan lain-lain. Dani, sosok yang biasa-biasa saja. Jikalau ia "menyalak", tak mampu mengguncang negara karena ketiadaan gagasan atau ide.
Bisa juga, pengklaiman tersebut merupakan gerakan alam bawah sadar Ahmad Dani.  Bahwa  ia memang tanahan politik karena terpenjara di diantara dua kubu yang bersebrangan. Ia terjebak dalam polarisasi arus kedua kubu. Dan, ia pun terjebak.  Â
Apapun maksud dan tujuan tulisan tersebut dibuat, penulis berpendapat bahwa mengklaim diri sebagai Tahanan Politik merupakan tafsiran sesaat pelaku sendiri. Dengan dalil dan fakta apapun, sebutan itu tak dapat disematkan pada Ahmad Dani.Â
Dari segi makna, arti , defenisi dan riwayat kata tersebut serta atribut dirinya sama sekali ditemukan padanya. Menyebut Tahanan Politik hanya bentuk "pencitraan" Dani sebagai pihak yang terzolimi oleh rezim.Â
Dengan kata lain, ini hanya strategi politik Ahmad Dani dan kubunya untuk menjatuhkan mental politik petahana dan menaikan derajat politiknya yang telah jatuh di titik nadir karena kecerobohannya dan 'mungkin' kebodohannya sendiri.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H