Seorang filsuf berpegang teguh pada prinsip atau dalil yang diyakini sebagai kebenaran. Mereka arif dalam menilai atau menimang sesuatu. Idenpendensi filsuf tegas. Tak abu-abu. Bebas dari segala kepentingan. Apakah Rocky Gerung demikian?
Rocky Gerung terbalik. Ia mendadak keluar dari dirinya yang sesungguhnya. Tampil sebagai 'filsuf' dari ruang debat yang satu ke ruang debat yang lain. Dari televisi yang satu ke televisi yang lain. Dan, ia selalu menggunakan pendekatan logika terbalik. Di matanya, apa yang dilihatnya adalah salah dan tetap salah. Menjustifikasi dirinya sebagai yang paling benar. Jika dia salah, ia akan berusaha mencari pembenaran diri. Sikap dan pernyataannya selalu berpihak pada kelompok yang lain.
Memang tak terbantahkan. Filsafat sebagai induk segala ilmu pengetahuan. Jika ilmu pengetahuan menelusuri sebatas isinya, maka filsafat lebih dalam dari itu, yaitu hakikat dari isi pengetahuan itu. Mungkin karena itu yang menyebabkan Gerung pongah. Merasa diri sebagai pakar dari ilmu yang menjadi ibu dari ilmu yang lain  - yang hadir di ruang-ruang debat atau televisi.
Secara pribadi, penulis tak mempersoalkan pernyataannya tentang "kitab suci itu fiksi" --jika itu dalam ranah "berfilsafat". Yang dipersoalkan penulis adalah waktu dan tempat pernyataan itu dikemukan. Ia menyampaikan pernyataan itu di ruang publik. Dimana tak semua masyarakat (pendengar) memahami esensi filsafat apalagi berfilsafat. Selain itu, waktunya dalam situasi atau konteks politik yang memanas. Jika itu dilakukannya dalam ruang debat atau diskusi ilmiah, pernyataan Rocky Gerung dapat ditolerir.
Saya kira pertanyaan atau pernyataan "nyeleneh" tentang kebenaran Kitab Suci bukan hal baru di lingkungan akademis. Di lingkungan seminari-seminari tinggi mungkin diperdebatkan dalam ranah "berfilsafat" -- bukan ranah "bersilat lidah" seperti yang dilakukan Rocky Gerung ini. Bukan juga jadi alat sarana pembelaan diri setelah berjalan dalam kesesatan. Di atas segala-galanya, "berfilsafat" dalam upaya untuk mencapai sebuah kebenaran hakiki. Bukan pembenaran diri!
Bagi penulis, Rocky Gerung belum tuntas belajar filsafat sekalipun ia menjustifikasi diri sebagai seorang filsuf. Dan, ia mestinya "berteologi" sebelum mengeluarkan pernyataan Kitab Suci sebagai buku fiksi.
Apapun dalil yang dikemukan untuk memperkokoh tesisnya, tak cukup dengan sudut pandang filsafat yang hanya bermain dengan nalar. Lebih jauh, ia menemukan dalil-dalil lain diluar filsafat untuk membuktikan kebenaran yang sesungguhnya, yaitu dengan iman.
Makanya saya lebih percaya Thomas Aquinas dan tokoh filsafat lainnya daripada Rocky Gerung yang ilmu filsafatnya belum penuh. Bukan maksud meremehkannya. Dasar saya, berbicara Kitab Suci itu tak cukup dengan berfilsafat.
Tak heran  bila ia menyebut diri sebagai ateis yang ber-KTP "Katolik", karena memang ia belum menemukan hakikat dirinya -- dimana posisi dia harus berada. Menjadi pribadi yang tak seimbang dan corong kubu yang saling berseberangan.Â
Satu kalimat untuk Rocky Gerung, sebelum mengatakan Kitab Suci fiksi atau bukan hendaknya berteologilah dengan pisau beda filsafatmu itu. Di situlah, Anda akan menemukan hakikat buku yang dijustifikasi sebagai  "buku fiksi" itu. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H