Dalam tradisi gereja (Kristen) Katolik, ada beberapa sakramen yang melibatkan peran  orang tua saksi yang diambil bukan dari orang tua kandung. Orang sering  orang tua saksi  dengan istilah "bapak-mama ani" atau "orang tua ani".
Tak sembarang orang memilih "orang tua ani". Tak semua orang pun menyanggupi menjadi "orang tua ani". Alasan pertama dan terutama adalah faktor keteladanan. "Orang tua ani" harus menjadi sumber keteladanan bagi "anak ani". Selain itu,  "orang tua ani"  memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap perjalanan "anak ani-nya". Mereka menjadi pihak paling netral jika "anak ani" cecok atau berselisih paham. Mereka menjadi tempat  bertumpu atau sandaran "anak ani" meminta wejangan. Mereka harus mampu mengarahkan "anak ani" yang salah jalan kembali kepada jalan yang benar. Betapa besarnya beban dan tanggung jawab "orang tua ani". Karena itu, sekali lagi saya tegaskan, tak semua orang menyanggupi menerima tawaran menjadi "orang tua ani" meskipun mereka memiliki syarat-syarat untuk itu.
Dalam konteks  Griezmann, ia tak salah memilih Diego Godin. Di luar lapangan, Godin menjadi sahabat yang baik bagi Griezmann -- dilihat dari keseharian hidup Godin. Ia menjadi sahabat yang meneguhkan Griezmann. Menginspirasi Griezmann dan keluarganya. Di dalam lapangan, Godin memiliki jiwa kepemimpinan yang baik entah itu di Atletico Madrid maupun timnas Uruguay. Kita pun tak bisa menginkari perannya. Perjalanan Atletico Madrid dan Uruguay tak lepas kepiawaiannya di barisan belakang.
Namun, seperti saya katakan pada bagian pendahuluan tulisan ini, sepakbola tak mengenal persahabatan, kedekatan dan keluarga. Siapapun yang berada di hadapan kita adalah lawan. Pada titik iniliah profesionalisme seseorang diuji. Â Griezmann dalam ujian itu. Ketika sosok yang dikagumi, diidolakannya menjadi 'seteru' dalam laga yang menentukan, sikap dan tindakan apa yang akan ditempuhnya? Pada akhirnya, rasa nasionalisme-lah yang menentukan. Griezmann harus melupakan sejenak persahabatan yang terjalin.
"Ini bangsa yang saya cintai, negeri yang saya cintai dan  akan terjadi pertandingan yang emosional bagi saya dan saya yakin ini akan menjadi pertandingan yang hebat." Katanya kepada media.
Seperti janjinya, Griezmann, laga melawan Uruguay akan menjadi pertandingan yang hebat. Griezmann membuktikannya. Perancis tak hanya menjadi tim yang hebat, pula Griezmann menjadi pemain yang hebat. Menjadi penentu kemenangan Perancis pada laga yang mendebarkan itu.
Namun, di balik kemenangan Perancis, ada penampakan Griezmann yang merayakan golnya secara dingin? Entah, apa alasannya? Hanya Griezmann yang lebih tahu. Kita hanya bisa menebak, apakah itu ada hubungan dengan jalinan persahabatannya dengan Godin?
Dugaan ini bisa dibenarkan bila kita mengaitkan pernyataannya yang dirilis media dan dikutip penulis dalam tulisan ini. Pertandingan melawan Uruguay merupakan pertandingan yang penuh emosional dan tetap menjadi perandingan yang hebat.
Dalam laga ini, Griezmann telah mempertontonkan kesejatian nilai sebuah persahabatan. Sahabat sejati adalah mereka yang tak mampu tersenyum ketika melihat sahabatnya terluka -- apalagi olehnya. Cara ini (tak tersenyum atau seleberasi gol yang berlebihan) merupakan balasan yang tepat bagi sahabatnya sekaligus ayah baptis putri bungsunya. Â
Pertandingan ini meurpakan pembuktian persahabatan Griezmann dan Godin sekaligus ujian profesionalisme serta nasionalisme Griezmann. Kekalahan Uruguay apalagi gol yang diciptakan dari kakinya sendiri, mungkin sesuatu yang tidak dikehendaki dari sudut hatinya dengan alasan ia tak mau menyaksikan sahabatnya terluka  tapi cintanya kepada negara, bangsa dan rakyat Perancis harus berbuah kemenangan. Â