Sementara Bruno terus memainkan blits kamera seolah-olah sedang meliputi perjalanan sang bintang. He he he. Semakin tinggi semakin terdengar suara-suara manusia. Saya menggumam,"Pasti hampir sampai nih."
Tepat dugaan saya. Melewati tangga curam, akhirnya saya sampai ujung tangga dimana segerombolan pengunjung lain sedang berfoto ria. Kata pengunjung lain, "Masih jauh, pak." Benar posisi saya berdiri baru separuh dari puncak Fatuleu sendiri.Â
Tapi saya tak sanggup lagi mendaki karena tak ada tangga lagi. Bila saya nekad, saya harus berjibaku di antara himpiran batu-batu besar. Bisa-bisa saya harus merayap hingga puncak. Maka saya memutuskan untuk berhenti pada titik tersebut. Saya menyebutnya sebagai perhentian pertama menuju puncak Fatuleu.
Titik ini dapat menjadi salah satu alternatif lookout atau menara pandang. Berada di tempat yang lumayan tinggi. Di hadapan kita, hamparan Fatuleu. Kendaraan yang parkir di area pakiran tampak seperti semut di mata kita.Â
Bisa dibayang khan seberapa tinggi posisi saya berdiri. Toh, saya berhenti di situ. Seandainya, waktunya cukup saya pasti siap menaklukan medan seberat itu hingga puncaknya.
Titik perhentian pertama Fatuleu tak sama dengan perhentian terakhir yang berada di puncak. Dari puncaknya, kita mungkin dapat melemparkan pandangan ke seluruh penjuru mata angin. Tapi saya tak bisa merasakannya karena perjuanganku berhenti di perhentian pertama.
Lalu saya turun. Kembali ke pelataran. Mampir sejenak di lapak penjual. Meneguk air kelapa mudah untuk mengusir dahaga setelah memuncaki Fatuleu. Kami sempat bertemu Pak Stanis Jawan sekeluarga, dan ibu Letha Keu sekeluarga.
Di seberangnya sebuah bangunan pasar. Di titik dapat menjadi latar spot fotografi selain Fatuleu dan pepohonan ampupu. Dari sini kami ke titik yang lain, lebih dekat dengan kaki Fatuleu.Â
Tampak Fatuleu tinggi menjulang ke langit. Berparas perkasa dengan urat-urat batu membentuk dinding. Singkatnya, begitu banyak spot fotografi di sini dengan latar belakang Fatuleu pula pohon ampupu. Tentu akan menghasilkan foto yang sensasional.
Tak terasa waktu beranjak senja. Guratan senja menyiram Fatuleu sehingga menampakan warna keemasan. Sementara di bawah kakinya berangsur gelap, kami pun berpisah dengannya. Bila anda miliki jiwa petualang, datanglah ke Bukit Keramat.Â