Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Kala Aku Jatuh Cinta dengan Sang Bidadari dari Pulau Semau

15 Juni 2018   07:19 Diperbarui: 15 Juni 2018   15:22 3035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengisi liburan Idul Fitri, saya dan Bruno, seorang sahabat, berencana tapeleuk ke Se'i Baun. Se'i Baun adalah satu-satunya obyek wisata kuliner di Baun. Di sinilah cikal bakal kuliner khas Kupang yang sangat terkenal itu. Tentang se'i Baun akan diceritakan pada bagian lain.

Malam sebelum berangkat ke Baun, Bruno tiba-tiba berubah pikiran. Ia mengirimkan pesan melalui Whatsapp. Menawarkan pengalihan destinasi. Dari Baun ke Pulau Semau. Wah, saya tentunya sepakat.

Semau, sebuah pulau yang terletak tak jauh dari Kota Kupang. Dekat di mata, tapi jauh di hati. Tak jauh dari pelupuk mata, tapi rasa di hati jaraknya jauh sekali. Belum kesampaian memijak kaki di sana hingga detik ini. Tawaran Bruno membangunkan mimpi lama yang nyaris sirna dari benak. Berkelana di Semau. Mencumbui lekak-lekuk pantai nan eksotis. Panorama Semau yang hanya disaksikan melalui jendela pesawat. Saya hanya mampu melumat bibir lekak-lekuk Semau dengan mata dari udara.

Berpose dengan wisatawan dari Kupang di Bukit Liman
Berpose dengan wisatawan dari Kupang di Bukit Liman
Tawarannya tak dapat ditolak lagi. Saya kontan menyetujuinya. Bruno berpengalaman kerja di Pulau Semau. Ini menjadi modalnya menjadi pertualangan kami. Sekaligus ia menjadi pemandu tapeleuk kami hari itu. Saya tak ragu lagi, kecuali hati berkata, "Go, go, go...!!!

Rencana yang baik, hasil pun pasti baik. Tapi kadang kala perencanaan yang matang, belum tentu terlaksana. Terlalu mempertimbangkan banyak aspek. Saking banyak pertimbangan, apa yang direncanakan batal dilaksanakan.

Makanya, kadang-kadang, saya lebih suka sesuatu yang dadakan. Perjalanan kami ke Pulau Semau adalah rencana yang tak terpikir sebelumnya. Terjadi begitu saja. Saat pesona Pulau Semau melintas di benak Bruno, keinginannya pun datang. Pulau yang berasa kampung sendiri. Di mana ia memulai karirnya sebagai seorang ASN. Dan, tentu saja, sesuatu yang serba dadakan biasanya terselip seni dan tantangan tersendiri.

Sunset di Pantai Liman, Pulau Semau, NTT
Sunset di Pantai Liman, Pulau Semau, NTT
Kami memulai pertualangan sedikit terlambat. Meninggalkan rumah jam 11. Perjalanan dari rumah ke Tenau memakan waktu sekitar 45 menit. Kami masih mampir di beberapa tempat untuk membeli perbekalan dan mengisi bahan bakar. Sementara niat kami ingin mengelilingi Pulau Semau selama sehari tapi sulit diwujudkan karena kami menghabiskan waktu 1 jam lebih di pelabuhan Tenau. Kapal motor yang kami tumpangi harus menunggu penumpang. Waktu tunggu tiga kali lipat daripada lama waktu perlayaran menyebrangi selat yang memisahkan Kota Kupang dengan Pulau Semau ini.

Sauh perahu motor ditarik. Sesaat lagi kapal motor berangkat. Perahu berukuran kecil ini terisi penuh dengan penumpang. Pula motor-motor milik penumpang berjejer rapih. Saya dan Bruno memilih untuk duduk di dek atas yang terbuka. Sehingga kami bisa memantau pemandangan dengan leluasa.

Perahu motor melaju dengan anggun kala dipermainkan gelombang laut yang ramah. Terasa begitu cepat, sekitar 30 menit, perahu motor bersandar di pelabuhan ferry, daerah Hansisi. Sebenarnya, pelabuhan perahu motor di Kauan, teluk sempit nan teduh. Karena ada permintaan seorang penumpang, perahu motor tersebut mampir di pelabuhan ferry. Kami pun berama-ramai turun. Sementara penumpang lain tetap turun di pelabuhan perahu motor yang bejarak sekitar 1,5 Km dari pelabuhan ferry.

Sunset di Pantai Liman, Pulau Semau, NTT
Sunset di Pantai Liman, Pulau Semau, NTT
My first touching, bumi Semau pun terwujud. Sajian pemandangan di depan mata menakjubkan. Beberapa kapal besar berteduh di Teluk Kupang, tak jauh dari bibir pantai Semau. Tenau, Alak, dan Bolok ada di seberang. Jaraknya begitu dekat. Obyek-obyek di seberang seperti pabrik semen, pelabuhan Tenau dan daerah sekitarnya terpampang jelas dengan pengamatan mata telanjang.

Kami memulai perjalanan di Pulau Semau dari pelabuhan ferry. Bergerak ke arah barat. Melewati ruas jalan yang tak jauh bibir pantai. Saya tergoda oleh pantai eksotik. Berpasir putih-halus. Sebuah tugu tegak berdiri di bibir pantai. Entah tugu apa? Tak ada seorang pun di sana yang memungkinkan saya bertanya. Bentuknya seperti kapsul tapi ujung sedikit lebih lancip. Sementara Tenau tampak dari titik ini. Menjadi latar belakang pemotretan yang memesona mata dan jiwa petualang.

Dari pantai ini, kami melanjutkan perjalanan ke Puskemas Uitao. Menjumpai sahabat seperjuangan Bruno yang berkarya di sana. Enu Henny sudah menunggu kami di teras rumah. Menyambut kami dengan sebuah senyum ramah. Kami berisitirahat sejenak. Mengisi lambung yang mulai terkuras.

Meskipun waktu terus berangsur senja, kami bergegas ke spot wisata unggulan Semau. Kami berpamitan dengan Enu Heny dan temannya. Kami berjanji bila kami memiliki cukup waktu, kami akan mampir minum kopi sore (kopi mane, dalam bahasa Manggarai) sebelum kembali ke Kota Karang.

Sejak di atas kapal motor, Bruno berjanji akan mengantar saya ke Gunung Liman yang terletak di Semau Selatan. Rasa penasaran membuncah. Membayangkan ketinggian gunung. Seperti apa panorama alam sekitarnya. Menurut Bruno, jarak Uitao ke Gunung Liman dekat sa. Wah, bagi kami orang Kupang jika bilang dekat sa itu berarti patut dicurigai. Biasa terbalik dengan apa yang diucapkannya. He he he .... 

Bentangan Pantai Liman. Tampak Gunung Liman di kejauhan.
Bentangan Pantai Liman. Tampak Gunung Liman di kejauhan.
Kami bergerak ke selatan melalui jalur tengah yang memiliki medan menantang. Melintas jalan aspal yang mulus, pecah-pecah hingga jalan tanah. Lengkaplah sudah. Bagi Anda yang suka travelling, jalur ini cocok untuk Anda. Melewati tengah hutan yang sepi. Tak ada banyak rumah di sepanjang jalan. Kecuali di beberapa titik-titik terdapat perkampungan. Itu pun kami sulit bertemu atau berpapasan dengan warga kampung yang kami lalui. Orang-orang pada berkerja di kebun. Menyirami bawang dan tanaman hortikultura lainnya di kebun milik mereka yang letak jauh dari perkampungan.

Bruno percaya diri mengemudi tunggangan besi. Melewati jalan yang sepi. Sementara saya semakin ragu dalam bertanya dalam hati, "Akankah kami sampai tujuan, Gunung Liman?" Tak ada penunjuk jalan memaksa kami harus bertanya kepada beberapa orang yang kami jumpai di jalan.

Setelah melewati jalan yang tak semulus jalan di Kota Kupang, akhirnya, kami tiba di bibir pantai yang eksotik. Pasir berwarna putih bersih. Lautnya biru bersih. Ritmenya teratur, warna laut biru berubah warna putih seperti barisan gigi kala gulungan ombaknya memecah. Menyentuh bibir pantai.

Bruno, sahabat seperjalanan ke Pulau Semau, NTT
Bruno, sahabat seperjalanan ke Pulau Semau, NTT
"Mana gunung, bro?" tanya saya.
"Itu di sana, Ame."

Tak tampak sebuah gunung. Lebih tepatnya itu bukan gunung melainkan bukit. Tapi masyarakat setempat menyebutnya dengan nama gunung. Ya, Gunung Liman. Gunung ini diapiti oleh dua pantai yang sebelah menyebelah. Orang mengenalnya dengan Pantai Liman. Bukit Liman ibarat pembatas yang memisahkan dua sisi pantai nan seksi. 

Pengunjung dapat menapaki bukit ini. Medannya mudah dilintasi. Saat kami tiba, bukit ini tampak gersang. Rerumputan mengering. Pohon duri (orang Kupang menyebutnya) berdiri berjejer di landai bukit. Mempercantik Gunung Liman.

Pantai Liman, Pulau Semau, NTT
Pantai Liman, Pulau Semau, NTT
Sudah ada beberapa pengunjung saat kami gapai Gunung Liman. Ada pula yang sudah turun dan menikmati kuliner pada satu-satunya kedai yang ada Pantai Liman. Kami saling sapa di atas puncak gunung hingga foto bareng dengan rombongan Ibu Salean yang juga berasal dari Kupang.

Dari atas puncak Gunung Liman, kami menghadap hamparan laut Sawu. Sebuah pulau kecil nan anggun tampak di depan mata kami. Bagaikan sebuah benteng yang melindung Pantai Liman dari gelombang samudera.

Kita dapat melihat Pantai Liman yang sebelah menyebelah. Garis Pantai Liman yang sebelah kanan lebih panjang dan lebar daripada Pantai Liman sebelah kiri. Tapi keduanya sama cantiknya bak sosok seorang bidadari.

Selain bentangan pasir putih nan seksi, pesona lain Gunung Liman adalah sajian matahari terbenam. Pengunjung dapat menyaksikan sang fajar yang beringsut menuju peraduan dari puncak gunung. Bila ingin mendapatkan pesona yang sempurna dan sensasi sunset, Anda bisa menuruni gunung dan duduk bersila di bentangan pasir. Menyaksikan sunset.

Matahari memantulkan larik-larik sinarnya ke permukaan laut yang menimbulkan efek warna keemasan yang ditangkap mata. Teduh rasanya. Decak kagum berkumandang. Memuji kebesaran Sang Pencipta. Saat yang tepat berpisah dengan Gunung Liman atau Pantai Liman adalah sesaat setelah matahari kembali ke peraduannya. Rasanya lengkap dan sempurna menutup penjelajahan di tanah Semau. 

Sisi lain Pantai Liman, Pulau Semau, NTT
Sisi lain Pantai Liman, Pulau Semau, NTT
Dalamnya cintaku pada bidadari dari nusa Semau hingga kakiku enggan beranjak meskipun matahari telah masuk peraduan. Pantai Liman dalam balutan malam. Hanya terdengar desiran ombak dengan ritme alam yang teratur. Langkah kami berat melangkah. Enggan meninggalkan sang bidadari yang telah memikat hati. Mendengar nyanyian alam. Menikmati belain angin samudera. Bersenandung diiringi deburan ombak. Hasrat hati ingin mencumbuinya semalam suntuk, tapi keberanianku tak cukup melewati malam di negeri yang masih asing bagiku.

Duhai, Liman, bidadari Semau. Molek dirimu. Tak henti mataku melumat eksotismemu. *** (gbm)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun