"...Ada bermacam-macam tipe pemimpin. Ketika situasi sedang sulit, Messi akan muncul. Dan ia mengerjakan dengan baik tugas kepemimpinan di saat sulit itu empat tahun lamanya. Kepemimpinannya adalah kepemimpinan yang diam. Dalam pergolakan, ia selalu maju ke depan..." -Pep Gurdiola, Mantan Pelatih Barcelona
Terekam di memori penulis. Bulan Maret tahun 2013 merupakan momentum kebangkitan Barcelona setelah mengalami kekalahan beruntun. AC Milan pada Leg Pertama Liga Champion dan Duel El Classico - vs Real Madrid. Barcelona kembali bangkit digdaya. Tuntaskan dendam kepada AC Milan di kandang sendiri.
Sosok di balik 'pembantaian' yang berderai air mata lawan dan fans AC Milan adalah Lionel Messi. Messi mencuri perhatian miliaran penggila sepak bola di seluruh dunia. Ia tampil sebagai inspirator kemenangan. Menghujani AC Milan tanpa ampun. Ia menjelma menjadi 'nyawa' Barcelona. Intelegensi dan ketrampilan sepak bola dipadu untuk meraih kemenangan yang sangat monumental ini.
Meskipun ia menyandang sebagai pemain bintang sejagat, Messi juga seorang manusia. Jatuh bangun dalam tapak karirnya. Kekalahan beruntun pada leg pertama Champion Legaue dan Duel El Classico merupakan titik nadir terendah keterperukuan La Pulga -- julukan untuk Messi. Dentuman kritik bergema. Messi menjadi sasaran tembak. Kritik dan sumpah serapah.
Messi tetap sadar. Dirinya dan klubnya, Barcelona, sedang di puncak. Semakin tinggi posisi mereka, semakin kencang tiupan angin. Messi tetap tenang menghadapi semua kritikan. Dengan dingin ia membalas pengkritik dengan mengulang ucapan sang mantan pelatihnya, Pep Guardiola.
"Ketika sebuah tim selalu menang, orang bosan dan ingin tim lain yang meraih kemenangan dan karena alasan itu, mereka ingin kami kalah."
Messi menerima dan menghargai semua kritikan baik yang ditujukan kepadanya maupun timnya. Namun Messi mengutamakan untuk mengevaluasi diri daripa melempar kesalahan kepada orang, membela diri atau mengkambing hitamkan pihak lain. Biarkan orang mengkritik karena setiap orang memiliki alasan untuk mengkritik. Berpikir positif lebih bijak daripada menanggapi segala kritikan.
"Ada banyak alasan kenapa mereka tak ingin kami menang. Saya tak pernah memikirkan itu dan aku tak tertarik akan hal itu juga. Aku tahu ada banyak orang yang berharap kami kalah, tetapi kami tak berpikir soal mereka."
Dalam kehidupan sehari-hari, kritikan menjadi bagian tak terpisahkan dengan jalan kepemimpinan seseorang. Secara tidak sadar orang menghabiskan energi untuk 'berperang' wacana serta membangun benteng-benteng argumen untuk mempertahankan diri sebagai pihak yang paling benar. Akhirnya, energi mereka terkuas. Waktu dihabiskan untuk sesuatu yang sia-sia.
Karena itu Messi memilih diam. Diam itu adalah sebuah kebajikan. Diam yang aktif. Kuping tetap terpasang untuk mendengar kritikan dan masukan. Benak tetap terasah tajam untuk membedah segala persoalan. Dan, hati nurani terang untuk menggapai langkah kebijakan dan strategi. Pendek kata, diam yang bekerja.