Dua tim adidaya sepak bola akan berlaga di Berlin. Kedua tim adalah pemegang kasta tertinggi sepak bola di masing-masing negara. Pagi dini hari (7/05/15) merupakan ajang pembuktian menjadi yang terbaik di jagat sepak bola. Barcelona, representasi tim negeri matador akan berhadapan dengan Juventus, tim utusan negeri pewaris pola catenaccio.
Pertarungan Barcelona-Juventus di puncak kompetisi liga champion adalah ajang adu gensi kedua negara. Ajang pembuktian tim terbaik. Pentas mempertontonkan klub-klub dari kasta liga terbaik. Menyuguhkan atraksi pemain-pemain dengan skill mumpuni. Pendek kata, duel ini merupakan pertarungan syarat makna bagi Barcelona, Juventus, dan para pencinta sepak bola.
Perhelatan final liga champion ini membuka memori kelam kota Berlin. Kota yang menorehkan kisah perjalanan sejarah warisan bangsa Arya. Kota yang pernah terbagi dua oleh karena pengaruh dua kekuatan. Blok Barat - dikomandoi AS, menguasai Berlin Barat dan Berlin Timur yang dikuasai Uni Soviet. Dua blok yang secara idelogi politik dan ekonominya sangat bertolak belakang.
Berlin Barat terbilang lebih makmur, terbuka, dan memberikan pengharapan. Kondisi ini menggiurkan warga Berlin Timur. Gelombang eksodus warga Berlin Timur ke tetangganya tak terbendung. Pemerintah Jerman Timur segera menyadari semakin lemah kontrol terhadap eksodus warganya. Maka dibangunlah tembok yang memisahkan Berlin Timur dan Berlin Barat pada tahun 1961. Tembok ini merupakan bukti kekhawatiran Jerman Timur terhadap pengaruh Jerman Barat dibawa kendali Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat pada waktu itu.
Tembok Berlin, salah satu catatan hidup sejarah kelam Jerman. Membatasi kebebasan warga Berlin bergerak dari timur menuju barat dan atau sebaliknya. Keberadaan tembok Berlin melahirkan gelombang penderitaan warga Jerman-khususnya warga Jerman Timur. Tembok ini telah menjadi sumber malapetaka. Korban nyawa tak tertahankan ketika warga Berlin Timur berupaya menyeberangi tembok dan sungai Spree. Seruan moral berdatangan dari para pemimpin dunia seperti John F. Kennedy dan Ronald Reagen. Ronald Reagen bahkan menyampaikan pidato untuk meminta Michael Gorbachev meruntuhkannya.
Karena berbagai desakan tokoh dunia dan kuatnya arus pengaruh AS, cengkraman ideologi komunis pelan-pelan lepas pengaruhnya di negara-negara atau wilayah-wilayah ‘jajahan’ Uni Soviet. Tembok Berlin yang membatasi ruang gerak warga Berlin Timur dan Berlin Barat pun diruntuhkan setelah berdiri selama 28 tahun.
Laga final di Liga Champion yang akan dihelat di kota Berlin mengingatkan kita tentang memori Tembok Berlin. Perhelatan ini memiliki nilai bagi sejarah sepak bola dunia. Selain menjadi momentum untuk mengenang peristiwa reunifikasi Berlin Barat dan Berlin Timur, sekaligus peristiwa uji kebangkitan Juventus atau sebaliknya ajang pembuktikan ‘kemapanan’ Barcelona di level sepak bola Eropa tak terusik.  Â
Mengamati perjalanan Barcelona dan Juventus dapat dianalogikan kota Berlin pra reunifikasi. Barcelona mewakili Berlin Barat yang ‘kaya’ prestasi. Selalu menjadi kiblat pemain sepak bola professional. Menjadi kerinduan talenta-talenta muda lapangan hijau merumput bersama Messi, dan kawan-kawan. Secara umum, liga Spanyol menjadi magnet sepak bola dan pemain di beberapa dekade terakhir ini setelah liga Calcio terpuruk oleh karena skandal Calciopoli.
Sebaliknya, Juventus merepresentasikan Berlin Timur. Pada tahun 2006 Juventus bersama AC Milan, Fiorentina, Lazio, dan Reggina terlibat skandal Calciopoli. Skandal pengaturan skor ini menghempas Juventus ke kasta Seri B untuk pertama kalinya dalam sejarah. Tidak hanya itu, dua gelar yang diraih pada tahun 2005 dan 2006 Â ketika Juventus dibawah asuhan Fabio Cappello dicabut. Skandal ini sungguh-sungguh membenamkan Juventus ke dasar kompetisi baik di liga domestik maupun level internasional.
Di hadapan Juventus berdiri kokohnya ‘tembok Berlin’. Tembok yang dibangun oleh mereka sendiri. Akibat praktek-praktek curang yang merugikan pihak atau tim lain dan akhirnya merugikan diri sendiri.  Satu per satu pemain kunci seperti Thuram, striker Zlatan Ibrahimović dan bek tengah Fabio Cannavaro melakukan eksodus ke klub-klub di daratan Eropa. Meskipun demikian, Buffon, Del Piero, Trezeguet, dan Nedved memilih untuk bertahan dan membantu klub kembali ke Seri-A. Para pemain Primavera seperti Sebastian Giovinco dan Claudio Marchisio masuk dalam skuad utama. Bianconeri bertahan semusim di Seri B, kemudian dipromosikan ke Seri A setelah meraih trofi Seri B. Striker sekaligus kapten tim, Alexander Del Piero membukukan sebagai pencetak gol terbanyak dengan 20 gol.Â
Kembalinya Juventus ke pentas Seri A tidak serta merta menuai sukses. Inter Milan tertalu tangguh untuk ditaklukkan sebagai raja Seri A beberapa musim sebelum dihentikan oleh AC Milan pada musim kompetisi 2010/2011. Juventus harus puasa juara selama 6 musim kompetisi hingga meraih puncak klansmen pada musim 2011/2012. Dominasi Juventus kian kental di liga Italia sebagai jawara hingga musim kompetisi 2014/2015 ini. Juventus pun merebut tropi Copa Italia setelah menundukkan Lazio dalam laga dramatis 21 Mei 2015 silam.
Pada musim kompetisi 2014/2015 Juventus sedang berada pada performa terbaik. Pemuncak klasmen Seri A Italia, penguasa Copa Italia, dan satu langkah lagi menuju jawara Eropa jika Guinligi Buffon dan kawan-kawan mampu menaklukan Barcelona yang dikenal sebagai tim solid itu. Ini ujian berat Allegri untuk meramu tim sehingga mampu meredam trio ‘kijang’; Messi, Suarez, dan Neymar.
Juventus tidak mudah menaklukan Barcelona karena baru saja pulih dari skandal yang melilit langkahnya. Puasa gelar dan minim kompetisi Eropa menjadi kelemahan lain. Keunggulan dan kekuatan Barcelona di dua dekade terakhir menambah kokohnya ‘tembok Berlin’ sehingga sulit dirobohkan.  Namun, jika kita mengikuti perjalanan Juventus musim ini baik di liga domestik maupun perjalanannya di babak penyisihan hingga final champion, performa Tevez dan kawan-kawan terus menanjak. Tidak ada yang mustahil. Barcelona bisa tumbang di tanah Bavaria.
Memori Tembok Berlin bisa saja menjadi daya dorong Bianconerri di lapangan hijau. Menjadikannya sebagai tekad, semangat, dan spirit untuk membasuhi diri dari skandal yang melumuri ‘tubuh’nya. Satu-satunya jalan dengan berprestasi di laga ini. Sekaligus membuktikan kepada dunia bahwa kemenangan Juventus bukan hadiah wasit apalagi belas kasih tim. Final kali ini adalah kesempatan emas bagi Juventus untuk meruntuhkan ‘tembok Berlin’ (baca: berbagai persoalan dan kelemahan tim). Kemenangan ini pula menjadi pertanda kebangkitan sepak bola Italia kembali berjaya di level internasional.
Tembok Berlin adalah sebuah memori. Memori tentang reunifikasi; Berlin Timur dan Berlin Barat. Tembok Berlin bisa juga memori (re)unifikasi gelar. Baik Juventus maupun Barcelona adalah raja di liganya masing-masing dan sedang menggantongi dua trofi. Satu langkah lagi, salah satu dari kedua tim ini akan meraih treble winner.
Dewi fortuna bisa saja berpihak pada Juventus atau sebaliknya ia lebih mencintai Barcelona. Bola itu bundar. Duel ini tidak cukup andalkan kerja keras, tetapi juga kerja cerdas dan kerja tuntas para pemain, pelatih, dan suporter. Tim yang bekerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas hingga detik akhir pertandingan bakal pasti meraih mimpinya; me(re)unifikasi gelar; piala liga, copa, dan champion (treble winner). Siapapun pun pemenang kelak, Berlin tetap tercatat sebagai kota (re)unifikasi. ***(gbm/sumber:koepang.com)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H