21 Juni 2014. Di Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) JCU menyelenggarakan farewall party dengan rekan-rekan angkatan Januari 2013. Mereka telah menjalani masa studi 1,5 tahun dan harus kembali ke tanah air. Turut hadir pula, orang Indonesia yang berstatus permanent resident.
Momentum kali ini, hadir pula keluarga dokter Tino (bukan nama sebenarnya). Keluarga ini baru pindah dari Sidney ke Townsville pada awal tahun ini. Saat ini dokter bekerja di rumah sakit terbesar di Northen Queensland, Townsville Hospital.
Pada sesi perkenalan dr. Tino memberitahukan pernah bekerja di Flores awal tahun 2000-an setelah saya dan Eci memperkenalkan diri asal Flores. Usai sesi perkenalan, saya sempat bercerita dengannya. Karena perkenalan belum memberikan informasi yang lengkap.
Ia bercerita menjalankan sebagai dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap) di kecamatan Sambi Rampas, Pota, Kabupaten Manggarai Timur (sebelumnya masih kabupaten Manggarai). Pada waktu itu, RSUD Ruteng masih dipimpin oleh dr. Damianus Wera. Dari Sambi Rampas, ia pindah ke kecamatan Pagal, Kabupaten Manggarai.
dr. Tino menuturkan sulit jaringan komunikasi pada waktu itu. Jika ia hendak mengirim laporan, ia harus bolak balik ke Ruteng. Satu-satunya warnet yang ada di kantor telekom.
Ia juga mengakui potensi alam di daratan Flores khususnya dan NTT umumnya. Banyak komoditas perkebunan dan pertanian di sana. Namun, ia sesalkan soal keterbatasan embung atau dam yang yang berfungsi menampung air hujan. Potensi air hujan malah menjadi banjir yang dapat membunuh manusia atau merusak ekosistem karena ketiadaan fasilitas pengendali banjir. Menurutnya, jika penyediaan dam dapat meningkatkan pengembangan potensi pertanian.
Dokter kelahiran Jakarta ini menyoroti masalah pendidikan. Ia melihat ada gap antara daerah dan ibukota. Untuk mengurangi gap ini, salah satu cara menambah jumlah guru. Namun, kuantitas guru tidak menentukan kualitas guru.
Untuk mengurangi gap ini, ia menyarankan untuk memanfaatkan teknologi informasi. Ia menyarankan kepada pemerintah untuk menyewa para professor bidang pendidikan untuk menyediakan berbagai modul. Materi atau modul dikemas dalam format digital dan disebarluaskan secara masif. Pemerintah juga harus menyiapkan perangkat seperti komputer/laptop dan bila perlu koneksi internet.
Dokter ini memiliki nostalgia yang pekat tentang Flores. Tentang NTT pada umumnya. Tuturnya mengalir. Tunjukkan pemahamannya tentang NTT. Di akhir cerita, dr. Tino nyeletuk.
"Soeharto terlalu fokus ke Timor-Timur. NTT luput dari perhatiannya. NTT yang terlupakan oleh Soeharto".
Untuk pembuktian celetukan dr. Tino ini, kita bisa mengalihkan memori dua dekade di belakang. Sesuatu yang pasti, NTT yang kini berbeda dengan NTT yang dulu. Kota Kupang menjadi ruang yang terbuka. Perjumpaan masyarakat dari berbagai strata sosial, suku, agama, budaya, dan golongan. NTT sudah berubah. ***(gbm)