Di sebuah sekolah menengah atas di pinggiran kota yang asri, seorang guru bernama Bu Elya dikenal karena kreativitas dan ketulusannya dalam mengajar. Ketika sekolahnya mulai menerapkan Kurikulum Merdeka, Bu Elya sangat bersemangat untuk mencoba metode asesmen baru yang lebih fleksibel dan menyenangkan.
Suatu hari, Bu Elya memutuskan untuk melakukan asesmen diagnostik kepada siswa-siswanya. Di awal kelas, ia bertanya kepada Akmal, yang selalu dikenal sebagai anak yang cerdas namun sedikit jahil.
Bu Elya: "Akmal, apa yang paling kamu suka lakukan di sekolah?"
Akmal: "Saya suka tidur siang, Bu!"
Bu Elya tertawa kecil dan berkata, "Baiklah, kita akan mencari cara untuk memasukkan tidur siang ke dalam kurikulum, ya."
Kemudian, Bu Elya beralih ke Indira, yang terkenal sebagai anak yang sangat imajinatif.
Bu Elya: "Indira, bagaimana cara belajar yang paling kamu sukai?"
Indira: "Saya suka berpetualang dan bermain peran, Bu."
Bu Elya pun mulai berpikir keras bagaimana caranya menggabungkan petualangan dalam pembelajaran matematika dan sains.
Hari berikutnya, Bu Elya memulai eksperimen asesmen formatif. Dalam pelajaran matematika, ia membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan kegiatan berbeda. Ada kelompok yang menggambar bentuk-bentuk geometri, ada yang memainkan permainan matematika di komputer, dan ada juga yang menghitung kelereng di halaman sekolah.