Di sebuah sekolah menengah atas di pinggiran kota, ada seorang guru bernama Babeh Opiq. Babeh Opiq dikenal sebagai guru yang penuh semangat, tetapi juga sedikit kaku dalam metode pengajarannya. Setiap hari, Babeh Opiq selalu menggunakan cara yang sama untuk mengajar, dan setiap siswa harus mengikuti metode yang sama, tak peduli apakah mereka cepat atau lambat memahami pelajaran.
Suatu hari, Pak JBS selaku kepala sekolah mengadakan rapat khusus untuk memperkenalkan konsep pembelajaran berdiferensiasi. "Dengan metode ini, kita bisa memenuhi kebutuhan pada setiap siswa, tidak hanya mengikuti satu pola yang kaku," jelas Pak JBS dengan antusias.
Babeh Opiq mendengar penjelasan itu dengan skeptis. "Ah, pasti rumit dan merepotkan," pikirnya. Namun, demi profesionalisme, Babeh Opiq memutuskan untuk mencoba.
Keesokan harinya, Babeh Opiq memulai eksperimen pembelajaran berdiferensiasi. Pertama-tama, ia melakukan asesmen awal kepada para siswanya. Dengan penuh semangat, ia bertanya kepada setiap siswa tentang minat dan gaya belajar mereka.
Babeh Opiq: "Akmal, apa yang paling kamu sukai dalam belajar?"
Akmal: "Saya suka menggambar, Beh!"
Babeh Opiq pun berpikir keras. "Baiklah, nanti kita akan belajar informatika sambil menggambar."
Kemudian, Babeh Opiq bertanya kepada Indira.
Babeh Opiq: "Indira, bagaimana cara belajar yang paling kamu sukai?"
Indira: "Saya suka mendengarkan cerita, Beh."
Babeh Opiq mengangguk dan memutuskan untuk menyisipkan cerita dalam pelajaran informatika.
Pada akhirnya, semua siswa mendapatkan metode belajar yang berbeda sesuai kebutuhan mereka. Tapi Babeh Opiq merasa seperti sedang mengelola sirkus!
Di sudut kelas, Akmal menggambar jaringan komputer sambil menghitung server dan kliennya. Di sisi lain, Indira duduk mendengarkan Babeh Opiq bercerita tentang sejarah komputer dengan mata berbinar-binar. Sementara itu, Sabily yang suka praktek langsung, sibuk membongkar komputer untuk melihat bagaimana cara kerjanya.
Namun, meskipun awalnya terlihat kacau, Babeh Opiq mulai menyadari sesuatu yang mengejutkan. Siswa-siswa yang dulunya selalu tertinggal kini mulai menunjukkan kemajuan yang signifikan. Suasana kelas menjadi lebih hidup dan dinamis.
Suatu hari, Pak JBS selaku kepala sekolah mengunjungi kelas Babeh Opiq.
Pak JBS: "Wah, Babeh Opiq, kelas Anda tampak sangat berbeda sekarang! Bagaimana Anda bisa mengelolanya?"
Babeh Opiq tersenyum lebar. "Ternyata, dengan sedikit kreativitas dan kesabaran, pembelajaran berdiferensiasi ini malah membuat saya merasa seperti guru yang super kreatif! Tugas saya sekarang lebih seperti seorang konduktor orkestra, memastikan setiap siswa memainkan alat musik mereka dengan cara yang paling mereka sukai."
Akhirnya, Babeh Opiq tidak hanya berhasil meningkatkan kompetensi mengajarnya, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan efektif bagi semua siswa. Kini, setiap hari di kelas Babeh Opiq adalah petualangan baru, penuh dengan tawa dan pembelajaran yang bermakna.
Dan siapa yang menyangka? Metode pembelajaran berdiferensiasi yang awalnya dianggap merepotkan, ternyata menjadi kunci kesuksesan Babeh Opiq sebagai guru yang luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H