Nduk...
Hehehe. Aneh ya kalau aku nulis surat untuk kamu? Jangan ditertawakan ya, Nduk. Aku ngga bisa nulis surat. Aku juga ngga bisa romantis, seperti orang-orang yang dengan mudahnya menulis surat cinta untuk pacarnya.
Nduk...
Serius, aku ngga bisa nulis surat cinta. Setiap sms yang kamu kirim pun aku cuma bisa menjawabnya dengan senyum. Setiap kamu berbicara dengan lucu melalui handphone, aku cuma bisa menjawabnya dengan senyum. Aku ngga tahu bagaimana membalasnya. Aku ngga tahu apa yang harus aku ungkapkan kepada kamu, ngga tahu bagaimana seharusnya aku membalas pembicaraanmu itu.
Nduk...
Kita jalan-jalan lagi ke Mall, yuk. Kita nonton di bioskop lagi. Aku senang lho nonton denganmu. Apalagi saat melihat wajah ceriamu di dalam bioskop. Ada suatu dunia yang sepertinya ingin kamu raih, Nduk, dunia yang ngga mungkin kamu capai, dunia yang ngga mungkin kamu genggam.
Dan saat kamu meledekku karena aku ketauan menatapmu diam-diam, kamu cuma tertawa kecil. Lalu kamu tersenyum. Ah, tahukah, Nduk, itu senyummu yang paling manis. Aku ngga tahu harus bersikap apa dengan senyum manismu itu. Aku hanya ... Sepertinya aku hanya mau memiliki senyum manismu. Dan senyum manismu itu sepertinya cuma aku seorang yang harus memilikinya, bukan untuk orang lain.
Nduk...
Ah, aku makin bingung harus nulis apa. Aku ngga tahu kenapa aku harus nulis surat ini padamu. Kita memang sulit berbicara, kita memang hanya bisa berkomunikasi dengan gerakan isyarat tangan, tapi kita berbicara dengan hati.