"Bapak, tebu-tebu ini kapan panennya?"
"Tidak lama lagi."
"Asyik. Nanti aku boleh ikut manen, ya, Pak."
"Hehehe. Boleh."
Si anak tersenyum ceria. Pasti seru kegiatan memanen tebu bersama teman-temannya, yang selalu kagum dengan cerita tentang ladang tebu itu. Selama ini si anak selalu membanggakan ladang tebu milik bapaknya. "Nanti akan kubangun pabrik gula. Bapakku bilang tebu itu penting untuk hidup. Biar ada rasa manisnya."
Si Bapak menyeruput kopi. Si anak memperhatikan.
"Bapak, kenapa sih? Masa Bapak punya ladang tebu tapi minumnya kopi pahit sih?"
Si Bapak tersenyum. Masih terngiang di pikiran Bapak bagaimana kepala desanya tertunduk lesu memberikan kabar ke Bapak kalau minggu ini adalah panen tebu terakhir. "Ladang ini harus saya jual, katanya akan menjadi waduk," kata kepala desa sebagai pemilik ladang tebu itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H