[caption id="attachment_392747" align="alignnone" width="600" caption="Datsun Go+ Panca #JejakParaRiser #KompasianaBlogTrip mampir ke Dawet Hitam Jembatan Butuh"][/caption]
Kalau sedang mudik atau melakukan perjalanan darat melalui jalur selatan Pulau Jawa, dan saat menyusuri kota Purworejo, jangan lupa mampir untuk menikmati enaknya Dawet Ireng atau Dawet Hitam di daerah Butuh, Purworejo. Dan saya kalau melakukan perjalanan mudik melalui jalur selatan, pasti selalu mampir ke penjual dawet hitam ini.
[caption id="attachment_392748" align="alignnone" width="400" caption="Warung Dawet Hitam Pak Wagiman"]
![14219715601340847467](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14219715601340847467.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Kota Butuh memang terkenal dengan panganan dawet hitam. Di sepanjang jalan kota, banyak penjual dawet hitam. Namun pilihan saya dan keluarga selalu ke penjual satu ini, yang terletak persis di dekat jembatan Butuh. Entah kenapa selalu memilih dawet hitam dari penjual ini. Mungkin karena tempatnya nyaman, dan ada toilet di samping rumahnya, sehingga nyaman untuk beristirahat saat melakukan perjalanan jauh.
[caption id="attachment_392749" align="alignnone" width="600" caption="Panganan yang terbuat dari merang"]
![14219716701503361488](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14219716701503361488.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Warung Dawet Hitam ini bernama Pak Wagiman. Tapi yang kemarin, 21 Januari 2015, Tim 3 #JejakParaRiser #KompasianaBlogTrip Datsun Go+ Panca, datangi, penjualnya bukanlah Pak Wagiman, melainkan keturunannya. Dari pengakuan penjualnya, mereka sudah 3 generasi membuat Dawet Hitam. Mereka juga tidak masalah jika seluruh daerah Butuh menjual Dawet Hitam, karena memang penurunan ilmu pembuatan Dawet Hitam ini disebar ke banyak warga di daerah situ. Nah, penjual yang kami ketemui kemarin ini adalah generasi ketiga, jadi kakeknya lah yang memulai membuat dan menjual dawet hitam di depan rumahnya.
[caption id="attachment_392751" align="alignnone" width="400" caption="Dawet hitamnya tidak menggunakan pewarna. Disajikan dengan kuah santan yang dicampur gula merah"]
![14219717431265347331](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14219717431265347331.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Dawet Hitam ini terbuat dari merang atau batang padi, sehingga warnanya menjadi hitam alami, bukan dengan pewarna. Dawet Hitam yang dijual disajikan dengan santan berkuah yang terbuat dari gula merah dan santan.
[caption id="attachment_392752" align="alignnone" width="600" caption="Tim 3 #JejakParaRiser #KompasianaBlogTrip sedang mencicipi dawet hitam"]
![1421971813491556779](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1421971813491556779.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Yang khas dari para penjual dawet hitam di daerah Butuh ini adalah warungnya hampir sama semuanya, menggunakan saung. Untuk warung yang laku, saungnya terbuat dari semen.
[caption id="attachment_392754" align="alignnone" width="600" caption="Warga sekitar juga sangat menyukai dawet hitam Pak Wagiman"]
![14219720082144098552](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14219720082144098552.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Warung Pak Wagiman ini lumayan laku lho. Sehari bisa laku lebih dari 500 mangkok. Kalau tidak salah, rumah di belakang warung dawet hitam ini dibangun dari hasil penjualan dawet hitam yang dijual di depan rumahnya. Pembelinya tidak hanya para pemudik, tapi juga warga sekitar.
[caption id="attachment_392753" align="alignnone" width="600" caption="Narsis dikit dengan Datsun Go+ Panca di depan Museum Tentara Pelajar Purworejo"]
![1421971871569668172](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1421971871569668172.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI