Kecanggihan teknologi mendisrupsi banyak bidang. Akibatnya banyak program studi yang menjadi bias. Beberapa perguruan tinggi bahkan bingung dan nyaris kehilangan arah. Miris sekali. Berpotensi meluluskan sarjana teknik yang ahli sastra. Pandai mendongeng dan imajiner.
Kita telah berada di pintu gerbang era society 5.0 dimana teknologi Augmented Reality dan Artificial intelligence banyak digunakan. Teknologi ini akan banyak menggeser peran manusia. Oleh karena itu Fakultas Teknik perlu melakukan adaptasi tanpa henti.
Harmonisasi Perguruan Tinggi dan  Industri
Tak dapat dipungkiri perguruan tinggi dan Industri hari ini "seperti air dengan minyak". Sepertinya sulit sekali menyatu, berkolaborasi. Bahkan ada banyak yang menutup diri.
Kenapa banyak Industri membangun balai diklat bahkan perguruan tinggi sendiri?. Apakah lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi tidak dipercaya lagi?Â
Bahkan sampai pemerintah menyiapkan berbagai program agar perguruan tinggi dan Industri dikawinkan. Biar serumah. Namun masih saja banyak yang LDR (long distance relationship) alias pacaran jarak jauh. Ya sebatas jadian, tapi gak nikah-nikah. Hanya MoU dan MoA namun tak pernah ada implementasi yang konkrit dilakukan. What happened!, Aya naon..?
Kedepan, sangat perlu kolaborasi yang intens antar perguruan tinggi dan perguruan tinggi dengan industri. Kolaborasi dilakukan untuk saling menguatkan dan membesarkan kapasitas satu sama lain. Kolaborasi dibangun untuk menjawab tantangan yang lebih besar.Â
Mengutip pidato Dr. Romli Ardie, Rektor Universitas Primagraha dalam Pelantikan Pejabat Struktural UPG (27/11), "Di era kolaborasi tak perlu ada  lagi hegemoni perguruan tinggi. Atau mengklaim perguruan tinggi yang 'palugada' (apa yang lu mau gua ada). Seolah-olah mampu mencetak, meluluskan sarjana yang pintar segalanya. Impossible!"
Lebih lanjut Ia menyampaikan, "gagasan W. Chan Kim tentang  'Blue Ocean', Samudra Biru saat ini masih sangat relevan. Perguruan tinggi harus menciptakan kolamnya sendiri, pasarnya sendiri, kompetensinya sendiri, kekhasan nya sendiri. Tak perlu baku hantam dalam kompetisi di 'samudra merah' yang berdarah-darah. Mari kita 'tahu diri', kenali potensi kita untuk menjadi energi dan kekuatan baru, menjadi berbeda dari yang lain. Itulah syukur atas karunia Tuhan. Perbedaan sebagai berkah untuk kita".Â
Tantangan Bidang Teknik Masa Depan
Ketua Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Heru Dewanto mengungkapkan, Â hari ini kebutuhan ahli teknik atau insinyur di Indonesia sangat besar. Namun terdapat kesenjangan keahlian (talent gap) pada beberapa bidang penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dibutuhkan praktisi yang cakap di berbagai bidang khususnya engineering science, biomedical engineering, nano teknologi serta kecerdasaan buatan. Oleh karena itu sangat dibutuhkan keselarasan antara kompetensi yang diajarkan di kampus, dengan kebutuhan dunia kerja.Â
Dengan dunia yang semakin datar bidang teknik memiliki tantangan tak hanya regional tapi juga global. Bumi yang semakin renta ini membutuhkan upaya pelestarian dan kepedulian semua umat manusia. Melindungi dari ambisi yang dapat merusak (destruktif) atau mengancam kelangsungan hidup manusia.Â
Dalam kesepakatan organisasi federasi insinyur dunia (WEFO) insinyur harus menyelesaikan masalah-masalah dunia, karena untuk menyelamatkan bumi kita adalah teknologi, dan teknologi adalah produk dari ahli teknik atau insinyur.Â