Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh setiap individu sebagaimana kesehatan dan keamanan. Negara berkewajiban menyelenggarakan satuan pendidikan secara gratis, memenuhi sarana dan prasarananya serta tenaga pendidik yang berkualitas dan sejahtera. Agar menghasilkan lulusan yang memiliki karakter beriman dan bertakwa dengan ciri antara lain; kuat imannya, kuat keterikatannya terhadap norma dan hukum dengan benar serta memiliki kecakapan ilmu kehidupan yang degannya berhasil menciptakan lapangan kerja bukan sebaliknya yakni menghasilkan barisan pengangguran dikalangan terdidik dengan jumlah dan gelar yang tidak sedikit.
Mengapa pada kalangan terdidik terjadi pengangguran dengan jumlah banyak? Jawabannya antara lain karena dunia pendidikan tidak mendesain lulusannya untuk menciptakan lapangan kerja (tidak dididik untuk menjadi pengusaha) akan tetapi disiapkan menjadi tenaga kerja (pekerja/buruh) yang terkadang dengan bekal ilmu pengetahuan ala kadarnya. Sehingga saat terjadi over suplier pada sisi jumlah tenaga kerja dibandingkan dengan jumlah lapangan kerja maka akan terjadi pengangguran dikalangan terdidik baik bagi yang baru lulus maupun yang sudah bekerja tetapi terkena Pemutusan hubungan kerja (PHK).
Seseorang yang terkena PHK kemudian menganggur tentu saja tidak menguntungkan dari sisi pendapatan. Apalagi jika yang menganggur tersebut adalah berstatus kepala keluarga dimana secara syari' terbebani untuk menafkahi keluarganya. Posisi menganggur dalam jangka panjang akan meningkatkan barisan kemiskinan dan kriminalitas. Dalam hal ini Negara harus hadir sebagai junnah (pelindung) bagi rakyatnya terutama bagi yang berstatus kepala keluarga yang menganggur dan juga miskin agar tidak jatuh pada perkara kriminalitas.
Negara juga harus hadir secara kraetif mendidik insan Indonesia menjadi calon-calon pengusaha agar setelah lulus mampu menciptakan lapangan pekerjaan sehingga bisa menolong dan berbagi dengan lapisan masyarakat miskin dan tidak terdidik dengan baik. Beberapa langkah strategis dan praktis yang perlu ditempuh antara lain; pertama, merubah landasan berfikir dunia pendidikan dari orientasi menyiapkan tenaga kerja menjadi menyiapkan pengusaha. Kedua, membenahi dan meramu kurikulum yang dapat menginsiprasi kaum muda "keranjingan" untuk berusaha sendiri (berwirausaha) dibandingkan menjadi pegawai atau pekerja meskipun diiming-imingi dengan gaji atau upah yang mahal. Ketiga, dukung dan fasilitasi kaum muda yang berazam untuk berwirausaha dan menjadi pengusaha dengan insentif permodalan dan jaringan pasar yang kuat.
Di tengah kaum muda "keranjingan gadget" yang kehadirannya cenderung problematik itu maka melakukan langkah transformatif dari "keranjingan gadget" menuju "keranjingan usaha" merupakan hal yang mendesak. Gadget yang dikuasai kaum muda perlu diubah dari "Games Power " menjadi "Capital Power ", dari kegiatan konsumtif menghabiskan pulsa untuk membiayai Games dan Life Style menuju kegiatan produktif untuk membiayai investasi dan pertumbuhan bisnis yang menguntungkan. Bisnis kaum muda yang tumbuh dan menguntungkan tersebut membutuhkan investasi, tenaga kerja dan juga teknologi. Juga akan membuka lapangan kerja, mengurangi pengangguran, menaikan pendapatan pekerja dan berdampak pada pengurangan kemiskinan. Pada titik ini kaum muda yang terjun menjadi pengusaha itu sejatinya sedang berbagi rizki kepada sesama yang memang patut ditolong. Siapakah itu? Kaum pengangguran dan kaum miskin. Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat baik pada sesama baik pada manusia maupun lingkungan hidupnya. Dan kata Rasulullah SAW sebaik-baiknya manusia adalah yang memberikan manfaat bagi manusia yang lain.
Bagaimana cara mendidik kaum muda menjadi pengusaha? Ini pekerjaan yang tidak ringan, butuh idelaisme dan konsistensi antara pekerjaan pada ranah pemikiran (mental) dan tindakan (operasional). Dunia pendidikan kita perlu berfikir bagaimana bisa membenahi mental kaum muda agar mereka terinspirasi dan terdorong hatinya mengambil jalan wirausaha, tekun menjalani profesinya sebagai pengusaha. Dunia pendidikan juga perlu membangun integritas kaum muda sehingga menjadi pribadi-pribadi terpercaya (Al Amin) sehingga dipercaya calon investor. Serta membekali kaum muda dengan aneka keterampilan hidup agar bisa mengelola usahanya secara menguntungkan. Melalui langkah ini dunia pendidikan diharapkan mampu menjadikan kaum muda pengusaha-pengusaha sukses yang lahir dari rahim masyarakat Indonesia ditengah cekaman Gadget, Minuman keras dan Narkoba yang bekerja sebaliknya yakni menjadikan kaum muda yang gagal dan destruktif. Menjadi pengusaha adalah profesi mulia, karena dari kantong pengusahalah penerimaan negara dalam bentuk Zakat, Infaq, Shadaqoh dan Wakaf (ZISWAF) dapat digunakan sebagai instrument mengentaskan kemiskinan dan pengangguran. Akhirnya pendidikan mental agar kaum muda menjadi pengusaha menjadi agenda kita yang harus diperjuangkan secara konsisten kini dan mendatang, agar kaum muda Indonesia bisa mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 secara gemilang. Semoga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI