Mohon tunggu...
Anhar Azzumta
Anhar Azzumta Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, pelajar, pebisnis

Menebar manfaat melalui tulisan Menabur kebaikan di setiap kata yang tersampaikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menanti Akhir Kisah Covid-19 dan New Normal

6 Juli 2020   01:17 Diperbarui: 6 Juli 2020   01:41 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syeikh  Mutawalli Asy- Sya'rawi ,ulama kharismatik asal Mesir,pernah menerangkan dalam satu pengajiannya, bahwa sebuah musibah tidak akan diangkat dalam diri umat manusia sebelum umat manusia tersebut merasa ridha terhadap ketentuan Allah yang terjadi pada mereka. Syekh Asy-Sya'rawi juga memberikan barometer berpikir bagi para jamaahnya ketika suatu kejadian yang tidak mengenakan terjadi kepada mereka. Beliau menuturkan, "seorang Muslim hendaklah berpikir ketika datangnya musibah, bahwa penyebabnya mungkin satu diantara dua hal, jika hal itu masih di dalam jangkauan kemampuannya maka penyebabnya adalah kelalaian dirinya sendiri, sedangkan jika musibah itu diluar kuasanya, maka itu adalah kehendak Allah yang mana pasti ada hikmah di dalamnya". Ucap Syekh Asy-Sya'rawi.


     Mari kita coba berpikir dengan logika yang ditawarkan Syaikh Asy-Sya'rawi kepada kita. Suatu musibah dan kesialan tidak akan menimpa kita kecuali disebabkan kesalahan kita atau takdir dari Allah. Ketika menengok diri kita dan mayoritas orang lain yang terdampak wabah penyakit covid-19,  maka setujulah kita yang mayoritas ,bahwa wabah ini datang membawa hikmah dibalik pahit dan perihnya.
Bukan muslim sejati namanya bilamana tidak ridha terhadap keputusan Tuhannya. Bahkan bila ditengok secara psikologis, mengeluh dan meratap berlebihan dapat menurunkan kondisi jiwa dan meningkatkan stress. Menerima kenyataan tidak juga diinterpretasikan sebagai jalan pasrah nan mengalah. Menerima takdir ilahi adalah sikap kita dengan ikhtiar dan doa yang menengadah, menyemogakan kesembuhan dan kesehatan setiap manusia yang telah terjangkit wabah.


     Sikap optimis dan semangat adalah setitik cahaya yang lupa kita nyalakan dalam gulita pandemi. Seakan kita lupa bahwa semangat dari dalamlah yang bisa membuat seseorang bekerja all out  secara fisik dan mental. Termasuk dalam sikap optimis adalah menerima realita di lapangan dengan hati lapang, saling menyebarkan kabar baik, lalu saling menyemangati. Tiga-tiganya dapat diimprovisasikan oleh seluruh lapisan masyarakat, baik pemerintah, tenaga medis, maupun rakyat. Namun ironisnya ,pihak yang konsisten mengabarkan berita baik jumlahnya tidak berbanding lurus dengan penyebar berita buruk serta hoax. Alhasil mental rakyat Indonesia tak terbentuk dengan baik.


     Semua kepala sedang harap-harap cemas menunggu berakhirnya pandemi covid-19. Seperti dawuh Syeikh Asy-Sya'rawi diatas, Wabah covid-19 bagi sebagian besar kita adalah suatu hal yang diluar kemampuan yang bermakna bahwa ada hikmah yang Allah titipkan di balik penyakit ganas ini. Semuanya akan tersingkap pada waktunya sembari kita melakukan upaya-upaya untuk "menerima takdir Allah" dengan optimis, menyebarkan kabar baik,serta bahu membahu mengobati dan mencegah wabah penyakit.


     Agaknya Kabar buruk tentang wabah covid-19 masih simpang siur. Kekhawatiran pun berseliweran tak karuan. Tren kabar buruk kini berpindah menjadi pemberitaan mengenai betapa manusia Indonesia kelimpungan menghadapi serangan wabah.  Jagat maya disesaki dengan adu opini tentang pro-kontra pengadaan "New Normal".  Pun banyak sikap-sikap nirketeladanan yang ramai diperbincangkan di halaman publik, seperti tetap ngeyel mudik di tengah wabah, mall yang kebanjiran pengunjung dan sebangsanya.


     Tuhan seolah menurunkan wabah ini sebagai tolok ukur tatkala manusia dihadapkan dengan sebuah musibah. Meskipun tidak berefek material seperti musibah gempa bumi, tsunami, dan lain sebagainya, Musibah covid-19 telah berhasil membuat seluruh umat manusia merasa senasib sepenanggungan. Manusia seakan diajak berefleksi tentang hakikat diri mereka yang sesungguhnya, Sebagaimana yang kita tau bahwa hegemoni kemajuan telah mengubah orientasi kehidupan dan kegiatan sehari-hari manusia menjadi materialistis dan egoistis. Fenomena "karantina" membuat banyak manusia sadar bahwa jika Tuhan berkehendak menghentikan detak jantung kehidupann, maka manusia tidak akan memiliki apa apa lagi selain tawakkalnya kepada Sang Maha Kuasa.


     Mengharapkan musibah virus korona berakhir barangkali telah menjadi "trending topic" do'a yang dipanjatkan manusia di seluruh dunia. Namun jangan lupakan bahwa jika kelak wabah ini berakhir, yang harus kita dapatkan pertama kali adalah kesadaran bahwa Allah telah menguji kita dengan ujian yang penuh hikmah, sebagaimana tadi diterangkan oleh Syekh Sya'rawi. Umat manusia juga perlu menggembleng dirinya agar setelah virus korona berakhir, dirinya akan membuka lembaran baru kehidupan sebagai akhir kisah yang indah setelah pandemi.


     Segala sesuatu yang telah diskenariokan oleh Sang Maha Kuasa pasti memiliki hikmah dan kebaikan, sekecil apapun peristiwa itu. Musibah covid-19 ini bukan tersebar secara kebetulan, ada takdir langit yang menetapkan bahwa umat manusia akan mengalami pandemi ini jauh-jauh hari. Maka marilah berkaca kepada sabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam;
 "Sungguh menakjubkan keadaan seorang Muslim. Seluruh urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali dari seorang mukmin.  Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itupun baik baginya." (H.R.Muslim, no.2999)


Menjemput Cerita Indah di Akhir Pandemi


     Melalui hadist riwayat Muslim no.2999 diatas, kita menginsyafi bahwa kita telah melupakan satu sudut pandang imani yang sangat ditekankan oleh baginda Nabi. Jika kita telah berusaha secara preventif untuk mencegah penularan  wabah dengan karantina, memakai masker dan social distancing, maka menambahkan usaha hati dengan sudut pandang imani ini akan menambah ketenangan hati kita sekaligus meningkatkan kesempatan kita mendapatkan akhir yang baik dari wabah covid-19 .


     Dalam menggapai cerita indah, jangan lupakan bahwa sebuah pelangi biasanya diawali dari hujan badai yang parah, mengguncang hati serta perasaan. Dalam kasus wabah virus korona ini,tidak ada yang menahu kapan wabah  ini berakhir. Namun meyakini dengan pasti bahwa tiada yang luput dari kuasa-Nya adalah sebuah awal yang menentukan kesuksesan kita untuk menang melawan wabah. Ayat-ayat Allah, serta sabda Rasulullah tidak hanya ditempatkan sebagai penenang rohani saja, akan tetapi semua dalil agama bisa diadopsi secara ilmiah sehingga menjadi perpaduan yang kuat sebagai bekal kita dalam mengarungi masa-masa sulit.


     Selain memakai sudut pandang imani, kita juga perlu memahami bahwa wabah penyakit ini telah membawa arus perubahan yang besar di semua sektor kehidupan. Hal ini menuntut semua pihak untuk aktif dan kreatif dalam mengatasi masalah dan menciptakan peluang. Sebagaimana dikatakan Gubernur D.K.I Jakarta , Anies Baswedan bahwa " orang yang gagal adalah orang yang tidak tanggap terhadap perubahan". Maka sudah sepatutnya setiap insan mengambil hikmah dari terjadinya perubahan ini agar bisa mendapatkan akhir yang indah walaupun dari sebuah tragedi,
Manusia yang sudah merasa nyaman akan posisi hidupnya sering melupakan skill beradaptasi dengan keadaan. Tanpa beradaptasi manusia bisa tergerus roda perubahan zaman yang terus berputar. Begitupun pada waktu wabah ini, kemampuan beradaptasi dengan perubahan merupakan bekal yang bisa mengantarkan kita memiliki cerita Indah pasca berakhirnya covid-19.


     Seperti perkataan Anthony Robbins bahwa kesuksesan hidup datang ketika kita berhasil mengendalikan kepedihan dan kenikmatan dan bukannya dikendalikan oleh kedua hal tersebut. Maka perlakuan kita terhadap penyakit covid-19 perlu lebih tegas secara fisik namun rileks secara pikiran. Dalam artian bahwa kita perlu melakukan pencegahan yang ekstra serta mematuhi semua protokol kesehatan dan perlindungan dengan sebaik-baiknya, namun secara psikologis kita tidak menjadikan hal tersebut beban hidup terbesar dalam hidup.


     Hal tersebut bermakna kita juga harus pandai pandai mengambil pelajaran di setiap hal yang menimpa kita. Contohnya seperti yang telah diungkapkan oleh Gubernur D.K.I Jakarta , Anies Baswedan, sewaktu acara halal bi halal Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI), Mantan Mendikbud itu mengungkapkan bahwa pandemi virus korona banyak memberinya pengalaman baru yang berkaitan tentang moral, norma, serta lingkungan. Beliau menungkapkan bahwa udara Jakarta mendadak menjadi lebih bersih ketika dua bulan ada anjuran Karantina lalu PSBB. Lanjut beliau, tatkala berkunjung di Kebun Binatang Ragunan, Pak Anies mendapat laporan bahkan mengamati secara langsung bahwa kelakuan para binatang menjadi lebih gembira dan senang sebab sudah tidak pernah dikerubungi manusia.


     Menurut beliau, potret tersebut menunjukan bahwa selama ini manusia seringkali menjadi teror kepada lingkungan dan makhluk hidup lain tanpa kita sadari. Fakta ini sekaligus memberikan pelajaran kepada kita bahwa kita tidak boleh lagi melakukan hal yang sama tatkala pandemi berakhir. Supaya kita mendapatkan akhir yang indah sebakda wabah ini. Seorang muslim sudah sepantasnya tidak jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya.


     Akhir yang Indah tidak didapatkan ketika pertengahan tragedi, karena hikmah pun selalu hadir di akhir dan bukan di awal, manusia hanya bertugas mangantisipasinya dan menjadi cerdik dengan mengoptimalkan hikmah yang didapat itu sebagai salah satu sendi penggerak kehidupan.


Akhir Kisah Kita, Mau Dibawa Kemana?


     Al-Qur'an telah memaklumatkan bahwa akan ada 3 tipe manusia ketika menyikapi hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. Dalam Surat Fatir ayat 32, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman ," Kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami, lalu diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan diantara mereka ada yang pertengahan, dan diantara mereka ada yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah, Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar."


     Dalam tafsir Al-Wajiz, Syaikh Prof.Dr. Wahbah Az-Zuhaili (Ulama tafsir dari Suriah) menjelaskan bahwa ayat ini membagi kepada tiga golongan terhadap orang yang berpegang kepada Al-Qur'an. Yaitu golongan yang mendzalimi dirinya sendiri, golongan yang pertengahan dan juga golongan yang lebih dulu berbuat kebaikan. Ketiga golongan ini juga cocok menjadi pengibaratan kepada manusia yang dikarunia atau ditimpa dengan sebuah hal.


     Maka dalam perspektif wabah virus Korona ,ketiga golongan tersebut menjadi pilihan kita di kala virus Korona ini akan berakhir . Apakah kita akan berakhir menjadi golongan yang mendzalimi diri sendiri, pertengahan, ataukah menjadi yang terlebih dahulu mereguk banyak hikmah dan kebijaksanan pasca ditimpa sebuah wabah. Jangan membiarkan diri kita amburadul menjadi golongan yang mendzalimi diri sendiri dengan stress berlebihan, tidak ridha atas ketatapan Allah yang mana hal tersebut diimplementasikan dengan banyak melanggar aturan kesehatan, mendzalimi pihak lain dengan menimbun banyak alat kesehatan, dan lain sebagainya.


     Jangan pula betah menjadi golongan pertengahan yang tidak peka bahwa Wabah ini terjadi atas izin Allah, atau bahkan tau tapi masa bodoh tidak mau mengambil hikmah serta menjalani hidup pasca virus korona tanpa perubahan yang lebih baik kedepannya.
Berlomba-lombalah meraih gelar sabiqun bil khoirot, ketika virus ini melanda berusaha berontrospeksi yang sebaik-baiknya, berikhtiar dengan maksimal dan berdoa agar tidak tertular virus, serta piawai memetik hikmah dan kebijaksanaan, sehingga bisa menjadi insan yang lebih baik dan terpandang lebih berpengalaman. Golongan ini pun nantinya bisa menjadikan cerita covid-19 tak hanya berkisah tentang horror penyakit mematikan, namun juga hikmah menakjubkan yang layak menjadi pedoman hidup umat manusia.  Mau dibawa kemana akhir kisah covid-19 yang mana telah memasuki transisi masa new normal ini? Kita sendiri yang menentukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun