Mohon tunggu...
Azza Waslati
Azza Waslati Mohon Tunggu... -

...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

The Most Romantic Thing

20 Desember 2011   16:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:59 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Itu yang kamu belum mengerti, Za.
Cinta bukan sebuah tujuan. Bukan pula sebuah alat.
Cinta tidak untuk dimengerti, atau didebat.
Atas nama cinta, saya terkesan menghamba.
Padahal cinta takkan mampu membuat saya berlutut pada nafsu.
Saya bisa orgasme kok, hanya dengan membayangkan senyumnya haha...
Dan saya akan lebih bahagia lagi, Za, kalau bisa menjadi perempuan terbaik untuknya, tanpa dia harus menyadarinya.
Mencintai tak harus memiliki, Neng.
Menurut beberapa orang itu hal yang bodoh, tapi buat saya, Cinta itu Sakral!
Dan cinta saya Za, seperti yang kamu tahu, tidak diobral.
Saya cinta Adam.
Dan meski kelak saya akan menikah, dan mencintai suami saya, cerita dan cinta saya dengan Adam, adalah babak lain dalam kehidupan saya yang menjadikan saya utuh seperti ini.
Saya menghormati rasa cinta itu.
Saya menerimanya, apa adanya..."

Saya tahu, teman-teman dekat kami menyebut gayanya itu
"Idealisme Gantung Diri".
Ibarat menyediakan diri sebagai Papan Dart yang bisa dilempari panah oleh laki-laki yang dicinta. Untuk kemudian ditinggalkan dalam keadaan "rusak", "sakit", dan "tidak diakui".

Tapi hei.. siapa kita untuk mencap orang-orang seperti Rara sebagai Rusak, Sakit, dan Tidak Diakui.
Saat dia merasa sangat kaya dengan cintanya itu.
Dan bisa menitikkan mata saat Adam dan istrinya mengirim email foto anak mereka.

Dia menangis bahagia untuk kebahagiaan Adam
dan dia berterima kasih pada istrinya karena telah berhasil membuat orang yang paling dia cintai itu bahagia...

Well done Rara!
Percayalah, cinta itu takkan pernah mengkhianatimu, sebab kau tak pernah menyalahgunakannya. I have faith on you...
Tapi entah kenapa, kadang hati ini miris sekali melihat senyum sekaligus air mata di wajahmu. Saya tak pernah bisa menyimpulkan, apakah kau sedang bahagia atau bersedih.
Maaf Ra, saya tidak bisa menjadi pelampung bagi hatimu yang belum berlabuh...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun