Mohon tunggu...
Azzan Dwi Riski
Azzan Dwi Riski Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hanya manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penerapan Teori GONE dan CDMA pada Kasus Korupsi di Indonesia

27 Mei 2023   12:01 Diperbarui: 27 Mei 2023   12:40 1480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thumbnail (dokumen pribadi)

Sudah terkenal dalam kalangan masyarakat umum bahwa korupsi merupakan tindakan kriminal yang merugikan keuangan negara. Namun, fakta sebenarnya lebih luas daripada itu. Korupsi adalah tindakan yang tercela, busuk, jahat, tidak jujur, dan memiliki konotasi negatif lainnya. Bahkan, dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Oleh karena itu, pemahaman, cakupan, dan bentuk korupsi dapat dianalisis secara harfiah, yuridis, sosiologis, politis, dan sebagainya.

Korupsi telah menjadi isu yang mendalam di Indonesia dan sering kali mencoreng integritas lembaga pemerintahan serta menghambat pembangunan negara. Dalam upaya memahami dan melawan korupsi, teori-teori korupsi memainkan peran penting. Salah satu teori yang relevan adalah teori GONE (greed, opportunity, need, exposure) dan teori CDMA (corruption = discretion + monopoly - accountability).

Artikel ini akan menjelaskan secara rinci teori korupsi GONE dan CDMA, serta menerapkan teori-teori ini dalam konteks Indonesia. Namun, sebelum masuk ke pembahasan utama, mari kita pahami terlebih dahulu mengenai definisi korupsi menurut berbagai sumber.

Definisi Korupsi

Korupsi berasal dari kata Latin "corruptio" atau "corruptus" yang memiliki arti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, dan menyogok. Istilah tersebut kemudian diadaptasi menjadi "corruption" dalam bahasa Inggris, "corruption" dalam bahasa Perancis, dan "corruptie" dalam bahasa Belanda, serta "korupsi" dalam bahasa Indonesia.

Korupsi adalah sebuah penyakit sosial yang memiliki dampak hampir sama dengan kanker pada perkembangan negara. Korupsi dalam skala besar didukung oleh jaringan kekuasaan. Untuk berfungsi dan bertahan, jaringan kekuasaan memerlukan lima kemampuan utama: ekonomi, teknis, politik, fisik, dan ideologis. Korupsi dalam skala besar adalah hasil dari proses sosial yang muncul. Faktor-faktor yang mempengaruhi korupsi dalam skala besar berlawanan dengan upaya untuk mendorong pembangunan. Sejarah dan evolusi pemerintahan telah mengalami banyak pengamatan yang mendalam. Jaringan kekuasaan yang korup dalam proses ekstraksi kekayaan menghasilkan pemborosan, mengurangi produksi, dan menyebabkan penderitaan bagi korban. Setiap dolar yang dicuri mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Jaringan korup tersebut mencapai tingkat kerusakan yang begitu parah sehingga pemerintah harus membongkar institusi-institusi yang terlibat. Kemampuan untuk mendeteksi dan menetralkan jaringan korup yang merusak sangat penting untuk pembangunan (Carvajal, 1999).

Melalui tinjauan literatur, definisi korupsi dapat ditemukan. Secara umum, korupsi dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan resmi oleh pejabat publik atau pejabat negara demi keuntungan pribadi. Namun, batasan tindakan korupsi tidak lagi hanya berkaitan dengan kerugian negara, melainkan juga mencakup segala bentuk tindakan yang merugikan pihak lain. Tingkat korupsi bervariasi, mulai dari penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberikan atau menerima layanan hingga korupsi berat yang diatur dalam undang-undang.

Dalam bidang ilmu politik, korupsi dapat dijelaskan sebagai tindakan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan administrasi, baik dalam ranah ekonomi maupun politik. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh individu maupun orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, yang pada akhirnya merugikan masyarakat umum, perusahaan, atau individu lainnya. Dalam perspektif ekonomi, korupsi didefinisikan dengan lebih spesifik sebagai pertukaran yang merugikan (antara prestasi dan imbalan, baik berupa materi maupun nonmateri) yang terjadi secara rahasia dan sukarela. Tindakan ini melanggar norma-norma yang berlaku dan setidaknya melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang oleh salah satu pihak yang terlibat baik dalam sektor publik maupun swasta.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, korupsi didefinisikan sebagai tindakan melanggar hukum dengan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau merugikan negara atau perekonomian negara (Ningtias, 2014). Perilaku semacam ini sangat merugikan keuangan dan perekonomian negara serta menghambat kemajuan pembangunan nasional. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pemberantasan korupsi guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Menurut World Bank, Indeks Pengendalian Korupsi (Control of Corruption Index/CCI) mengartikan korupsi sebagai penggunaan wewenang publik untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat pribadi. Korupsi memiliki konotasi moral dan kualitatif yang negatif. Korupsi dianggap tidak bermoral dan harus diberantas (Ghosh dan Siddique, 2014).

Transparansi Internasional (TI) mendefinisikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik, baik politikus maupun pegawai negeri, yang dengan tidak benar dan melanggar hukum memperkaya diri sendiri atau pihak terdekat mereka dengan menyalahgunakan kewenangan publik yang diberikan kepada mereka.

Korupsi Menurut Para Ahli

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun