Mohon tunggu...
Azzam Izzatal
Azzam Izzatal Mohon Tunggu... lainnya -

apa saja yang menarik buat saya, saya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Apa Bedanya Kemacetan Lalu Lintas di Sao Paulo dan Jakarta?

27 September 2012   06:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:36 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Potret Kemacetan

1348724964730885532
1348724964730885532

Kemacetan Sao Paulo di Malam Hari

Masyarakat Jakarta ternyata tidak sendirian, di belahan Amerika Selatan sana khususnya di kota Sao Paulo, Brazil, kemacetan juga merupakan momok bagi pengguna jalan. Menurut petugas lalu lintas setempat ruas kemacetan kota terbesar di Brazil tersebut, mencapai 180 Km, entah mana yang lebih parah antara Sao Paulo dan Jakarta. Salah satu penyebab kemacetan di Sao Paulo adalah booming nya industri otomotif yang kemudian menggerakkan keinginan dan kemampuan masyarakat dalam membeli kendaraan pribadi, khususnya mobil. Kemacetan tidak terelakkan karena dua hal pertama infrastruktur jalan raya Sao Paulo tidak mengiringi pertumbuhan volume kendaraan. Kedua proses penyediaan moda transportasi massa masih kalah cepat dari pertumbuhan kepemilikan mobil tersebut. Kondisi di Sao Paulo tersebut sama dengan kondisi kemacetan yang dialami Jakarta. Statistik menunjukkan, disaat jumlah kendaraan pribadi di jakarta bertambah 8% setiap tahun, disaat yang sama ruas jalan hanya bertambah 0.01%, dan persentase pengguna angkutan umum turun 28,4%(Kompas Cetak 25/9/2012). Artinya proses penyediaan moda transportasi massa dan pertumbuhan infrastruktur jalan raya di Jakarta masih belum bisa membalap, atau setidaknya mengiringi, pertumbuhan volume kendaraan pribadi di Jakarta. Sul America Traffic Radio, sebuah stasiun radio setempat, sengaja didirikan guna merespon kemacetan dengan mendedikasikan siarannya khusus pada penyampaian titik-titik kemacetan dan penyediaan jalan alternatif bagi warga Sao Paulo. Reaksi masyarakat terhadap radio tersebut luar biasa, setiap hari rata-rata Sul America menerima 3.500 panggilan telefon dari pendengarnya, umumnya mereka menyampaikan dan menanyakan dimana jalan kota tersebut yang tidak mengalami kemacetan. Sul America Traffic Radio merupakan radio nomor dua di Sao Paulo yang paling banyak di dengarkan, khususnya di jam-jam padat lalu lintas, pagi dan sore hari. Bagi kalangan pebisnis dan eksekutif menyewa helikopter adalah solusi menghindari kemacetan. Meskipun mereka harus merogoh kocek lebih dalam dari masyarakat kebanyakan namun keberadaan jasa angkutan helikopter menurut mereka setimpal dengan produktifitas kegiatan bisnis mereka. Helimart Air Taxi, perusahaan jasa angkutan helikopter Sao Paulo, kerap digunakan pebisnis untuk menjangkau pertemuan di berbagai tempat. "Jika saya menyewa helikopter selama beberapa jam, saya bisa mendarat dari satu helipad ke helipad berikutnya untuk pertemuan bisnis. dalam satu hari saya bisa menyelesaikan tiga hingga empat pertemuan, yang tidak mungkin saya lakukan jika saya menggunakan mobil. Bagi saya ini (helikopter) adalah alat untuk mencari pendapatan" ungkap Sergio Alcibiades, seorang konsultan hukum setempat. Jorge Bittar, pemilik Helimart Air Taxi, mengakui kemacetan di Sao Paulo merupakan penyebab meningkatnya profit perusahaan. Setiap tahun keuntungan dari angkutan helikopter miliknya meningkat 10%. Perusahaannya memiliki 16 armada helikopter satupun tidak ada yang berdiam lama di helipad. Selalu ada pelanggan yang membutuhkan jasa angkutannya. Bittar mengakui dari kemacetan ia mendulang keuntungan "semakin buruk situasi kemacetan, semakin baik bagi kita". Respon Jakarta terhadap kemacetan juga kurang lebih sama, hampir semua radio ibukota mengalokasikan beberapa menit dari siarannya untuk menyampaikan situasi lalu lintas, khususnya di pagi dan sore hari. Di ranah Twitter ada akun media yang sifatnya swadaya, lebih khusus, interaktif mengenai kemacetan seperti @lewatmana @infoll atau akun yang disediakan aparat kepolisian @TMCPoldaMetro. Jika masih kurang, pengguna jalan ibukota dapat melihat tayangan langsung cctv di titik rawan macet lewat situs-situs yang tersedia. Baik Sao Paulo ataupun Jakarta, respon yang dipilih diatas jelas tidak menyasar akar masalah penyebab kemacetan. Ibarat kota adalah pohon dan kemacetan sudah menggerogoti seluruh pohon yang hampir rapuh itu, solusi diatas hanya mencoba mencari ranting dan kayu yang masih bisa digunakan masyarakat untuk mendaki hingga ke pucuk. Kreatif namun belum inovatif. Fenomena kemacetan serta solusinya di dua kota besar tersebut menunjukkan bahwa akar dari kemacetan adalah ketimpangan antara infrastruktur jalan, jumlah kendaraan pribadi dan ketersediaan angkutan tranportasi massa. Jakarta perlu berbenah lebih inovatif lagi, di Sao Paulo meski ada media radio untuk mengabarkan situasi lalu lintas dan ada jasa angkutan helikopter kemacetan tidak bertambah surut, malah panjang umur hingga 9 tahun. Harapan saya bagi Jokowi - Ahok, yang tidak lama lagi bakal menduduki kursi DKI 1 dan DKI 2, dalam mengatasi kemacetan adalah terobosan mereka menyasar akar masalah dari kemacetan yang sudah disebut awal tulisan, yaitu, kalau Pemda DKI tidak bisa membatasi penggunaan kendaraan pribadi, dorong dan dukung pertumbuhan moda transportasi massa terintegrasi yang mengedepankan aspek kenyamanan, keamanan dan kedisiplinan. Sebagai permulaan, saya usul pak Jokowi bisa memulainya dari janji kampanye kemarin, mendatangkan 1.000 armada busway. Kita tunggu, pak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun