Mohon tunggu...
Azzam Chaidir
Azzam Chaidir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Muhammad Abdullah Azzam Chaidir, Mahasiswa Prodi Komunikasi PJJ Universitas Siber Asia. Memiliki hobi seperti musik, menggambar, berenang, dan game.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Artikel Opini: Memahami Fenomena Kampanye Pilpres di Media Sosial

14 Februari 2024   11:25 Diperbarui: 14 Februari 2024   11:33 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesimpulan

Fenomena kampanye pilpres di media sosial telah menjadi bagian integral dari proses demokrasi modern. Melalui platform seperti TikTok, Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube, kandidat dan tim kampanye mereka dapat berkomunikasi secara langsung dengan pemilih. Literasi media digital memainkan peran penting dalam membantu masyarakat memahami dan menanggapi informasi yang tersebar di dunia digital. Di era di mana informasi dapat dengan mudah disebarkan dan dimanipulasi, literasi media digital memberikan alat bagi individu untuk mengevaluasi, menyaring, dan memahami konten yang mereka temui di media sosial.

Dalam kampanye pilpres, platform media sosial yang paling dominan adalah Twitter. Di sini, tweet, retweet, dan hashtag menjadi alat utama dalam memperluas jangkauan dan dampak kampanye.

Meskipun media sosial memberikan akses yang lebih mudah bagi kandidat untuk berinteraksi dengan pemilih, terdapat kelebihan dan kekurangan dalam kampanye pilpres melalui platform ini. Kelebihannya mencakup menciptakan ruang partisipasi yang lebih inklusif dan memungkinkan akses informasi yang lebih cepat dan luas.

Namun, kekurangannya termasuk penyebaran informasi palsu, polarisasi opini, dan penguatan filter bubble. Literasi media digital dapat membantu masyarakat menjadi lebih kritis terhadap informasi yang tersebar dengan mengajarkan keterampilan seperti verifikasi fakta, analisis konten, dan pengenalan bias.

Solusi selain menggunakan sosial media agar kampanya bisa berjalan dengan efisien dan interaktif adalah dengan menerapkan kampanye 2 arah, seperti Desak Anies. Dengan memakai teknik itu kampanye bisa lebih terbuka, interaktif, dan memungkinkan pemilih untuk bisa memahami program visi dan misi yang diusulkan oleh kandidat tersebut.

Dua tantangan etika yang muncul selama kampanye pilpres di media sosial adalah penyebaran informasi palsu dan manipulasi opini publik. Penyebaran informasi palsu dapat merusak integritas proses demokrasi dan mempengaruhi pemilih dengan cara yang tidak adil. Sementara itu, manipulasi opini publik melalui penggunaan algoritma dan targeting yang canggih dapat mengarah pada pembentukan opini yang tidak autentik dan kehilangan kepercayaan publik.

Dalam menghadapi tantangan ini, literasi media digital dapat berperan dengan mengajarkan pemahaman tentang risiko dan teknik manipulasi yang digunakan dalam kampanye digital, serta mempromosikan sikap skeptisisme yang sehat terhadap konten yang ditemui di media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun